kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kuncinya Transparansi


Selasa, 05 November 2019 / 08:15 WIB
Kuncinya Transparansi


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Rancangan APBD DKI Jakarta DKI 2020 berhasil bikin heboh warga Ibu Kota dalam beberapa hari terakhir. Meski sudah tidak bisa diakses publik dalam laman APBD DKI Jakarta, isu ini sudah terlanjur viral.

Bahkan, polemik anggaran ini sudah memakan korban, yakni dengan mundurnya dua pejabat Pemprov DKI Jakarta. Mereka adalah Kepala Bappeda Sri Mahendra Satria Wirawan dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Edy Junaedi.

Sedikit mengingatkan, topik ini mencuat setelah Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mempertanyakan soal anggaran yang dianggap tidak wajar. Ada lima hal yang paling disorot dalam hal ini. Pertama, anggaran lem Aibon yang mencapai Rp 82,8 miliar. Kedua, anggaran pengadaan ATK pulpen Disdik Jakarta Rp 123,8 miliar.

Ketiga, anggaran jasa promosi atau influencer pariwisata ibu kota senilai Rp 5 miliar. Keempat, anggaran pengadaan komputer/PC senilai Rp 121 miliar. Kelima, anggaran pembangunan septic tank komunal senilai Rp 166,2 miliar.

Merespons kasus ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung memanggil sejumlah dinas yang mengusulkan anggaran. Anies juga menyalahkan sistem yang ada.

Dia menjelaskan, meskipun saat ini Pemprov DKI menggunakan sistem digital, pengecekannya tetap manual sehingga banyak anggaran janggal yang lolos. Menurut Anies, sistem itu seharusnya bisa dilakukan dengan smart system, yakni sistem yang memiliki berbagai algoritma tertentu untuk mendeteksi anggaran yang janggal.

Namun, dari kasus ini, ada satu hal yang menjadi pertanyaan publik, yaitu masalah transparansi. Biasanya, rencana anggaran selalu diunggah Pemprov DKI Jakarta ke dalam situs apbd.jakarta.go.id setiap tahun. Namun tidak dilakukan tahun ini. Anies beralasan, dirinya sengaja tidak membuka anggaran ke publik hingga pembahasan dengan anggota DPRD Jakarta selesai dilakukan.

Padahal, idealnya, rancangan anggaran harus dibuka sejak tahap perencanaan karena menyangkut dengan dana publik. Dengan demikian, warga bisa mengontrol sekaligus mengkritisi jika memang ada anggaran yang dinilai 'ajaib'.

Kontrol ini sekaligus bisa mempermudah tugas Pemprov DKI Jakarta dalam mengawasi anggaran-anggaran yang janggal yang katanya masih diperiksa secara manual. Jika semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengawasan, tentu kesempatan untuk penyelewengan dana anggaran semakin kecil.

Penulis: Barratut Taqiyyah Rafie

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×