Reporter: Noverius Laoli | Editor: Tri Adi
Pemerintah harus kreatif melakukan efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) agar tidak memberatkan jamaah pasca pemerintah Arab Saudi memberlakukan PPN 5% bagi produk barang dan jasa. Menurut saya masih ada beberapa celah yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menekan kenaikan ongkos haji.
Sejauh pengamatan saya selama ini, ada sejumlah komponen terbesar yang membutuhkan biaya jumbo dalam penyelenggaraan ibadah haji. Komponen tersebut meliputi harga tiket penerbangan dari Indonesia ke Arab Saudi dan sebaliknya. Baik itu penerbangan lewat pesawat Garuda Indonesia maupun Saudi Airlines.
Menurut saya, harga tiket pesawat ini masih bisa ditekan. Bisa itu dalam bentuk konversi ke pajak atau punĀ pungutan lainnya kepada maskapai sehingga harga tiketnya tidak terlalu mahal. Meskipun ada konversi itu, pemerintah juga harus memastikan kualitas pelayanan maskapai tetap prima. Artinya jangan sampai karena harga tiket ditekan, kualitas pelayanan ikut turun.
Kemudian komponen terbesar kedua menurut saya itu adalah biaya pemondokan atau hotel di Makkah. Memang ini sudah di luar kewenangan pemerintah untuk menekannya. Tapi pemerintah bisa memanfaatkan relasi dengan Arab Saudi untuk mencari celah agar biaya ini bisa diminimalisir dan terakhir biaya katering bagi jamaah haji.
Bila ketiga biaya komponen di atas bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah sehingga nilainya tidak membengkak, maka kenaikan biaya haji bisa ditekan. Sebab ketiga komponen iniĀ mencapai 75% sampai 80% dari total biaya haji.
Dengan demikian, Kementerian Agama (Kemnag) tidak perlu mengajukan kenaikan biaya yang mencapai Rp 900.000 per jamaah. Karena biaya ini cukup membebani bagi jamaah yang berasal dari kelangan ekonomi menengah ke bawah. Seandainya pun ada kenaikan, setidaknya tidak mencapai sebesar itu. Memang ini tidak mudah, tapi bukan berarti pemerintah tidak bisa asalkan ada upaya yang serius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News