kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan Kontradiktif


Selasa, 18 Mei 2021 / 12:44 WIB
Kebijakan Kontradiktif
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik pada musim liburan Lebaran 2021 dengan tujuan untuk menekan penyebaran virus Covid-19. Pelarangan mudik Lebaran berakhir Senin (17/5/2021). Kendati demikian, pemerintah masih memberlakukan aturan pengetatan perjalanan yang berlaku pada 18-24 Mei 2021. Lantas, apakah aturan yang ditetapkan pemerintah ini berhasil?

Melansir Kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengklaim, kebijakan ini secara umum berjalan efektif. Menurut Muhadjir, pada tahun ini, jumlah pemudik berkisar 1 juta orang. Angka tersebut berkurang signifikan dibandingkan dengan tahun lalu.

Hanya saja, ada satu kebijakan pemerintah lainnya yang tidak mendukung pelarangan mudik ini. Yakni, pemerintah memperbolehkan pembukaan tempat wisata saat libur Lebaran. Alasannya, agar masyarakat bisa menikmati hiburan akibat dilarangnya mudik. Adapun alasan lainnya adalah agar sektor wisata bisa menggerakkan perekonomian Indonesia yang tengah terpuruk.

Hasilnya, sebagian besar tempat-tempat wisata di Indonesia dipenuhi pengunjung. Lihat saja tempat wisata di Jakarta. Ancol menjadi lokasi wisata yang diserbu pengunjung. Pada hari kedua Lebaran, wisatawan yang mengunjungi Taman Impian Jaya Ancol mencapai 39 ribu orang.

Hingga akhirnya, pihak manajemen Ancol memutuskan untuk menutup kawasan rekreasi. Di sejumlah media sosial juga beredar betapa penuhnya pantai Ancol. Banyak warga yang datang untuk berenang di pantai tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Tidak hanya Ancol, Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Margasatwa Ragunan juga ramai pengunjung.

Dua kebijakan pemerintah, yakni larangan mudik dan memperbolehkan wisata buka, merupakan hal yang kontradiktif. Alhasil, upaya pemerintah untuk mencegah kerumunan di masyarakat sia-sia. Selain itu, pengelola tempat wisata juga ikut andil dalam memicu kerumunan.

Seharusnya, pihak pengelola bisa mengantisipasi hal ini lewat pembatasan pengunjung yang bisa dilakukan dari penjualan tiket secara online. Entah apa yang salah, kerumunan tetap terjadi. Di sisi lain, sosialisasi pemerintah soal bahaya berkerumun belum sepenuhnya dimengerti oleh masyarakat. Naik atau tidaknya kasus Covid-19 di Indonesia baru bisa diketahui dua pekan setelah Lebaran. Mari berharap tidak terjadi ledakan kasus infeksi korona.

Penulis : Barratut Taqiyyah Rafie

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×