Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Penyanyi legendaris Indonesia, Iwan Fals, baru saja meluncurkan single terbarunya. Lagu berdurasi 20 menit ini ditulis Iwan menggunakan lirik yang disarankan para follower di media sosial. Judulnya: Buzzer.
Buzzer lagi naik daun setelah Presiden Joko Widodo mempersilakan masyarakat aktif memberi kritik pada pemerintah. Di kesempatan lain, ekonom Kwik Kian Gie menulis di akun media sosialnya bahwa ia takut mengkritik pemerintah, karena khawatir diserang buzzer.
Tidak bisa dipungkiri, memang banyak kasus pelaporan yang dilakukan oleh pendukung pemerintah terhadap pihak yang menyatakan pendapat berseberangan dengan pemerintah. Pihak pengkritik pemerintah tersebut dilaporkan menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Alhasil, muncul perdebatan bahwa pemerintah saat ini antikritik.
Ujung-ujungnya, saat memberikan arahan pada Rapat Pimpinan TNI-Polri 2021, Jokowi melontarkan wacana melakukan revisi UU ITE tersebut. Jokowi menyebut, beleid ini masih menimbulkan rasa ketidakadilan dan malah membuat masyarakat saling melaporkan.
Pada dasarnya, wacana revisi UU ITE ini positif. Memang masih ada beberapa pasal yang kurang tegas, sehingga berpotensi menjadi pasal karet. Misal pasal 27 ayat 1 yang mengatur tentang transmisi elektronik konten yang mengandung unsur asusila. Aturan ini berpotensi menjerat pihak yang sebenarnya menjadi korban dari konten tersebut.
Selain itu, pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian juga berpotensi menjadi pasal karet. Dalam beberapa kejadian, pasal ini justru menjadi semacam sarana menekan kaum minoritas. Pasal ini juga kerap menjadi senjata untuk menekan pihak yang mengkritik pemerintah dan lembaga negara.
Meski begitu, bukan berarti pasal-pasal yang berpotensi jadi aturan karet tersebut harus dihapus. Ketentuan tersebut tetap penting untuk mencegah kabar bohong beredar di masyarakat. Namun, perlu diperjelas siapa dan tindakan seperti apa yang bisa dipidana. Penegak hukum juga harus tegas membedakan kritik dan ujaran kebencian.
Yang lebih penting lagi, masyarakat juga harus lebih bijak dalam menggunakan internet dan berinteraksi di media sosial. Idealnya, pengguna internet dan media sosial ikut aktif menyaring apa yang layak ditampilkan di wall akun masing-masing. Kalau dulu ada pepatah mulutmu harimau, sekarang mungkin bisa dibilang jarimu harimaumu.
Penulis : Harris Hadinata
Redaktur Pelaksana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













