kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kedewasaan kelas dunia ala digital start up


Senin, 24 September 2018 / 14:33 WIB
Kedewasaan kelas dunia ala digital start up


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Sejak tahun 1990-an hingga hari ini, kelahiran perusahaan digital (digital start up) yang pesat merupakan fenomena dalam manajemen strategis di seluruh dunia. Startupranking.com mempublikasikan hasil risetnya bahwa di negeri ini terdapat 1.887 perusahaan start up. Hasil tersebut menempatkan Indonesia berada di peringkat enam dunia sebagai negara penghasil digital start up terbanyak setelah Amerika Serikat (AS), India, Inggris, Kanada, dan Jerman. Jumlah yang belum mencatatkan diri, tentu lebih besar.

Adapun peringkat pertama perusahaan start up Indonesia versi startupranking.com saat ini adalah Bukalapak. Perusahaan ini ternyata mengandalkan inovasi teknologi yang berkelanjutan yang menjadi kekuatan situs itu sejak didirikan tujuh tahun lalu.

Peluncuran aplikasi Android, dilanjutkan dengan penyediaan fitur yang membuat pembeli tidak perlu melakukan registrasi akun terlebih dahulu ketika akan membeli barang, menjadi dua contoh kecil inovasi digital yang pernah dilakukan perusahaan marketplace tersebut.

Sumber digital menyebutkan, inovasi jadi rutinitas di start up ini karena mereka konsisten mencari talenta potensial. Beberapa kualifikasi utamanya adalah memiliki kapabilitas pembelajaran yang memadai serta harus menjadi pribadi yang senang berbagi ilmu ke sesama rekan

Fakta manajemen talenta tersebut mengkonfirmasi hasil sebuah penelitian di Taiwan tentang pengaruh kesesuaian rekan kerja (partner match) dalam proses pembelajaran organisasinya. Tujuannya adalah supaya bisa menghasilkan inovasi teknologi yang efektif.

Peringkat kedua perusahaan startup Indonesia versi Startupranking.com ditempati Blibli. Inisiasi start up ini agak berbeda dibandingkan start up Indonesia pada umumnya. Blibli adalah produk salah satu anak perusahaan rokok nasional yang bergerak di industri digital. Sejak berdiri, Blibli telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan kelas dunia di berbagai bidang.

Jejak digital mencatat, start up berkonsep belanja online ala mal ini telah melakukan berkali-kali perubahan tampilan situsnya dalam rentang waktu mulai dari tahun 2012 sampai dengan sekarang. Dalam perjalanan bisnisnya, Blibli telah berkali-kali melakukan perubahan teknologi dan situs mereka di dunia maya. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan setelah mereka mendapat masukan dari pengguna Blibli dan evaluasi dari tim teknologi internal. Pelajaran pentingnya di sini adalah bahwa Blibli bersedia mendengar dan belajar dari berbagai pihak.

Sukar rasanya tidak menyebut Tokopedia ketika berbicara tentang start up Indonesia. Perusahaan start up yang pernah menduduki peringkat teratas Indonesia versi Startupranking.com ini memiliki konsep online marketplace yang terasa aman bagi pemilik usaha kecil.

Berbeda dengan perusahaan-perusahaan start up tempo dulu yang menyibukkan diri mencari posisi strategis di benak konsumen bagi brand mereka, pendiri Tokopedia berkutat dengan usaha memperbaiki isi dan layanan dalam online marketplace yang dibangun. Keuntungan finansial belum jadi target utama kinerja perusahaan. Pemikiran inilah sepertinya yang mendorong lahirnya inovasi-inovasi digital yang produktif dalam start up ini secara berkelanjutan.

Gambaran singkat tentang unicorn pertama di Indonesia tersebut memperkuat temuan Sveiby (2001) dalam studinya tentang teori perusahaan berbasis pengetahuan. Tokopedia menjadi perusahaan yang haus pengetahuan sejak berdiri. Proses pembelajaran secara berkelanjutan dilakukan secara internal dan dengan pihak eksternal yang direkam secara formal lewat internet.

Ketiga contoh tadi menunjukkan betapa banyak tindakan organisasi tidak lazim yang terjadi dalam perusahaan start up. Budaya organisasi unik ala perusahaan teknologi kelas dunia yang sudah masuk tahap matang seperti Google atau Facebook dihadirkan di perusahaan-perusahaan start up di Indonesia yang umumnya dimiliki anak-anak muda.

Dewasa dalam organisasi

Atasan dan bawahan adalah rekan kerja. Tempat kerja diciptakan supaya bisa jadi rumah kedua bagi setiap pekerja. Fasilitas olahraga, musik, makan, dan minum siap dinikmati dengan fleksibilitas sangat tinggi dan gratis!

Bekerja adalah kegiatan yang menyenangkan. Budaya organisasi seperti inilah yang membuat para karyawan Bukalapak, Blibli, dan para nakama, sebutan untuk karyawan Tokopedia yang berarti kawan (bahasa Jepang), banyak mengunggah kesaksian positif tentang nikmatnya bekerja di perusahaan-perusahaan start up tersebut dalam blog-blog pribadi mereka.

Kisah singkat tiga perusahaan start up di Indonesia tersebut menunjukkan beberapa fenomena menarik, setidaknya dalam konteks Indonesia.

Pertama, perusahaan-perusahaan start up tersebut adalah organisasi yang haus pengetahuan dan doyan belajar. Yang menarik, pembelajaran dalam start up adalah proses organisasi dan cenderung bersifat kolaboratif.

Jadi bukan lagi individual seperti pada umumnya perusahaan start up (introduction stage) di masa lalu. Makin menarik, karena mereka bersedia belajar dari mana saja, tidak ada kata gengsi.

Kedua, digital start up membiasakan diri melakukan hal-hal yang tidak biasa dengan kecepatan luar biasa. Jadi perubahan adalah suatu kebiasaan.

Ketiga, meski masih baru lahir (namanya saja start up atau usaha rintisan), para perusahaan pemula tersebut tentu sangat dewasa dan berkelas dunia dalam urusan budaya organisasi.

Dahaga terhadap nuansa kebersamaan (organisasional) ala start up, bisa jadi sebuah fenomena organisasional yang makin langka dijumpai dalam perusahaan-perusahaan senior di negeri ini. Sepertinya ada fenomena bekerja adalah hal yang menyenangkan. Labor ipse voluptas!

Jadi, perusahaan start up bukanlah kumpulan generasi milenial yang dewasa sebelum waktunya. Perusahaan start up adalah kumpulan generasi milenial yang tahu bagaimana bersikap dewasa menghadapi perubahan waktu.

Lagi pula, bukankah begitu cara setiap calon raja harus bersikap ketika harus menduduki tahta di usia muda?•

Tigor Tambunan
Dosen Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknik Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×