kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45930,39   2,75   0.30%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kerjasama Berimbang dan Relevan di G20


Kamis, 26 November 2020 / 14:30 WIB
Kerjasama Berimbang dan Relevan di G20
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 tahun 2020 di Riyadh, Arab Saudi sebagai tuan rumah atau precidency adalah sangat spesial. Pertemuan para pemimpin G20 yang mendominasi dunia baik dengan jumlah penduduk, 90% produk domestik bruto (PDB), 80% perdagangan dan 75% emisi karbon dunia, kini beralih menjadi virtual. Sepanjang tahun ini, pertemuan-pertemuan di forum G20 dilaksanakan daring karena pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhir.

Dalam KTT tahun ini dihasilkan komitmen kunci yang dimuat dalam deklarasi (communiqu) untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang telah memberikan dampak masif di sektor kesehatan, sosial dan ekonomi. Hasil kesepakatan yang mengejutkan adalah Indonesia akan menjadi tuan rumah forum G20 pada tahun 2022.

Artinya, mulai 2021 Indonesia sudah masuk menjadi bagian dari troika G20, yakni G20 dikoordinasikan oleh negara precidency tahun sebelumnya, negara yang menjabat precidency dan negara yang akan menjadi precidency tahun berikutnya. Troika berperan untuk menjamin rangkaian aksi dan komitmen di G20 tetap berkelanjutan dan berkesinambungan.

Telah banyak debat dan kritik terhadap forum G20. Baik dari aspek legitimasi, efektivitas, dan akuntabilitas G20. Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia 2014-2019, Susi Pudjiastuti turut mempertanyakan untungnya keikutsertaan Indonesia di G20.

Sebelum viral dengan aksi bom kapal pencuri ikan, dia menjadi perhatian di tahun 2014 dengan menggagas keluarnya Indonesia dari pembahasan perikanan di G20, karena produk perikanan laut impor dibebaskan dari bea masuk yang akan menimbulkan kerugian negara.

Sebagai satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G20, Indonesia dituntut untuk berperan aktif dalam upaya penanganan krisis, reformasi tata kelola ekonomi dan pembangunan global. Posisi dan diplomasi di G20 perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam memperkuat kepentingan ekonomi nasional, tidak hanya geo-politik semata. Diplomasi Indonesia diperlukan untuk mengakomodasi kepentingan negara berkembang dan negara berpendapatan rendah.

Dalam rangka menyambut peran Indonesia sebagai troika di G20 tahun 2021 dan menjadi tuan rumah tahun 2022 terdapat beberapa agenda yang dapat didorong menjadi prioritas di G20. Agenda pertama adalah perkuatan pembangunan sosial dan ekonomi, yakni dengan menumbuhkan kesetaraan sosial, memastikan tiap individu dihidupi dengan pekerjaan yang layak, membangun komunitas yang tangguh, dan meningkatkan kesehatan fiskal negara dalam jangka panjang.

Perpajakan internasional sebagai sumber penerimaan negara untuk mencapai target pajak sebesar 16% PDB akan bermanfaat sebagai salah satu modal dalam pembangunan sekaligus mendorong reformasi perpajakan secara komprehensif. Penerimaan pajak Indonesia lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata rasio penerimaan pajak di negara berkembang (17% PDB), dan kontras dengan negara-negara OECD (34% PDB). Indonesia jangan sampai kalah dengan negara non-G20 yang sudah bisa menikmati keadilan dan transparansi dari agenda pertukaran informasi pajak (AEOI), dimana pada tahun 2014 Filipina berhasil menerima US$ 1 juta hanya untuk dua kasus (OECD, 2014). Inisiatif G20 tersebut sudah diadopsi secara global tahun 2018.

Penurunan biaya remitansi merupakan salah satu bentuk perlindungan pekerja migran yang berkontribusi bagi kesejahteraan keluarga dan devisa bagi negara, serta mendorong inklusi keuangan. Pada tahun 2015 tersebar 3,8 juta TKI, dan menyumbang devisa berupa remitansi sebesar US$ 9,4 milyar. Biaya rata-rata pengiriman remitansi ke Indonesia telah mengalami penurunan, yaitu 8,31 % tahun 2009 menjadi 6,57 % pada akhir September 2020 (WBG, 2020).

Indonesia juga termasuk dalam 10 besar negara penerima remitansi. Biaya pengiriman remitansi ke Indonesia dari Jepang, AS, UEA, Thailand, Malaysia, Belanda tercatat tinggi. Inisiatif G20 ini telah diadopsi menjadi target SDGs untuk menurunkan biaya remitansi hingga di bawah 3%.

Menjadi pionir di G20

Agenda kedua adalah memastikan kelestarian lingkungan, yakni dengan merawat sumber daya alam, mengatasi perubahan iklim, dan membuat sistem air modern untuk penggunaan yang aman dan berkelanjutan. Negara G20 adalah penyumbang mayoritas degradasi lingkungan seperti deforestasi tinggi dari Argentina, Australia, Brasil dan Indonesia. Negara non-G20 seperti Pakistan lebih memberikan keringat yang lebih banyak dengan inisiatif Tsunami Miliaran Pohon (WEF, 2018). Sejak 2018 sudah 30 juta pohon berhasil ditanam. Bahkan dampak Covid-19 yang menciptakan pengangguran dimanfaatkan pemerintah Pakistan dengan menampung 63 ribu orang untuk menanam pohon. Selain memberikan manfaat bagi peningkatan lingkungan hidup, agenda ini akan mendorong kontribusi Indonesia dan G20 dalam kesejahteraan masyarakat baik sosial dan ekonomi, serta mendorong pariwisata berbasis alam yang menjadi tren saat ini.

Dan agenda terakhir adalah mengelola perubahan teknologi melalui kepastian keamanan data dan hak privasi individu, serta menyiapkan kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) di birokrasi. Disrupsi birokrasi mendorong transformasi yang lebih cepat dan lebih baik.

Pemerintah Indonesia perlu menjadi pionir bagaimana analitik data raya (big data) yang aktual dapat membantu birokrasi dalam melahirkan kebijakan publik yang efektif dan inklusif. Muaranya adalah pelayanan publik yang prima dan dapat dinikmati dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat.

Indonesia perlu mendorong dan menjadi pionir G20 dalam memperbanyak dan memperluas proyek-proyek nyatanya baik melalui adaptasi dan replikasi praktek-praktek cerdas pada ketiga agenda tersebut. Keterlibatan strategis multi-pihak seperti akademisi, think-tank, swasta, serikat kerja, filantropi, mitra pembangunan, dan organisasi masyarakat sipil perlu disinergikan.

Momentum kepemimpinan Indonesia di G20 dalam dua tahun ke depan jadi ajang pembuktian apakah forum G20 benar-benar memberikan kemaslahatan secara nasional dan global. Jangan menjadi arisan eksklusif yang telah banyak menyita waktu dan anggaran. Pemerintah perlu memastikan keseimbangan dan relevansi dari kerjasama di forum G20.

Bonataon M.T. Vincent Simandjorang

Pengelola Penelitian Lembaga Administrasi Negara RI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×