Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Tri Adi
Ikhtiar pemerintah memberi kenyamanan iklim bisnis dan kemudahan bisnis agaknya harus lebih ekstrakeras lagi. Kendati ada perbaikan di sejumlah indikator kemudahan bisnis atau ease of doing business, masih ada pula bolong-bolong yang perlu ditambal.
Laporan terbaru Bank Dunia bertajuk Doing Business 2019: Training for Reform, yang dirilis Kamis (1/11), layak menjadi perhatian Indonesia. Dari penilaian Bank Dunia, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia menurun di tahun ini.
Peringkat kemudahan berbisnis Indonesia turun satu tingkat ke urutan 73 dari 190 negara. Di tahun lalu, ease of doing business Indonesia di peringkat 72. Padahal secara total nilai, ease of doing business masih naik 1,42 poin menjadi 67,96 di tahun ini. Bahkan, menurut Bank Dunia, kenaikan skor tersebut termasuk di atas rata-rata global.
Tetap saja, penurunan peringkat kemudahan berbisnis ini menjadi pengingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi Indonesia untuk mendorong investasi. Dalam catatan Bank Dunia, dari 10 indikator yang dinilai, ada empat indikator yang Indonesia peringkatnya turun.
Indonesia mengalami penurunan peringkat dalam hal urusan perizinan konstruksi (dari peringkat 108 di tahun lalu menjadi 112 di tahun ini). Lalu perlindungan investor minoritas juga turun dari 43 ke 51 dan perdagangan lintas batas dari 112 ke 116. Satu lagi indikator yang menurun adalah soal penegakan kontrak dari peringkat 145 di tahun lalu turun menjadi 146 di tahun ini.
Kita tak menampik, banyak hal yang telah pemerintah lakukan untuk memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis ini. Salah satunya upaya penyederhanaan perizinan.
Tahun ini, sebagai contoh, pemerintah mulai memberlakukan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS). Sistem OSS ini memang akan membantu mereka yang tengah mengurus perizinan baru.
Mungkin itu sebabnya Bank Dunia menyebutkan, salah satu indikator kemudahan berbisnis yang menyumbang kenaikan skor Indonesia adalah indikator memulai usaha.
Toh begitu, itu belum cukup mengangkat peringkat Indonesia. Pendek kata, reformasi perizinan usaha masih perlu dilanjutkan, sebab pesaing kita juga makin memberi kemudahan berusaha.
Di antara negara ASEAN, peringkat Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja, Laos, dan Myanmar. Dengan yang lainnya kita masih ketinggalan. Ini layak jadi catatan.•
Khomarul Hidayat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News