kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kurnia Toha, Ketua KPPU: Sebelum merger, harus melapor ke KPPU


Rabu, 20 Juni 2018 / 17:38 WIB
Kurnia Toha, Ketua KPPU: Sebelum merger, harus melapor ke KPPU


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Mesti Sinaga

Komisoner KPPU sudah mulai bekerja. Awal Mei lalu, Presiden Joko Widodo melantik sembilan anggota komisioner KPPU periode 2018–2023 di Istana Negara.

Dari sembilan orang itu, Kurnia Toha ditunjuk sebagai ketua KPPU. Nama Kurnia sendiri sudah tidak asing dalam dunia persaingan usaha. Akademisi dari Universitas Indonesia (UI) ini seringkali menjadi pengamat hukum persaingan usaha. Dia juga kerap jadi saksi ahli dalam sidang perkara di KPPU.

Di bawah kepemimpinannya, Kurnia menyebutkan, ada beberapa program yang akan menjadi prioritas. Termasuk mengajukan amandemen Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tujuannya, untuk memperkuat KPPU.

Nah, seperti apa persisnya rencana KPPU itu? Wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringoi mewawancarai Kurnia, Kamis (17/5) lalu, di kantornya.
Berikut nukilannya:

KONTAN: Apa saja yang akan jadi fokus KPPU selama lima tahun ke depan?
KURNIA:
Mengacu UU Nomor 5 tahun 1999, pertama, perlindungan kepentingan umum menjadi fokus lima tahun ke depan. Ada bidang pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, ekonomi digital, dan otomotif.

Kedua, efisiensi ekonomi nasional terutama di sektor logistik dan information and communication technologies (ICT).

Ketiga, sektor-sektor utama untuk pendukung, seperti keuangan, perbankan, energi, dan sumber daya alam. Keempat, industri mendukung kesempatan berusaha untuk industri kecil, seperti makanan dan minuman, ritel, serta usaha kecil menengah (UKM).

Ini yang menjadi fokus kami. Kami juga mendukung sepenuhnya amandemen UU Persaingan Usaha. Mengapa ini penting? Seiring berjalannya waktu, sejak tahun 1999, undang-undang ini sudah berusia tua sekali. Terdapat hal-hal yang perlu perbaikan dari UU itu.

KONTAN: Bagian mana yang perlu diamandemen?
KURNIA:
Ada beberapa hal yang perlu untuk dimasukkan dalam revisi UU Persaingan Usaha. Ada soal subjek atau pelaku usaha yang bisa diperiksa.

Dalam undang-undang yang sekarang, hanya pelaku usaha yang didirikan atau berpraktik di dalam negeri yang bisa diperiksa. Padahal, praktik dalam hukum internasional bukan hanya di dalam negeri, tapi yang ada di luar negeri bisa juga berdampak ke dalam negeri.

Negara seperti Singapura dan Malaysia sudah memberlakukan aturan main itu. UU Persaingan Usaha kita masih mengatur pemain lokal saja.

Padahal, persaingan bukan hanya dalam negeri, sudah kawasan hingga global. Karenanya, kami tidak mau perusahaan kita diperiksa di luar negeri, namun perusahaan asing tidak bisa diperiksa di sini, di dalam negeri.

KONTAN: Memang, sudah ada perusahaan kita yang diperiksa karena persaingan usaha di luar negeri?
KURNIA:
Sampai saat ini memang belum ada. Tapi, karena sudah diatur di banyak negara, bisa saja ada kemungkinan seperti itu. Di Amerika Serikat dan Eropa sudah biasa melakukan hal itu. Ada perusahaan Amerika Serikat diperiksa di Eropa atau sebaliknya.

KONTAN: Soal aturan sanksi di UU Persaingan Usaha, apakah akan direvisi juga?
KURNIA:
Iya, selama ini, kan, nilai sanksi mulai Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar. Padahal, perkara yang kami tangani tidak dibatasi. Bisa saja kerugian akibat praktik persaingan usaha tidak sehat tak sampai Rp 1 miliar, bisa saja di bawah itu. Makanya, kami usulkan, sanksi memakai persentase nilai penjualan dari pelanggaran.

Kami juga mengusulkan ada program liniensi. Usulan program ini muncul karena kesulitan kami mencari bukti. Program itu memberikan keringanan hingga pengampunan total.

Dengan catatan, pelaku usaha yang menjalankan kartel atau tindakan pelanggaran hukum persaingan usaha mau membuka semua. Di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namanya justice collaboratory.

Lalu, mengenai alat bukti. UU Persaingan Usaha membatasi keterangan ahli dan saksi, dokumen atau surat, petunjuk dan keterangan kalangan usaha. Tanpa menjelaskan lebih detail lagi soal alat bukti tersebut.

Dalam praktiknya, sering terjadi perdebatan terutama mengenai petunjuk. Sebab, petunjuk jadi pembuktian kesimpulan akhir untuk mendapatkan dua alat bukti lain. Padahal, dalam hukum persaingan usaha, ada yang namanya bukti-bukti tidak langsung. Misalnya, bukti ekonomi dan informasi.

Dalam praktik di hukum persaingan usaha, bukti tidak langsung tersebut cukup banyak terjadi. Contoh, penetapan harga bersama oleh para pelaku usaha.

Dalam perjanjian, penetapan harga tidak akan ada. Itu biasanya muncul dalam rapat-rapat. Memang, ada bukti terjadi rapat antarpelaku usaha tapi tidak tahu apa yang dibicarakan.

Namun, beberapa hari sesudah rapat itu, ada harga yang sama. Padahal, harga bahan bakunya naik, jumlah konsumennya naik, dan variabel harga lainnya berubah. Ini kenapa bisa sama harganya. Dalam dunia internasional, sudah dikenal bukti tidak langsung.

Ada juga soal premerger notification. Dalam aturan kita, pasca merger baru memberitahu ke KPPU. Padahal seharusnya, sebelum merger harusnya itu dilaporkan dulu. Ini, kan, berbahaya, sudah menyatu, dan ketika diperiksa melanggar persaingan usaha maka harus dibubarkan.

Ongkos ekonomi menjadi bertambah. Ini juga tidak baru dalam hukum persaingan usaha internasional.

KONTAN: Tanpa perlu revisi undang-undang, apakah pelaku usaha mau melakukan pelaporan merger itu?
KURNIA:
Pengusaha kita memang masih berpikir berbeda. Nanti kami jelaskan lagi, karena ini sebenarnya untuk melindungi kepentingan pengusaha dalam negeri juga.

Kalau ada perusahaan asing mau masuk dan merger dengan salah satu perusahaan lokal, lalu ada pelanggaran persaingan usaha yang terbukti, maka perusahaan lokal juga terlindungi.

KONTAN: Tapi, tanpa revisi undang-undang yang bakal memperkuat posisi KPPU, pengusaha mengaku selama ini terganggu dengan sepak terjang lembaga ini. Bagaimana pandangan Anda?
KURNIA:
KPPU, kan, mitra pemerintah dan pengusaha. Kami ingin semua perusahaan yang berusaha di dalam negeri menjadi perusahan yang unggul, melakukan persaingan yang sehat dan jujur. Seharusnya, kami sejalan dengan ini. Karena perusahaan yang unggul dan jujur berpotensi mendapatkan konsumen yang banyak.

Tetapi, kalau dia melanggar, mau tidak mau, kami turun tangan sesuai tugas kami, supaya perusahaan bisa bersaing dengan sehat. Jika bersaing sehat, maka akan berjalan fair.

Kalau kualitas barang lebih bagus, akan dipilih oleh konsumen. Maka harus ada inovasi, peningkatan kualitas barang, kasih servis yang baik, dan memberikan harga yang kompetitif.

Kalau kami dianggap seperti musuh, malah timbul pertanyaan, pengusaha fair atau tidak. Kalau pengusaha yang jujur akan berpihak ke KPPU. Sebenarnya tujuan kami sama.

KONTAN: Sekarang, kan, banyak model bisnis teknologi digital, apakah KPPU sudah siap menghadapinya?
KURNIA:
Itu memang jadi fokus kami juga. Makanya, kami sudah ada tim khusus untuk memantau pergerakan dari perusahaan berbasis digital. Kami bisa periksa tanpa ada laporan dari masyarakat. Asalkan, bukti awalnya sudah kuat.

KONTAN: Cuma yang menjadi masalah, keputusan KPPU sering dibatalkan di pengadilan negeri atau MA?
KURNIA:
Sebenarnya, kalau dilihat persentase, lebih banyak keputusan kami yang dikuatkan pengadilan dan MA, hingga 65% lebih. Tapi, kami memang sedang memperkuat beracara di pengadilan termasuk di KPPU sendiri.

Kami memang ingin lebih terbuka lagi dalam beracara. Karena mulai pemeriksaan hingga pengadilan, itu semua kami yang memegang.

KONTAN: Katanya, soal kelembagaan juga meminta Presiden untuk mengubah?
KURNIA:
Ini juga menjadi keresahan kami, soal kejelasan status pegawai KPPU. Banyak karyawan kami hampir semuanya kontrak. Padahal, biaya kerja kami dari APBN tapi status pegawai kontrak.

Ini tidak mendukung kerja kami, jadi tidak efisien. Karyawan idealis kami jadi kabur. Ini juga tidak melindungi karyawan kami saat melakukan pemeriksaan.      

◆ Biodata

Riwayat pendidikan:
■     Sarjana Hukum Universitas Indonesia  
■     PhD dari University of Washington School of Law
                                   
Riwayat pekerjaan:
■     Ketua Tim Independen untuk Reformasi Birokrasi Nasional
■     Ketua Pengembangan Badan Pertanahan Nasional dan Bank Pembangunan Asia dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah dan Amandemen UU Nomor 5 Tahun 1960   
■     Sekretaris Badan Pertanahan Nasional dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Pembangunan untuk Kepentingan     Umum     
■     Pengajar Program Pelatihan untuk Para Hakim Muda Kementerian Kehakiman                   
■     Dosen Universitas Indonesia
■     Dosen Universitas Al Azhar Indonesia                                             
■     Dosen Sekolah Tinggi Hukum Militer                                              
■     Dosen Universitas Atma Jaya, Jakarta                                                                                           
■     Ketua KPPU 

** ** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 21 Mei - 27 Mei 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Sebelum Merger,
Harus Melapor ke KPPU"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×