Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Pemerintah Indonesia menargetkan market share keuangan syariah bisa mencapai 20% pada 2023 -2024 nanti. Saat ini market share keuangan syariah masih berada di posisi 8,94%. Sejatinya, perkembangan perbankan syariah masih menunjukkan pertumbuhan yang positif meski melambat.
Untuk memompa pertumbuhan perbankan syariah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mewacanakan penggabungan bank syariah yang merupakan anak usaha dari tiga bank Himbara, yaitu yaitu, PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS), PT Bank BNI Syariah (BNIS), dan PT Bank Syariah Mandiri (BSM), yang diharapkan dapat terjadi pada Februari 2021.
Jika terwujud, penggabungan ini akan menghasilkan satu entitas bank syariah yang menjadi salah satu top bank di dalam negeri bahkan mungkin lebih tepat disebut sebagai big beyond banking+ (BBB+). Indonesia akan memiliki bank syariah terbesar di tanah air, dan akan masuk dalam jajaran bank dengan aset terbesar yang selama ini didominasi oleh bank konvensional. Apabila tiga bank syariah BUMN digabungkan, asetnya akan mencapai Rp 208,7 triliun, berada di posisi ke delapan peringkat aset perbankan di Indonesia.
Bahkan wacana penggabungan tiga bank Syariah milik Pemerintah ini dapat menciptakan persaingan yang fair dengan industri perbankan konvensional. Meskipun begitu, ada beberapa langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa penggabungan bank syariah dapat memenuhi harapan mewujudkan ekonomi yang bernafaskan keadilan di ekonomi a new normal era (ANNE) atau a new abnormal (ANA).
Pertama, transformasi pola pikir. Semua harus betul-betul memahami bahwa bank syariah bukanlah sebatas varian produk dari bank konvensional. Bahwa bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Memang bank konvensional itu lebih dominan dari sisi bisnis, sementara bank syariah dengan konsep bagi hasilnya dan bagi untungnya serta investasinya yang BB+ - (beyond banking+) memiliki prinsip sosial yang berkeadilan, memakmurkan, dan mensejahterakan.
Prinsip syariah tidak mengenal yang namanya bunga, tidak mengenal yang namanya interest rate, melainkan bagi hasil dan bagi untung yang BB+, hal yang mana memberikan fleksibilitas bagi bank maupun nasabahnya (pembiayaan maupun pendanaan), yang semuanya harus diawali dengan akad (kesepakatan).
Berkat prinsip inilah bank syariah unggul dalam menghadapi volatilitas ekonomi, salah satunya seperti yang kita hadapi saat ini di tengah pandemi Covid-19. Resiliensi bank syariah secara konsep dan praktik idealnya relatif lebih kuat dibanding bank konvensional.
Sayangnya keunggulan-keunggulan prinsip perbankan syariah yang membuatnya unik, berbeda dan unggul belum diketahui dan dipahami luas oleh masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, literasi keuangan syariah menjadi salah satu tugas besar pelaku perbankan syariah jika ingin membesarkan ekonomi yang bernafaskan financial justice ini.
Kedua, transformasi teknologi. Penetrasi perbankan syariah perlu dipercepat dengan menggunakan teknologi-teknologi baru. Seperti memaksimalkan digitalisasi teknologi perbankan. Terlebih di ekonomi new ubnormal saat kehidupan banyak orang semakin tidak bisa lepas dari teknologi digital.
Makin banyak orang yang mencari cara paling mudah cepat membuka rekening tabungan tanpa harus meninggalkan rumah. Serta semakin banyak transaksi online dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mulai dari memesan makanan secara online, mencari informasi, hingga membayar tagihan hanya dengan melalui smartphone masing-masing.
Ketiga, untuk mencapai kedua transformasi tadi maka dibutuhkan SDM perbankan syariah yang kuat. SDM yang selalu mencari inovasi baru, SDM yang gesit menangkap peluang, SDM yang tahan banting menghadapi tantangan.
Sebab tidak akan mudah untuk mendorong penetrasi keuangan syariah. Diperlukan edukasi secara intens dan menghadirkan produk syariah yang beragam dan kompetitif. Jika tidak, maka potensi besar dari sisi investasi keuangan syariah tidak akan tergarap secara maksimal.
Terlebih saat ini nasabah bank syariah itu tidak hanya yang Muslim, tetapi juga non-Muslim. Sebab konsep keuangan syariah itu bersifat universal bagi semesta alam (rahmatan lil alamin). Produk ekonomi dan keuangan syariah sebagaimana produk dalam industri halal harus muslim friendly dan juga non-muslim friendly.
BRIsyariah sejak didirikan pertama kali dengan nama dan cara yang yang lain pada tahun 1969 telah menempuh sejumlah transformasi business model dan cara pandang. Semangat transformasi bahkan sudah menjadi budaya di keluarga besar BRIsyariah.
Tiga langkah tersebut yang diterapkan BRIsyariah berbuah manis. PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS) mencetak kinerja positif sepanjang kuartal I-2020. Perseroan membukukan laba bersih melonjak hingga 150% secara year on year (YoY) dalam tiga bulan pertama tersebut. Mengutip laporan keuangan BRIS yang diterbitkan pada Senin (4/5), perseroan tercatat mengantongi laba bersih senilai Rp 75,15 miliar pada kuartal I 2020. Sedangkan di periode yang sama tahun sebelumnya hanya berhasil membungkus keuntungan senilai Rp 30,05 miliar.
Pertumbuhan tersebut sejalan dengan peningkatan pendapatan setelah distribusi bagi hasil 43,19% menjadi Rp 690,04 miliar dari Rp 481,9 miliar pada triwulan pertama tahun 2019. Pembiayaan BRIsyariah mencapai Rp 28,52 triliun atau tumbuh 26,1 % dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 22,6 triliun.
Rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) bank syariah ini menurun. Secara gross turun jadi 5% dari 5,68% pada kuartal I-2019, dan secara net turun dari 4,35% jadi 2,95%.
Momentum angin segar
Tentunya kita semua perlu bersabar menantikan elaborasi dari pemerintah tentang wacana penggabungan bank syariah. Terlebih Pemerintah harus melakukan itu semua dalam situasi masih menghadapi pandemi Covid-19.
Namun dapat dikatakan bahwa dengan memperkuat perbankan syariah, maka pemerintah berada di jalur yang tepat untuk memperkuat ekonomi Indonesia yang berkeadilan. Sebab data menunjukkan bahwa potensi besar ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi sumber pertumbuhan baru yang inklusif, berkelanjutan, dan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan.
Bahkan jika kita sigap dan bersiap dengan matang, maka sangat mungkin penguatan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia dapat menjadi panutan bagi sistem ekonomi dunia. Itu artinya menjadikan Indonesia sebagai pemenang dalam perlombaan memajukan ekonomi di era a new normal atau a new abnormal.
Penulis : Muhammad Gunawan Yasni
Anggota Dewan Pengawas Syariah Bank BRI Syariah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News