kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Khittah Perbankan


Rabu, 03 Maret 2021 / 10:47 WIB
Khittah Perbankan
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Suatu ketika saya pernah datang ke sebuah bank besar untuk mengganti kartu. Sedang khusyuk menanti giliran, tampak seorang pria paruh baya masuk ke bank.

Memakai kaus berkerah dan celaba bahan berwarna hitam dan sandal kulit sederhana berwarna hitam, si bapak menenteng sebuah kotak mi instan. Dia dengan tenang langsung menuju ke teller khusus  dan membuka kotak mi instan tersebut. Sales mi instan? Tentu bukan. Isi kotak itu bukan mi instan, melainkan penuh dengan uang berwarna merah bergambar proklamator.

Di era digital, tugas kantor cabang bank sepertinya hanya melayani nasabah dengan setoran besar seperti si bapak tadi. Kalau nasabah kelas ikan cupang seperti saya, cukup dengan layanan digital.

Maka, regulator perbankan terus menggodok aturan bank digital atau neobank. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikabarkan melakukan finalisasi aturan kegiatan usaha bank umum yang mengakomodasi ketentuan bank digital. Salah satunya rencana modal disetor bank digital baru minimal sebesar Rp 10 triliun.

Nah, jika ingin lebih irit, bisa membeli bank yang sudah ada lalu menyulap menjadi bank digital. Ancar-ancar modalnya Rp 3 triliun. Ini seperti Jerry Ng dan kawan-kawan yang membeli Bank Arto lalu mempermaknya menjadi Bank Jago.

Lebih irit lagi adalah bank yang merupakan bagian dari grup. Modalnya hanya Rp 1 triliun. Contohnya adalah Bank Digital BCA.

Di negara lain, permodalan juga menjadi perhatian para pemain yang berancang-ancang bermain di neobank. Line Financial dan Mizuho Bank, setuju menambah investasi dan mengubah struktur manajemen pada Line Bank Preparatory Company. Langkah ini mempersiapkan aplikasi perbankan yang mudah digunakan, terhubung aplikasi Line. Langkah-langkah ini bagian untuk mewujudkan bank baru di Jepang dalam tahun fiskal 2022.

Dalam rilisnya Line menyebut, akan menengembangkan layanan perbankan sejenis di negara-negara lain. Seperti Taiwan dan Indonesia di tahun 2021.

Indonesia pasar yang gurih. Jumlah penduduk besar dan bertumbuh menjadi pemicu. Hanya saja yang perlu mendapat perhatian, investor jangan asal berbisnis bank digital. Namun bagaimana kembali ke khittah bank: menyalurkan kredit menjadikan kredit sebagai darah yang mengalir dan menggerakkan ekonomi. Jangan sekadar beli bank, mempermak jadi bank digital lalu menjual dengan harga lebih tinggi.

Penulis : Ahmad Febrian

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×