Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Tri Adi
Orang-orang pesimistis selalu melihat kesulitan di setiap kesempatan. Adapun orang-orang optimistis akan membuka kesempatan di setiap kesulitan. Suka atau tidak, dua pilihan itu akan selalu mewarnai perjalanan hidup kita.
Tahun 2018 belum lama berlalu dan kita menapaki tahun baru 2019. Ini adalah tahun politik. Sejatinya tahun politik selalu kita lewati saban lima tahun sekali. Bedanya kali ini, Indonesia akan menggelar pemilihan umum secara serentak pada 17 April 2019. Warga negara Indonesia akan memilih senator alias anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tingkat pusat, anggota DPRD tingkat satu, anggota DPRD tingkat dua, hingga pemilihan presiden.
Potensi konflik dan gesekan di lapangan memang cukup kuat. Hal ini pula yang menjadi perhatian serius para investor dan pebisnis di Tanah Air. Maklumlah, para pebisnis sulit mengkalkulasi tingkat risiko politik secara presisi. Akhirnya, sebagian dari mereka memasang posisi wait and see hingga hasil pemilu dan kepemimpinan nasional diketahui.
Namun secara umum, keyakinan para pengusaha menjalani bisnis di tahun politik cenderung meningkat. Hal itu tergambar dalam Indeks Keyakinan CEO KONTAN atau KONTAN CEO Confidence Index (KCCI) pada kuartal I 2019.
Hasilnya, nilai Indeks Keyakinan CEO di kuartal ini terus meningkat dan mencapai rekor tertinggi, yakni 3,70. Rekor sebelumnya terjadi pada kuartal I 2018 dengan skor indeks 3,66.
Indeks keyakinan ini merupakan hasil survei KONTAN terhadap 30 presiden direktur maupun chief executive officer (CEO) perusahaan terkemuka Indonesia dan mewakili berbagai bidang usaha. Skor di atas 3 menunjukkan optimisme. Sebaliknya, poin di bawah 3 menunjukkan pesimisme.
Politik nasional adalah satu dari enam faktor yang menjadi pertanyaan kunci dalam survei tersebut. Berdasarkan survei ini pula, para petinggi perusahaan tetap merancang ekspansi usaha sebagai agenda utama tahun ini.
Agaknya optimisme para pengusaha tak berlebihan. Sebab, sebagaimana para pengusaha, investor di pasar saham juga selalu berpikiran positif dalam memandang tahun politik.
Sederet bukti statistik memperlihatkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) selalu menghijau menyikapi pemilu. Investor justru menganggap, masa-masa pemilu adalah momentum yang pas untuk berbelanja saham.
Ambil contoh, pada pemilihan presiden (pilpres) putaran pertama 5 Juli 2004, IHSG menanjak 3,36% selama bulan Juli. Di pilpres putaran kedua 20 September 2004, indeks saham bahkan melonjak 8,67% selama September. Sepanjang 2004, IHSG menguat hingga 44,56%.
Tren bullish pasar saham Indonesia berlanjut pada ajang pilpres 2009. Selama bulan Juli, di mana pencoblosan berlangsung, IHSG meningkat sebesar 14,63%. Sepanjang 2009, indeks saham melompat 86,98%. Di pilpres terakhir, pada 9 Juli 2014, IHSG juga menguat 4,31% selama bulan Juli dan menanjak 17,35% sepanjang tahun 2014. Sederhananya, perhelatan politik merupakan saat yang tepat bagi investor untuk memaksimalkan peluang untung.
Namun, politik bukan satu-satunya faktor yang mendorong optimisme para investor untuk masuk ke pasar saham. Di saat yang sama, ada faktor makro ekonomi dalam negeri, suku bunga, agenda ekspansi dan kinerja emiten, hingga faktor pasar global.
Satu hal yang pasti, hasil yang diperoleh para pebisnis dan investor tentu berpangkal dari keyakinan mereka. Maka itu, bersikap optimis dan bergembira adalah cara yang pas menghadapi hiruk-pikuk tahun politik. Sebab, panen di hari esok adalah buah dari bibit yang kita tanam pada hari ini. •
Sandy Baskoro
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News