kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kepemimpinan Milenial


Senin, 12 Oktober 2020 / 11:56 WIB
Kepemimpinan Milenial
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Belum lama ramai pemberitaan terpilihnya direktur termuda dalam sejarah beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menyusul terkuaknya juga kiprah milenial di jajaran komisaris BUMN. Kalau ditarik sedikit ke belakang juga berita dan kontroversi kemunculan Staf khusus Presiden yang berasal dari generasi tersebut dan rektor berusia 27 tahun di sebuah universitas di Malang menghias tajuk berbagai media sepanjang tahun 2019 dan tahun 2020.

Sejumlah fenomena di atas mengingatkan kepada cerita pemerintahan "milenial" Georgia di bawah pimpinan Presiden Mikheil Saakashvili yang "naik tahta" di umur 37 tahun menggantikan Eduard Shevardnadze, melalui sebuah revolusi damai bernama Revolusi Mawar. Saakashvili membangun Kabinet yang didominasi menteri berusia 30-40-an tahun dengan menyisakan sedikit saja beberapa senior sebagai penasehat, seakan ingin memutus mata rantai satu generasi dan mengirimkan pesan bahwa para pemimpin "tua" yang dianggap lamban dan koruptif sudah saatnya keluar dari percaturan kebijakan publik.

Menyusul kemudian fenomena universitas di berbagai negara termasuk Indonesia ketika tokoh mudanya diangkat menjadi pemimpin entah menjadi dekan ataupun rektor di usia 30-40-an tahun. Anies Baswedan terpilih menjadi Rektor Universitas Paramadina di usia 38 tahun, Rektor baru Universitas Indonesia (UI), Gumilar Rusliwa Somantri juga baru baru berusia 44 tahun.

Begitu juga jajaran pimpinan di bawahnya, dekan-dekan berusia 30 tahunan. Juga saat itu sedang ramai diberitakan bahwa seseorang bernama unik berlatar belakang "tidak biasa" diprediksi menjadi calon pemimpin sebuah negara adidaya di usianya yang baru menginjak 40-an tahun.

Perkembangan kiprah kaum muda tersebut telah dipotret oleh Sheila Kinkade dan Christina Macy dalam buku Our Time is Now, Young People Changing The World. Buku yang ingin menyampaikan pesan bahwa abad 21 adalah abad kaum muda beserta kiprah yang dapat mereka lakukan kepada perubahan dunia.

Hari-hari ini terus bermunculan pemimpin pemimpin muda dengan usia di bawah 40 tahun di tingkat negara menyusul Georgia di tahun 2004, mereka berada di berbagai belahan dunia, di kawasan Eropa Barat, Asia, Timur Tengah, negara-negara Pasifik , Finlandia, Kostarika, El-Salvador, Islandia, Qatar, Haiti, Bhutan hingga Selandia Baru.

Sebagian dari mereka, sepak terjangnya menjadi perhatian luas seperti Selandia Baru dan Islandia yang dianggap menjadi barometer contoh keberhasilan kepemimpinan penanganan pandemi Covid-19. Dalam konteks yang lebih besar lagi, Malala dan Greta Thunberg, tokoh usia lebih belia dari generasi milenial tetapi menjadi ikon perdamaian dan penyelamatan lingkungan yang diakui oleh para seniornya.

Lebih inovatif

Tidak perlu heran peran mereka akan semakin signifikan, jangan dipertanyakan bermunculannya para pengusaha milenial, direktur milenial, chief executive officer (CEO) dari kalangan milenial, komisaris milenial, rektor milenial, menteri milenial bahkan presiden milenial bukan tidak mungkin akan dimiliki negara manapun saat ini, termasuk Indonesia.

Kalau dipetakan, para pemuda di negara ini mungkin belum banyak berada di dalam birokrasi dalam fungsi pengambil kebijakan. Namun kiprahnya telah menjadi kabinet bayangan yang penting dari pemerintahan.

Peran perputaran ekonomi terutama selama krisis didorong oleh para milenial seperti yang mengelola Tokopedia ataupun Bukalapak, Kesenjangan industri transportasi ditangani secara serius oleh Gojek dan selama pandemi menjalani peran instrumental untuk pemulihan ekonomi masyarakat, peran bantuan sosial berskala besar diinisasi secara lebih efektif oleh institusi seperti Kitabisa ketimbang lembaga formal.

Inklusi keuangan termasuk di dalamnya digitalisasi UMKM dilakukan secara sporadis oleh start-up seperti Investree, Amartha ataupun Halofina. Dan tidak terhitung puluhan dan ratusan ribu yang menjadikan dampak sosial menjadi tujuan utama untuk beraktivitas.

Mereka berusaha mencegah paradoks young country, old leaders. Satire yang ditulis oleh Sanjay Kumar, Direktur Mittal Institute, Universitas Harvard sebagai sebuah kondisi yang ditengarai akan menciptakan kondisi dimana negara tidak bisa memenuhi harapan dari kebanyakan masyarakatnya yang mayoritas sudah berusia muda.

Apakah kaum muda serta merta menjadi jaminan keberhasilan, bisa ya dan tidak, sebagian nanti akan dikenang sebagai sosok pendobrak, pemberi ide inovatif, pencipta harmoni sekaligus penjaga integritas bangsanya, sebagian mungkin tidak berhasil melalui berbagai ujian tersebut. Hukum alam saja, tetapi mereka akan menjadi mayoritas. Yang jelas, muda saat ini sama sekali bukan soal kemampuan tetapi kesempatan dan kepercayaan, setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka.

Penulis : Ubaidillah Nugraha

Pengajar Universitas Bina Nusantara dan Advisor Start Up Halofina

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×