Reporter: Cipta Wahyana | Editor: Tri Adi
Para nasabah yang dananya tersangkut di saving plan Jiwasraya bisa bernafas lega.Perusahaan asuransi ini mulai membayarkan dana saving plan yang sempat tertunggak. Dananya berasal dari surat utang jangka menengah atau medium term note (MTN) senilai Rp 500 miliar yang baru terbit.
Nasabah yang memilih memperpanjang (roll over) jangka waktu saving plan mereka juga bisa tidur nyenyak. Dana segar MTN itu memberi modal awal yang signifikan bagi Jiwasraya yang tengah memperbaiki kondisi finansialnya. Dibandingkan dengan total nilai saving plan tertunggak yang sebesar Rp 800 miliar, nilai MTN itu mencapai 62%.
Kedua, larisnya MTN membuktikan, masih ada pihak-pihak yang percaya kepada Jiwasraya. Meskipun terus disangkal oleh Menteri Rini, bukan tidak mungkin, BUMN-BUMN lain memang turut menopang upaya pemulihan Jiwasraya.
Sedikit kilas balik, sebenarnya agak sulit membayangkan Jiwasraya terbelit masalah finansial yang pelik seperti saat ini. Sebagai perusahaan asuransi, Jiwasraya memiliki pengalaman sekitar 160 tahun. Sejarah panjangnya dimulai sejak 1859 di zaman Hindia Belanda.
Sekitar lima tahun lalu, Jiwasraya juga mencuri perhatian. Pada 2014, dalam rangka rebranding, mereka berani mengandeng klub bola Manchester City. Hasilnya, merek Jiwasraya langsung berkibar.
Sayang, setelah itu, tampaknya, Jiwasaraya terlalu bersemangat berjualan produk saving plan. Komposisi pendapatan premi mereka terlalu terkonsentrasi pada produk yang sejatinya bukan asuransi murni itu. Di sisi lain, penempatan dana mereka kurang cermat. Tak pelak, ketika kinerja bursa saham merosot, missmatched likuiditas pun terjadi.
Kini, nasi telah menjadi bubur. Jiwasraya telah mengajukan rencana perbaikan keuangan dan telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain OJK, tentu saja, Menteri BUMN perlu ikut cawe-cawe. Sebab, pemulihan Jiwasraya merupakan pertaruhan nama baik BUMN.
Bagi industri asuransi, kisah saving plan Jiwasraya memberikan pelajaran berarti. Meski agresif, asuransi tak boleh melupakan prinsip kehati-hatian (prudential). Pengelolaan portofolio juga harus lebih cermat. Menggarap produk saving, mungkin, lebih gampang. Tapi, portofolio yang terlalu besar di jenis produk ini, jelas, kurang sehat.
Nasabah juga mesti lebih bijak. Masyarakat perlu belajar memahami beda produk simpanan, investasi, proteksi, atau produk gado-gado yang menggabungkan ketiganya.♦
Cipta Wahyana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News