kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kuliner yang berperadaban tinggi


Selasa, 23 Juli 2019 / 09:00 WIB
Kuliner yang berperadaban tinggi


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Perjumpaan dua tokoh sentral pada Pilpres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto belum lama ini sudah patut mendapat apresiasi. Sebagai ucapan syukur atas perjumpaan itu, semakin bermakna dengan diakhiri makan siang bersama. Hal ini mengingatkan kita akan tradisi luhur di Indonesia akan ucapan syukur atas suatu hal dengan mengadakan makan bersama. Di Jawa dikenal dengan bancakan, di Bali namanya adalah megibung dan di daerah lainnya memiliki nama yang berbeda-beda. Tetapi maknanya sama yaitu ucapan syukur dengan makan bersama.

Situasi serupa tampak pada perjumpaan Jokowi dan Prabowo pada Sabtu (13/7). Menu tradisional, salah satunya sate, dan jajanan tradisional, menjadi hidangan yang disantap di pertemuan makan bersama yang bersejarah itu. Di ranah ini, patut menjadi cerminan pada kehidupan sehari-hari, dialog dan solusi bisa dilakukan secara berbudaya di meja makan.

Tradisi makan bersama, aneka ragam bahan pangan dan cita rasa kuliner Nusantara yang beragam, menjadikan makanan Nusantara sebagai elemen budaya yang penting di negeri ini. Untungnya fakta itu diserap oleh negara dengan mengidentifikasi kuliner Nusantara sebagai salah satu bagian penting dari 14 industri kreatif.

Semasa dimensi ekonomi kreatif di bawah satu payung dengan Kementerian Pariwisata pada kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah diidentifikasi 30 ikon kuliner yang diperkenalkan kepada masyarakat internasional. Daftar 30 ikon tersebut adalah Ayam Panggang Bumbu Rujak Yogyakarta, Gado-gado Jakarta, Nasi Goreng Kampung, Serabi Bandung, Sarikayo Minangkabau, Es Dawet Ayu Banjarnegara, Urap Sayuran Yogyakarta, Sayur Nangka Kapau, Lumpia Semarang, Nagasari Yogyakarta, Kue Lumpur Jakarta, Soto Ayam Lamongan, Rawon Surabaya, Asinan Jakarta, Sate Ayam Madura, Sate Maranggi Purwakarta.

Ada pula Klappertaart Manado, Tahu Telur Surabaya, Sate Lilit Bali, Rendang Padang, Orak-arik Buncis Solo, Pindang Patin Palembang, Asam Padeh Tongkol Padang. Nasi Liwet Solo, Es Bir Pletok Jakarta, Kolak Pisang Ubi Bandung, Ayam Goreng Lengkuas Bandung, Laksa Bogor, Kunyit Asam Solo, serta Tumpeng juga masuk daftar tersebut.

Dari 30 ikon kuliner yang telah terpilih, tumpeng ditetapkan sebagai ikon kuliner nasional. Hal ini dikarenakan tumpeng yang berupa nasi gurih berbentuk kerucut dapat ditambah dengan berbagai macam makanan pendamping sehingga tidak menutup kemungkinan ikon kuliner lainnya disajikan bersama tumpeng. Ikon kuliner sendiri ditetapkan berdasarkan tiga kriteria. Yakni dari ketersediaan bahan baku yang mudah didapat, lantas kuliner tersebut telah dikenal oleh masyarakat luas, dan yang terakhir adalah ada pelaku profesional di kuliner tersebut.

Sementara itu, survei terhadap 100 orang di seluruh wilayah Indonesia oleh Omar Niode Foundation diperoleh kesimpulan bahwa jenis makanan yang paling disukai masyarakat Indonesia adalah gado-gado, gudeg dan empek-empek. Selain itu, minuman yang paling digemari orang kita adalah cendol, wedang jahe dan bajigur. Sedangkan untuk kudapan atau camilan yang paling disukai adalah martabak.

Peradaban tinggi

Pesan moral yang implisit dalam pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT yang berakhir di meja makan adalah tersampaikannya pesan akan peradaban tinggi di Indonesia. Sebulan lalu, ibu kota negara, Jakarta, merayakan hari jadi yang ke-492. Kemajuan sektor transportasi menjadi wajah baru di Ibukota negara ini.

Pada peresmian MRT, Selasa (19/3), Presiden Jokowi menyatakan perlunya seluruh masyarakat membangun peradaban baru. Mulai dari budaya antre, bagaimana masuk ke MRT dan tidak terlambat serta tidak terjepit pintu saat akan masuk atau keluar MRT.

Kini, pernyataan kepala negara tersebut seakan dikuatkan dengan sikap nyata membangun rekonsiliasi dengan lawan politik pasca-pemilu. Betapa membangun peradaban baru tersebut tidaklah mudah, khususnya menyangkut kebiasaan perilaku baru di masyarakat.

Pernah beredar foto viral di sosial media, perilaku pengguna MRT yang tidak tertib dan memanfaatkan stasiun MRT tidak pada tempatnya. Tradisi mengantre dan memanfaatkan hasil pembangunan dengan cara yang pantas, merupakan elemen pokok yang teramat penting bagi peradaban bangsa. Ketiadaan budaya mengantri berdampak negatif di kehidupan sosial, terjadinya kecelakaan lalu lintas dan jatuhnya korban yang selayaknya tidak perlu terjadi.

Mentalitas baru yang terkoneksi dengan peradaban baru mensyaratkan kemauan masyarakat untuk belajar dengan tata aturan baru, khususnya dengan bijak menggunakan kemajuan infrastruktur. Dalam penggunaan jalan tol misalnya, dibutuhkan kesadaran untuk berkendara dengan kecepatan yang sesuai aturan, pengecekan kesiapan kendaraan sebelum melintas, termasuk kesiagaan pengendara. Kebiasaan ini juga untuk membangun peradaban baru tersambungnya semua daerah di Jawa dalam jalan tol trans Jawa sepanjang lebih dari 1.000 km.

Demikian halnya pentingnya membangun peradaban baru dengan selalu melakukan rekonsiliasi dan berdialog, mengupayakan perdamaian dan persatuan di atas segala-galanya, menjadi simbol tingginya peradaban bangsa. Hal ini paralel dengan membangun peradaban MRT sebagai latihan bersama membangun mentalitas berperadaban maju.

Peradaban baru yang mengindahkan budaya dan praktik fair play, penting diteladankan oleh para elite. Di ranah ini, dua tokoh sentral yang berlaga pada Pilpres 2019 yang baru saja berlangsung berhasil menunjukkan apa yang ditulis Budayawan, Sindhunata (2002), sebagai kekalahan yang justru kerap kali dapat dikenang manis oleh para saksi penonton sebagai permainan yang indah. Menggunakan ilustrasi permainan sepak bola yang tidak semata-mata bagaimana pelatih memiliki strategi yang efektif untuk para pemainnya supaya bisa menang, tetapi bagaimana mereka menyajikan hiburan yang menegangkan sekaligus menyenangkan kepada pemirsa.

Para pendahulu bangsa kita dengan berbagai latar belakang budaya telah mewariskan tradisi luhur makan bersama. Yang menjadi ungkapan rasa syukur dan kegembiraan, sekaligus menjadi simbol tingginya peradaban bangsa. Demikian halnya dengan rakyat Indonesia yang merasa telah terhibur, bergembira, bersyukur, berlinang air mata haru dan tentu saja bangga atas perjumpaan bersejarah Jokowi-Prabowo akhir pekan lalu dengan makan siang bersama.

Dewa Gde Satrya
Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×