kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jebakan kurang bayar wajib pajak


Rabu, 14 Maret 2018 / 14:09 WIB
Jebakan kurang bayar wajib pajak


| Editor: Tri Adi

Batas akhir pelaporan SPT 2017 untuk wajib pajak (WP) pribadi dan wajib pajak  badan semakin dekat yakni masing-masing akhir Maret 2018 serta akhir April 2018 nanti. Tahun lalu kepatuhan wajib pajak masih 72%. Dan tahun ini diharapkan tingkat kepatuhan bisa mencapai 80%. Adapun pada saat ini ada sebanyak 131 juta pekerja aktif. Namun yang terdaftar sebagai wajib pajak pribadi masih 36 juta orang. Dari jumlah tersebut yang melaporkan SPT tahunan pada kisaran 16,6 juta. Namun yang kerap aktif melapor SPT tahunan masih dalam kisaran 12 juta saja atau masih 72%.

Kondisi tersebut terjadi lantaran terjadi tantangan kepatuhan pajak tahun ini yang mengalami turbulensi hebat. Ini karena kerap terjadi perubahan peraturan pajak negara ini. Sejak diberlakukannya beleid Peraturan Pemerintah (PP) Nomor  36/2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan, maka basis perpajakan pemeriksaan mandiri (self-assessment) sudah berakhir. akan diberlakukan. Pasal 5 pada PP tersebut terdapat klausul yang menjadi sumber keresahan karena nilai harta bersih bisa dikenai pajak plus denda berdasarkan temuan atau pemeriksaan aparat pajak yang bersangkutan.

Tidak berhenti pada PP 36/2017, Kementerian Keuangan juga merilis peraturan baru PMK 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Penghitungan Peredaran Bruto. Pada beleid ini bahkan perhitungan omzet dilakukan dengan delapan cara berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 oleh pemeriksa pajak.

Penguatan implementasi dari sisi Undang Undang (UU) juga menakutkan karena berdasarkan UU 9/2017 yang menetapkan Perpu 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan juga akan diberlakukan tahun ini.

Wajib pajak badan sektor keuangan pun tidak terkecuali dipaksa membuka keterbukaan data wajib pajak. Dalam Perdirjen Pajak PER-04/PJ/2018 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penyampaian Laporan Informasi Keuangan; perusahaan keuangan mendaftar terlebih dulu dengan batas akhir Februari 2018. Perusahaan keuangan tersebut adalah bank nasional, perusahaan sekuritas sampai koperasi.

Batasan rekening keuangan yang wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak adalah rekening pribadi dengan saldo di atas Rp 1 miliar atau mata uang asing dengan jumlah setara. Untuk rekening badan harus dilaporkan tanpa batasan. Termasuk wajib dilaporkan adalah polis asuransi dengan nilai pertanggungan minimal Rp 1 miliar baik pribadi dan badan. Rekening dalam pasar modal dan pasar komoditas berjangka dalam jumlah tanpa batas harus pula dilaporkan baik pribadi dan badan. Pertukaran data dan informasi keuangan secara otomatis untuk kepentingan perpajakan akan dimulai pada bulang April 2018 mendatang.

SPT kurang bayar

Jika melihat agresifnya Kementerian Keuangan dalam mengejar pajak karena semakin tingginya target penerimaan pajak di tahun 2018 ini. Maka dari itu, tidak dapat dielakkan lagi bahwa tindakan bijak para pemegang NPWP baik pribadi dan badan harus segera menyelesaikan pelaporan pajak SPT 2017 tanpa terkecuali.

Akan sangat mudah para petugas pajak mencari wajib pajak yang alpa melaporkan SPT dan akibatnya akan semakin buruk dan tidak menguntungkan. Data keuangan bank milik wajib pajak tersebut akan diinvestigasi, transaksi menggunakan NPWP atas nama WP tersebut akan lebih teliti ditelusuri dan justru menjadi prioritas pemeriksaan yang tidak tertutup kemungkinan akan menjadi bukti awal pemeriksaan (buper) yang memiliki daya paksa.

Yang paling rawan adalah perhitungan penghasilan setahun atau disetahunkan untuk menentukan besaran pajak penghasilan (PPh). Bagi orang pribadi dengan banyak profesi dengan multi sumber penghasilan, kerap kali yang terjadi adalah kurang bayar SPT dengan konsekuensi kurang bayar pajak.

Kurang bayar disebabkan penghasilan tambahan tersebut belum diakumulasikan dalam perhitungan SPT disetahunkan karena menganggap pajak penghasilan sudah dibayar pemberi kerja lain dan bersifat final. Padahal pemberi kerja lain tersebut pada umumnya menggunakan tarif pajak minimal berdasarkan Pasal 17 UU 17/2000 tentang Pajak Penghasilan yang sudah diubah empat kali menjadi UU 36/2008. Tarif minimal tersebut adalah pemotongan pajak PPh 5 % karena masuk dalam kelompok pendapatan di bawah Rp 50 juta per tahun.

Alhasil para wajib pajak pribadi akan kekurangan membayar pajak 10 % jika penghasilan disetahunkan dalam kisaran Rp 50 juta sampai Rp 250 juta. Bahkan kurang bayar pajak mencapai 20% sampai dengan 25 % jika penghasilan wajib pajak pribadi tersebut Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta dan apabila penghasilan setahun lebih dari Rp 500 juta.

Perselisihan perhitungan pajak sering terjadi pada masalah ini disebabkan wajib pajak pribadi tersebut memiliki banyak profesi dengan banyak sumber penghasilan. Pemotongan pajak pada institusi tidak jaminan berada pada tarif yang benar karena penghasilan wajib pajak sangat bervariasi. Konsekuensinya maka  para wajib pajak secara pribadi harus membayar kekurangannya atau laporan SPT tahun tersebut tidak dapat diselesaikan dan justru akan membuat masalah yang lebih besar di kemudian hari.

Masalah inilah yang menjadi ganjalan pada pekerjaan dengan jenis karya ilmiah yang tengah berkembang saat ini. Ini seperti kasus pada penulis Tere Liye dan Dee Lestari. Penulis-penulis tersebut harus tercekik pajak royalti 15% setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maksimal Rp 72 juta untuk wajib pajak dengan anak tiga orang. Profesi penulis karena belum ada aturan maka diasosiasikan dengan pendapatan royalti dan dikenakan Pasal 23 UU PPh dan PMK No. 141/ PMK.03/ 2015 tentang Jasa Lain.

Padahal untuk memproduksi buku atau tulisan, seorang penulis tidak jarang memerlukan suasana mahal misalnya liburan ke tempat tertentu dan atau perjalanan yang menggunakan biaya. Jika wajib pajak badan dapat melakukan kredit  pajak masukan di-trade-off dengan pajak keluaran dalam bentuk penjualan produksi, maka tidak relevan karya intelektual hanya “dikreditkan” dengan PTKP.

Nah dari hal tersebut di atas, sejatinya perhitungan pajak dan laporan SPT pada intinya masih belum mudah dari sisi keadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×