kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lampu kuning ekonomi


Senin, 20 Mei 2019 / 13:50 WIB
Lampu kuning ekonomi


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi

Genderang perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali menggelora sepekan terakhir. Kali ini Indonesia terang-terangan menyatakan khawatir dampaknya bakal mengganggu perekonomian nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut ada kecenderungan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 lebih rendah. Dampaknya ekspor Indonesia melorot, sehingga terjadi defisit hingga US$ 2,5 miliar pada bulan April 2019 dan US$ 2,56 miliar sepanjang empat bulan pertama 2019.

Menkeu menggambarkan situasi ini mirip dengan kondisi 2014-2015, saat ekspor dan impor sama-sama turun. Ekspor komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batubara sedang lesu. CPO menghadapi hambatan ekspor dan diskriminasi oleh Uni Eropa, dan tarif tinggi di India. Sementara China mengurangi impor batubara dari Indonesia lantaran ekonomi negeri itu lesu.

Perang dagang raksasa ekonomi dunia tidak cuma mengganggu perdagangan. Lesunya ekspor berdampak pada aktivitas manufaktur di dalam negeri. Walhasil setoran pajak juga ikut lesu.

Pertumbuhan penerimaan pajak April tahun ini cuma naik 1% dibandingkan dengan April tahun lalu 11,8%. Ini sebagai tanda-tanda pelemahan pertumbuhan ekonomi.

Setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga turun, meskipun pemerintah menyebut bukan pertanda konsumsi dalam negeri sedang lesu. Penyebab PPN turun lantaran tahun ini ada fasilitas bagi pengusaha patuh untuk merestitusi PPN lebih cepat. Walhasil PPN lebih kecil ada pertumbuhan negatif 4,3%.

Saat pertumbuhan industri sedang lesu, harapan mengundang investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) juga sulit diraih. Apalagi masih banyak aturan yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Harapan pemerintah memberikan peranan lebih untuk mendorong pertumbuhan dengan menyuntikkan insentif fiskal tampaknya juga tak memungkinkan. Wong penerimaan pajak saja sedang payah.

Namun, saat kondisi tertekan seperti sekarang masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan. Mengutip Wakil Ketua Kadin Shinta W. Kamdani, saat Amerika dan China saling menghambat produk, ada baiknya mengundang pengusaha dari negara itu untuk merelokasi pabrik ke Indonesia. Dengan cara ini produk mereka bisa masuk baik ke China atau Amerika. Cuma, harus dicari tahu mana yang paling cuan.♦

Syamsul Ashar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×