kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemiskinan Pascabencana


Selasa, 26 Januari 2021 / 07:12 WIB
Kemiskinan Pascabencana
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Wajah-wajah tirus berpandangan nanar yang terbaring di atas tikar pandan menjadi pemandangan biasa di tenda-tenda pengungsi. Mereka bukan sekadar menanti kapan bencana akan berakhir, tapi asa mereka terasa hilang setiap kali benak teringat harta dan pekerjaan telah sirna diamuk alam.

Roda memang berputar, namun kemiskinan yang menjadi realitas hidup pascabencana adalah takdir terburuk yang kadang tak dapat diterima dengan hati lapang dan tangan terbuka. Bagaimanakah peran negara?

Posisi geografis Indonesia berada pada ring of fire (cincin api) dan dikepung oleh tiga lempeng tektonik dunia yakni lempeng Indo-Australian, Eurasia dan lempeng Pasifik membuatnya menjadi negara rawan bencana sehingga rentan terkena gempa bumi, tsunami dan gerakan tanah berintensitas tinggi sepanjang waktu.

Realitas geografis tersebut seharusnya melahirkan kesadaran betapa bencana alam berdampak buruk bagi kehidupan warga. Kematian anggota keluarga, kehilangan modal hidup, baik uang, harta, tempat tinggal merupakan risiko pahit yang mampu mengubah segalanya dalam seketika.

Pada awal tahun 2021 ini saja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan ada sebanyak 197 bencana alam yang terjadi sepanjang 1 Januari 2021-23 Januari 2021. Bencana alam ini berdampak pada sekitar 1,907 juta jiwa dengan korban meninggal dunia sebanyak 184 orang. Sebanyak 1.902 rumah mengalami kerusakan akibat bencana.

Bencana alam gempa bumi pada periode ini tercatat sebanyak tiga kejadian, termasuk di Sulawesi Barat. Kejadian bencana yang mendominasi adalah bencana banjir sebanyak 134 kejadian, tanah longsor di 31 tempat, angin puting beliung di 24 titik serta gelombang abrasi di lima lokasi.

Pascabencana, orang miskin bertambah dan kemiskinan membelit kehidupan warga. Kehilangan kepala keluarga akibat bencana membuat masa depan anggota keluarga, terutama anak-anak yang masih usia sekolah menjadi suram. Menjadi manusia normal seperti sediakala tidak semudah membalik telapak tangan.

Pemulihan kondisi psikis, finansial dan sosial pascabencana memakan waktu lama. Terlebih lagi, mereka sudah pailit akibat harta dan modal kerja amblas tersapu bencana. Gangguan psikologis akibat kehilangan orang-orang tercinta membuat luka perasaan, motivasi rendah, dan sulit untuk berkarya lagi.

Sementara itu, posko-posko yang menyalurkan bantuan kian hari semakin sedikit. Bantuan dari rakyat Indonesia yang terkenal filantropis berangsur-angsur surut. Sementara itu, kebutuhan hidup warga di daerah bencana tetap harus terjamin. Ketika, bantuan makin menipis dan habis, terpaksa mereka menjadi pengemis demi mempertahankan hidup. Jika tak di antisipasi pemerintah, bakal menambah orang miskin baru.

Tahun ini Indonesia mengalami rentetan bencana. Di balik berbagai analisa, baik yang menggunakan logika maupun mistik atas berbagai penyebab bencana. Sebaiknya, pemerintah sejak jauh hari mengantisipasi penambahan orang miskin. Ibarat pepatah, sedia payung sebelum hujan.

Lembaga Riset Geoscience Australia jauh-jauh hari meramalkan bahwa negara di kawasan Asia Pasifik berisiko bakal dilanda bencana alam berskala besar yang bisa menewaskan banyak orang. Bencana tersebut berupa gempa bumi, tsunami, banjir, badai atau letusan gunung berapi yang diprediksi terjadi dalam beberapa tahun mendatang.

Negara berisiko tinggi tersebut adalah China, Filipina, Bangladesh, kawasan Himalaya dan Indonesia.

Orang miskin baru

Bencana alam berdampak pada penderitaan dan meningkatnya jumlah orang miskin. Bencana alam mengurangi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan meningkatkan angka kemiskinan.

Sebagian besar bencana berdampak peningkatan kemiskinan dan orang miskin. Penelitian Javier et al. (2008) menyimpulkan bahwa bencana selalu memberikan dampak bertambahnya jumlah penduduk miskin.

Namun demikian, negara harus bertanggung jawab menjamin kehidupan rakyatnya. Termasuk warga di daerah rentan bencana. Salah satu perlindungan negara kepada mereka adalah upaya penyediaan dana cadangan ketika bencana terjadi.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan di Undang-Undang APBN dan Nota Keuangan 2020, rata-rata kerugian yang diakibatkan bencana alam periode 2000-2016 mencapai Rp 22,85 triliun per tahun. Sedangkan realisasi dana cadangan penanggulangan bencana di APBN periode 2005-2018 adalah sekitar Rp 2,5 triliun per tahun.

Anggaran kebencanaan di Indonesia masih tergolong minim. Terutama anggaran untuk memberikan jaminan penghidupan kepada warga yang mengalami bencana. Apabila dibandingkan dengan besarnya kerugian yang timbul akibat bencana, dengan penggantian kerugian yang diberikan oleh pemerintah, rerata sekitar 89% kerugian ekonomi akibat bencana alam tak tertutupi.

Karena itulah negara perlu menambah porsi dana penanganan bencana. Khususnya pemulihan kondisi korban bencana pada anggaran negara yang pantas. Sampai saat ini, alokasi anggaran negara untuk pemulihan masyarakat bencana masih sangat minim, sementara korban bencana yang jatuh ke bawah garis kemiskinan semakin bertambah banyak.

Di samping itu, negara juga harus memberikan sistem jaminan sosial bagi para korban bencana. Misalnya, setiap kehilangan anggota keluarga, lebih-lebih kalau ia berfungsi sebagai kepala keluarga pencari nafkah, maka ada ganti rugi yang diberikan kepada anak-anaknya.

Memang tidak harus semuanya berbentuk uang, tunjangan bisa berupa program terpadu mulai dari sekolah yang ditanggung negara, pengobatan, dan bantuan tunjangan hidup sampai anak tersebut mencapai usia produktif agar bisa mencari nafkah sendiri.

Penanganan bencana di negeri ini tidak bisa di pandang sebelah mata. Perlu strategi tepat mengatur alokasi anggaran dengan kepemilikan dana yang sangat terbatas. Setidaknya, perlu dipikirkan bagaimana menyisihkan sejumlah dana cadangan di anggaran negara untuk mengantisipasi bertambahnya orang miskin baru. Semoga.

Penulis : Arfanda Siregar

Dosen Politkenik Universitas Negeri Medan/Program Doktor PTK Universitas Negeri Padang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×