kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kompetensi, insentif, dan mengundang investasi


Kamis, 05 September 2019 / 08:52 WIB
Kompetensi, insentif, dan mengundang investasi


Reporter: Harris Hadinata | Editor: Tri Adi

Presiden Joko Widodo kembali bad mood. Dalam rapat terbatas di Kantor Presiden kemarin, presiden yang akrab disapa Jokowi ini mengungkapkan kekesalannya gara-gara investasi yang masuk ke Indonesia kalah banyak dengan negeri tetangga.

Jokowi, sembari menyitir catatan Bank Dunia, menuturkan, ada 33 perusahaan yang keluar dari China dua bulan silam. Dari 33 tersebut, 23 di antaranya memilih pindah ke Vietnam. Sementara sisanya pindah ke Kamboja, Malaysia dan Thailand. Indonesia tidak kebagian.

Jokowi menilai, ini karena membuka bisnis di Indonesia lebih sulit ketimbang di negara tetangga. Ia menyebut, pemindahan pabrik ke Vietnam cuma butuh dua bulan. Sementara di Indonesia butuh waktu yang sangat lama.

Memang, peringkat Indonesia dalam indeks Ease of Doing Business menurun. Di kuartal empat tahun lalu, Bank Dunia mengumumkan peringkat Indonesia turun ke posisi 73, dari posisi 72.

Bandingkan dengan sejumlah negara tetangga. Malaysia menempati peringkat ke-15. Thailand ada di peringkat ke-27. Vietnam ada di peringkat ke-69.

Meningkatkan investasi pebisnis di Indonesia memang jadi salah satu tekad pemerintah Jokowi. Di pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR Agustus lalu, Jokowi menegaskan Indonesia harus bisa mengundang investasi asing sebanyak mungkin agar bisa menciptakan lapangan kerja. Ia juga secara tegas menyebut hal-hal yang menghambat investasi masuk harus dipangkas. Di antaranya, birokrasi yang berbelit.

Pemerintah Jokowi memang banyak memberikan insentif bagi sektor usaha. Baru saja, pemerintah kembali mengungkapkan rencana memberi insentif pajak, termasuk ke perusahaan yang mencatatkan saham di bursa saham.

Tapi, hambatan di dunia usaha juga masih banyak. Bagi investor asing, salah satunya adalah kurs rupiah yang sangat fluktuatif. Kalau mau rupiah kembali stabil, pemerintah harus bisa memperbaiki akun berjalan yang masih defisit.

Masalah lain adalah upah buruh. Seorang analis yang bertemu KONTAN beberapa waktu lalu mengatakan, pengusaha asing ogah membangun bisnis di dalam negeri lantaran biaya buruh tinggi. Sementara, kompetensi dinilai kurang.

Ini membuat penjualan lahan industri melambat. Ini juga yang membuat Indonesia kalah saing dengan negeri tetangga. Jadi, perlu ada penyesuaian antara kompetensi tenaga kerja dengan patokan upah.♦

Harris Hadinata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×