kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jangan menjadi katak dalam tempurung


Senin, 08 Januari 2018 / 14:51 WIB
Jangan menjadi katak dalam tempurung


| Editor: Tri Adi

Setelah mempertimbangkan perbedaan tingkat risiko, dana investasi akan selalu mengalir dari tempat yang memberikan potensi keuntungan lebih rendah ke lebih tinggi. Ini seperti hukum alam yang tidak akan dapat dirubah. Di sinilah pentingnya analisa dilakukan secara menyeluruh dengan membandingkan kinerja ekonomi dan pasar modal Indonesia dengan negara lain. Bila analisa hanya terpusat di Indonesia, terkadang kita menjadi seperti katak dalam tempurung.

Sebagai contoh nyata kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2017 yang mencapai 20%. Kinerja tersebut sejatinya pencapaian yang cukup membanggakan. Namun, kinerja IHSG masih lebih rendah dibandingkan kinerja  dari MSCI Asia diluar Jepang (39%), MSCI Asia Pasifik (29%), MSCI negara berkembang (34%), Hong Kong (36%), India (28%), Filipina (25%) bahkan Vietnam (48%).

Kinerja dari bursa saham Asia ditopang oleh fundamental yang memadai. Di 2017, oleh para pengamat, bursa saham Indonesia diprediksi mencatatkan pertumbuhan laba bersih 16%, yang bila tercapai, merupakan hasil yang cukup membanggakan. Namun, pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan 21,8% rata-rata pertumbuhan laba bersih yang diharapkan untuk bursa saham Asia di luar Jepang.

Hasil analisis di atas menjadi alasan mengapa investor asing melakukan aksi ambil untung di bursa saham Indonesia sekitar Rp 40 triliun di tahun 2017. Sekalipun aksi penjualan sekitar Rp 40 triliun itu dapat dikatakan terbesar sepanjang sejarah, sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan.

Kepemilikan asing di bursa saham Indonesia naik dari sekitar Rp 1.690 triliun di akhir 2016 menjadi sekitar Rp 1.960 triliun di akhir 2017. Maka, sebenarnya investor asing mencatat keuntungan lebih dari Rp 300 triliun dikarenakan kenaikan nilai dari investasi mereka di 2017.

Dari keuntungan lebih dari
Rp 300 triliun, investor asing melakukan aksi pengambilan untung sekitar Rp 40 triliun, atau hanya sekitar 13% dari total keuntungan yang didapatkan. Artinya, sekalipun aksi penjualan asing sekitar Rp 40 triliun tergolong besar, sebenarnya mereka dapat dikatakan tidak menjual sepeser pun dari modal awal investasi mereka dan hanya menjual sebagian kecil dari hasil keuntungan yang mereka dapatkan selama tahun 2017.

Sebagai ilustrasi, seorang investor menanam modal Rp 100 juta dan mendapat keuntungan Rp 18,5 juta selama setahun. Dari keuntungan Rp 18,5 juta, investor tersebut mengambil keuntungan Rp 2,4 juta.

Oleh karena itu, dapat dilihat bagaimana sebenarnya investor tersebut tidak memiliki pandangan negatif terhadap investasinya karena seluruh modal dan sebagian besar dari keuntungan diinvestasikan kembali. Contoh ini sekali lagi menggambarkan pentingnya sebuah analisis dilakukan secara relatif guna mendapatkan pandangan yang lebih akurat dan representatif.

Namun, tidak dapat dipungkiri pula bahwa dengan kenyataan pengambilan keuntungan, sekalipun hanya sebagian, artinya investor asing tidak memiliki pandangan yang sangat positif pula akan Indonesia. Bila investor asing memiliki pandangan yang sangat positif, tentunya mereka tidak akan mengambil untung sepeser pun, dan bukan tidak mungkin akan menambahkan porsi investasi di bursa saham Indonesia. Langkah yang diambil investor asing sebenarnya cukup mudah dipahami.

Seperti yang dibahas di atas, sekalipun Indonesia diprediksi mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang cukup menarik, 20%, angka itu sebenarnya lebih rendah dibanding dengan rata-rata pertumbuhan laba bersih yang diharapkan negara Asia lainnya diluar Jepang. Maka dapat dipahami bila investor asing mengambil sebagian dari keuntungan dari bursa saham Indonesia dan memindahkannya ke negara lain yang memberi potensi keuntungan yang lebih menarik.

Tahun ini bisa lebih baik

Pengalaman di tahun 2017 sebenarnya menarik untuk mengingatkan kepada kita bahwa dunia investasi selalu memandang kinerja, potensi pengembalian dan tingkat risiko secara relatif. Memang, sebagai manusia, kita sering diajarkan untuk berusaha sebaik mungkin dan jangan terlalu sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Namun untuk investasi, bila kita tidak memberikan potensi kinerja yang lebih baik dari negara tetangga, selalu terdapat risiko investor asing akan menjual sebagian dari investasi. Mereka selanjutnya memindahkan ke negara lain.

Dengan pelajaran yang didapat dari tahun 2017, memulai tahun 2018 sudah sepantasnya kita bertanya bagaimana pandangan terhadap kinerja bursa saham Indonesia selama 12 bulan ke depan. Dari sisi positif, dapat dikatakan kualitas potensi pertumbuhan laba bersih di tahun 2018 akan lebih baik dibandingkan 2017.

Tahun 2017, pertumbuhan laba bersih mendapatkan kontribusi yang cukup signifikan dari perusahaan dengan karakter laba bersih yang cenderung lebih bergejolak seperti dari sektor komoditas. Di tahun 2018, kontribusi atas pertumbuhan laba bersih diprediksi berasal dari perusahaan dengan karakter laba bersih yang relatif lebih stabil seperti dari sektor konsumsi dan perbankan.

Namun, para pengamat memprediksi pertumbuhan laba bersih di tahun 2018 sebesar 13%, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 16%. Perlambatan pertumbuhan laba bersih diprediksi terjadi tidak hanya di Indonesia tetapi juga negara Asia lainnya di luar Jepang, dari kisaran 22% di tahun 2017 menjadi 11% di tahun 2018. Maka, kendati menurun, prediksi atas pertumbuhan laba bersih dari bursa saham Indonesia tahun ini berada di posisi lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara Asia lain di luar Jepang, di mana untuk tahun 2017.

Perlu diingat pula, tahun 2017, rata-rata bursa saham Asia di luar Jepang mencatatkan pertumbuhan nilai sebesar 39%. Padahal tingkat pertumbuhan laba bersih diprediksi hanya di kisaran 22%.  Tentunya hal ini menggambarkan sebuah risiko.

Apabila pertumbuhan laba bersih di tahun 2018 tidak sebaik yang diharapkan sebelumnya dapat memicu aksi pengambilan untung oleh investor. Kenaikan nilai di tahun 2017 yang lebih tinggi dibandingkan prediksi pertumbuhan laba bersih menggambarkan tingginya tingkat ekspektasi yang berarti risiko kekecewaan pun cukup tinggi. Hal ini berbeda dengan Indonesia bila melihat kenaikan nilai IHSG sebesar 20% dapat dikatakan secara relatif masih sejalan dengan prediksi pertumbuhan laba bersih sebesar 16%.

Apabila prediksi para pengamat terjadi, maka di tahun 2018 Indonesia mungkin akan mencatatkan pertumbuhan laba bersih di atas rata-rata negara Asia lainnya di luar Jepang. Kita hanya bisa berharap bahwa hal ini akan mendorong investor asing untuk kembali menanamkan investasi mereka di bursa saham negara kita.

Tentunya, memprediksikan masa depan adalah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan dengan akurasi yang sempurna. Kita hanya bisa berusaha untuk melakukan analisis secara menyeluruh supaya tidak menjadi katak dalam tempurung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×