kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,35   16,58   1.84%
  • EMAS1.325.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kusutnya negeri ini


Selasa, 26 Februari 2019 / 13:04 WIB
Kusutnya negeri ini


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Tri Adi

Semakin mendekati hari H, pemilihan umum yang katanya pesta demokrasi makin terlihat seperti cita-cita di langit. Panasnya persaingan para calon presiden dan pasangannya, membuat perseteruan berlarut-larut antar pendukung yang terjadi di berbagai tempat dan media. Dugaan saya, tidak akan berhenti sampai pilpres ini usai. Bahkan bisa saja sakit hati para pendukung masing-masing calon itu terus terbawa seumur hidupnya.

Perseteruan pun tak hanya melibatkan orang per orang atau organisasi masyarakat, tapi juga melibatkan para kepala daerah. Misalnya saja, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga mempersoalkan Gubernur Jawa Tengah dan 31 bupati/walikotanya yang dianggap terang-terangan mendukung Jokowi-Maruf. BPN juga menilai para pemimpin daerah yang mendukung Prabowo-Sandi selalu dipermasalahkan Banwaslu, padahal pemimpin daerah pendukung Jokowi-Maruf tidak pernah dipersoalkan.

Sebagai petahana, Jokowi-Maruf tentu akan mendapatkan banyak tuduhan seperti itu. Tapi untuk para pemimpin daerah, semuanya menjadi dilema. Sebagai kepala daerah yang menjadi bagian negeri ini, mereka memang harus mematuhi sang presiden. Di satu sisi mereka memang politisi yang tergabung dalam salah satu partai, tapi di sisi lainnya mereka dipilih langsung dan mendapatkan amanat untuk memimpin daerahnya.

Jadi kalau misalnya saja, di Pemilu nanti pasangan No 2 memenangkan pemilu, saya tidak membayangkan kesulitan apa yang akan dihadapi daerah-daerah yang kepala daerahnya mendukung paslon No 1. Seperti diketahui hanya ada 4 gubernur yang mendukung Prabowo-Sandi yaitu DKI Jakarta, Kepulauan Bangka-Belitung, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Timur.

Saya ingat, kurang lebih dua dekade lalu desentralisasi diusung untuk membuat kekuasaan di daerah lebih besar. Argumen pamungkasnya, semakin dekat penguasa dengan rakyatnya (secara fisik) maka penguasa itu akan bisa mengurusi rakyatnya dengan lebih baik.

Setelah 19 tahun UU Otonomi Daerah berlaku, saya melihat memang ada beberapa kota/ kabupaten yang mengalami kemajuan luar biasa berkat pemimpin daerahnya. Tapi saya juga melihat lebih banyak kota/ kabupaten yang menjadi rusak, berantakan, dan berjalan tanpa arah. Nah sekarang semua kerumitan itu akan ditambahi dengan pilihan calon presiden sang pemimpin daerahnya. Jadi sebenarnya kita mau ke mana?♦

Djumyati Partawidjaja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×