kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ketika Superman tak digdaya


Rabu, 29 Mei 2019 / 16:39 WIB
Ketika Superman tak digdaya


Reporter: Hendrika Yunapritta | Editor: Tri Adi

Dalam film Superman vs Batman: Dawn of Justice yang dirilis tahun 2016, Superman digambarkan mati. Soalnya, ada Batman dan Catwoman terlihat menghadiri pemakaman yang diperkirakan Superman. Tapi, jauh-jauh hari, para pembuat film ini bilang suatu saat Superman bisa hidup lagi untuk memberantas kejahatan dan menegakkan keadilan.

Nasib Superman di Justice League masih lebih bagus, ketimbang kisah merek Superman di Indonesia. Melalui perseteruan panjang, sejak tahun 2017, Superman milik DC Comics ternyata tak berdaya melawan wafer Superman produksi Marxing Fam Makmur dari Surabaya.

Wafer Superman melakukan pendaftaran merek pada   1993 dan diperpanjang setiap 10 tahun. Belakangan, produsen wafer Superman bekerjasama dengan Siantar Top. Merek Superman ini terdaftar dalam kelas 30 dan 34 untuk jenis wafer, biskuit, beras, dan sagu.

Dua tahun lalu, DC Comics berinisiatif mendaftarkan merek Superman ke Kemenkumham, dan mereka menggugat pembatalan merek wafer Superman ke pengadilan. Selasa (28/5) kemarin, majelis hakim memutuskan untuk tak mengabulkan gugatan itu. Alhasil, Wafer Superman masih bisa terbang.

Rebutan merek terkenal sering terjadi di Indonesia. Bossini milik Burling Limited dari Inggris, misalnya, harus bertekuk lutut pada Bossini kepunyaan Jusi di Tangerang, hingga kasasi. Sengketa di pengadilan berjalan lima tahun, dan Februari 2019 lalu, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) mengabulkan permohonan Bossini Limited untuk membatalkan merek milik Jusi.

Kasus yang terkenal, barangkali Pierre Cardin dari Prancis yang juga tak berdaya melawan merek Pierre Cardin yang didaftarkan seorang pengusaha Jakarta. Pada akhir 2018, majelis PK memutuskan bahwa Pierre Cardin asal Prancis tak berhak mendaftarkan mereknya di Indonesia, lantaran kalah duluan. Putusan diambil dengan dissenting opinion para hakimnya.

Beberapa merek terkenal gagal mendapat pengakuan dari departemen terkait di Indonesia, memang memprihatinkan. Apalagi, dasar hukum untuk pengambilan keputusan, yakni Undang Undang Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sejatinya dibuat untuk melindungi paten, merek, dan hak cipta, agar tidak diserobot serta dibajak pihak yang punya iktikad tidak baik. Ironis karena acapkali bukan perlindungan yang didapat empunya merek terkenal, malah pembatalan, seperti kisah Superman versi DC Comics.♦

Hendrika Yunapritta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×