kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsumsi Tempe


Rabu, 18 November 2020 / 13:25 WIB
Konsumsi Tempe
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Selama pandemi korona, rupanya, konsumsi tempe naik cukup signifikan. Hal ini tampak dari catatan Kementerian Pertanian, yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI Selasa (17/11) kemarin. Impor kedelai, menurut catatan tersebut, selama Januari-September 2020 adalah 5,71 juta ton. Angka itu naik, ketimbang impor periode yang sama tahun lalu, yakni 5,12 juta ton. Impor bawang putih juga naik jadi 381 ribu ton, dari 261 ribu ton.

Di lain pihak, impor jagung, singkong, dan gandum turun. Impor gandum, misalnya, tercatat 8 juta ton selama Januari-September 2020, sedangkan tahun lalu 8,37 juta ton. Jika selama pandemi dan berdiam di rumah saja, banyak orang jadi suka membuat roti sendiri, hal itu ternyata tidak lantas mendongkrak permintaan gandum.

Sebaliknya terjadi pada kedelai dan bawang putih. Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, banyak pengrajin tempe yang justru berjaya selama pandemi korona. Misalnya, pengrajin tempe di Nusa Tenggara Barat, yang mengalami kenaikan permintaan antara 10% sampai 50% pada tahun ini. Mereka menduga, hal itu terkait dengan melemahnya daya beli, sehingga orang lebih pilih mengkonsumsi tahu tempe, ketimbang lauk jenis lain. Lagipula, harga tahu tempe tidak fluktuatif, layaknya telur atau ayam. Meski permintaannya naik, para pengrajin di NTB mengaku tak kesulitan mendapatkan bahan baku. Mereka menggunakan kedelai impor.

Kenaikan impor kedelai ini membuat pemerintah waspada. Kementerian Pertanian sudah menyusun usulan kebijakan pengendalian impor sejumlah pangan strategis, agar tidak melonjak. Salah satu tujuannya untuk menjaga kesejahteraan petani. Kebijakan ini, misalnya, komoditas seperti kedelai masuk dalam kelompok barang yang dilarang atau dibatasi impornya. Atau dikenakan bea masuk. Selama ini, bea masuk kedelai 0%.

Para pengrajin tahu tempe memang lebih suka pakai kedelai impor. Alasannya banyak. Misalnya, ukuran kedelai lokal tidak seragam dan kurang bersih, karena kulit ari kedelai lokal sulit terkupas. Waktu jadi tempe, pengukusannya akan lebih lama karena lebih keras. Padahal, kedelai lokal lebih enak dan bukan benih transgenik.

Karena permintaan kedelai lokal sedikit, tak banyak pula petani menanamnya. Maka, jika nanti Pemerintah mengambil kebijakan pembatasan, jangan sampai berbalik malah merugikan pengrajin atau konsumen tahu tempe.

Penulis : Hendria Y.

Managing Editor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×