Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat publik terperangah. Dalam dua pekan, dua menteri ditetapkan menjadi tersangka. Masyarakat berang, para pejabat yang didapuk untuk membantu tugas presiden bermain mata, menggelapkan uang negara.
Bila melihat jauh ke belakang, tidak sedikit pejabat pemerintah yang bertindak korup. Korupsi seakan-akan menjadi ajang bagi para pejabat pemerintah untuk menarik kompensasi, terutama yang terjadi di kalangan wakil rakyat. Untuk mendapatkan kursi, mereka perlu mengeluarkan modal. Ketika sudah menjabat, upaya untuk mengembalikan modal ituyang tentunya disertai keuntungan lebih besaryang akhirnya dilakukan lewat korupsi, juga kolusi.
Hal itu melahirkan tanya, apakah demokrasi yang kita anut selama ini, yang membuat wakil-wakil rakyat mendapat kursi empuk di pemerintahan, sebenarnya memang telah diberi tiket untuk bertindak korup? Korupsi begitu susah dihapus di bangsa ini.
Nurcholis Madjid (dalam Ghazali, 1998:109), beberapa puluh tahun silam menyatakan, Korupsi yang berjangkit pada birokrasi kita sedemikian parah. Karena ketika korupsi terjadi di kalangan birokrat, dan muncul suara kritis mempertanyakan, selalu ditanggapi dengan sikap antidialog. Karena dalam budaya priyayi tidak mengenal kritik.
Untunglah zaman sudah berubah, sekarang kritik lebih bisa diterima. Namun, banyaknya kasus korupsi yang terjadi pun tidak serta-merta membuat publik menyadari, bahwa jabatan yang diperoleh dari kepercayaan masyarakat rentan diselewengkan. Tiap ada perhelatan pemilu, banyak orang ingin menjadi wakil rakyat. Padahal, untuk mengembalikan modal disertai profit yang besar, ada jalan yang lebih baik untuk ditempuh: investasi, bukan korupsi.
Investasi dan belajar
Lo Kheng Hong, investor kenamaan dalam negeri, dalam beberapa kesempatan pernah mengisahkan profitnya yang hingga ribuan persen di beberapa emiten. Ia juga pernah berkata, Jadi koruptor, biar pun cuma korupsi kecil-kecil, nanti juga tertangkap. Mending jadi investor saja, duitnya lebih banyak, enggak ditangkap lagi (Kontan, 28 April 2019).
Tentu, jumlah keuntungan yang besar itu bisa didapatkan dari modal yang juga tidak kecil. Karena itulah berinvestasi sejak usia muda itu perlu. Modal kecil yang diinvestasikan sejak muda dapat bertumbuh, hingga pada suatu masa menjadi besar dan terus membesaritulah yang juga merupakan bagian dari konsep compound interest (bunga berbunga) dalam investasi.
Kita patut bersyukur, masyarakat kini makin paham tentang investasi. Hal itu ditunjukkan dari melesatnya SID (Single Investor Identification) yang menjadi bukti bahwa seseorang terdaftar sebagai investor di pasar modal. Pada akhir tahun ini jumlah SID mencapai tiga juta lebih, naik tiga kali lipat selama tiga tahun terakhir, walaupun jumlah itu masih kecil bila dibandingkan jumlah masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Namun, investasi tidak melulu soal uang. Dalam sebuah kesempatan, Warren Buffett pernah mengatakan, "...the best investment you can make is in yourself. Investor dari Omaha yang disegani di seluruh dunia itu mulai belajar menginvestasikan uangnya pada umur sebelas tahun. Pemahamannya tentang investasi dalam bidang lainbukan melulu soal uangdapat kita pelajari dari kisah hidupnya.
Dalam film berjudul Becoming Warren Buffett, Warren Buffett mengisahkan tentang ijazah S1 ataupun S2-nya yang tidak dipajang di ruang kerjanya, tapi malah memajang sertifikat yang berasal dari sebuah lembaga pelatihan atau kursus berbicara di depan publik dari Dale Carnegie.
Ia mengisahkan bahwa ketika berada di SMA atau kuliah sering mengalami kesulitan berbicara di depan umum. Kursus itu pun dianggapnya berjasa dalam meningkatkan kemampuannya berbicara di depan publik dan mengajar, dua aktivitas yang berperan besar dalam membangun bisnisnya.
Warren Buffett menganggap penting sesuatu yang berjasa besar mengubah hidupnya. Pada hal itulah dia berinvestasi. Sementara banyak orang mungkin selama ini lebih berfokus pada selembar ijazahatau katakanlah foto wisudapadahal ijazah itu mungkin tidak digunakan dalam kehidupannya. Ada juga yang mungkin merasa bangga pernah berkuliah atau menamatkan pendidikan di suatu tempat yang bergengsi, tapi sebenarnya kehidupannya tidak benar-benar dibangun dari situ. Iwan Fals pernah menyindir di lagu berjudul "Teman Kawanku Punya Teman" tentang keberadaan ijazah: "Ada di ruang tamu hiasan lambang gengsi, tinggal membeli tenang sajalah."
Sudah barang tentu, pendidikan formal merupakan investasi ketika seseorang membangun kehidupannya dari situ. Namun, berinvestasi pada diri sendiri yang Warren Buffett maksudkan adalah bagaimana seseorang mengembangkan minat, pengetahuan, dan kecakapan yang dapat membuat orang itu mencapai tujuan hidupnya. Bagi Warren Buffett hal itu adalah kecakapan berbicara di depan publik. Itulah bentuk lain investasi yang selama ini mungkin jarang dibahas.
Pada masa kini, berbagai kemudahan telah tersedia bagi kita untuk mengembangkan diri. Seorang kawan saya yang tidak pandai bermain gitar, hanya dengan belajar tekun dari Youtube, dalam waktu beberapa bulan sudah cukup mahir mengiringi lagu anak-anak yang sederhana. Buku, majalah, video tutorial, dan sebagainya yang kita perlukan untuk mengembangkan diri tersedia melimpah ruah.
Kesediaan kita untuk belajar melalui berbagai fasilitas di sekitar kita sebenarnya merupakan sebentuk investasiuntuk mengembangkan diri sendiri menjadi lebih baik. Begitu juga dalam perihal investasi keuangan. Uang yang kita peroleh dari hasil bekerja kita sisihkan untuk investasi. Pada suatu waktu, uang yang kita investasikan itu akan bertumbuh menjadi besar, bisa kita gunakan untuk berbagai hal.
Tiap tanggal 9 Desember seluruh dunia memperingati Hari Anti Korupsi. Salah satu cara untuk membuat masyarakat menjauhi korupsi adalah dengan berinvestasi. Tentu, kalau investasi yang dilakukan adalah investasi keuangan, seseorang perlu menyediakan waktu untuk belajar juga, tidak tergiur dengan investasi - investasi bodong yang menawarkan profit fantastis dalam waktu singkat.
Korupsi membuat manusia malas bekerja, investasi membuat manusia suka belajar. Korupsi menggerogoti daya hidup, karena manusia jadi tidak menggali potensi dirinya; investasi membuat manusia menyadari, bahwa untuk mencapai suatu tujuan tertentu ada yang harus dipelajari.
Penulis : Sidik Nugroho
Esais dan Praktisi Pasar Modal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News