kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masih belum aman


Senin, 18 Maret 2019 / 14:34 WIB
Masih belum aman


Reporter: Harris Hadinata | Editor: Tri Adi

Di akhir pekan ini, di tengah ramainya berita soal penangkapan salah satu petinggi partai politik besar di Indonesia serta aksi terorisme, baik di dalam maupun luar negeri, terselip satu kabar baik. Setelah lima bulan selalu mencetak defisit, kemarin Badan Pusat Statistik mengumumkan neraca dagang Indonesia di Februari bisa mencetak surplus.

Surplus neraca dagang di periode tersebut mencapai US$ 330 juta. Ekspor di Februari mencapai angka US$ 12,53 miliar, turun dari ekspor di Januari sebesar US$ 13,93 miliar. Angka impor malah turun lebih dahsyat, dari US$ 14,99 miliar di Januari menjadi US$ 12,20 miliar bulan lalu. Buat info saja, di Januari tahun ini, neraca datang masih mencetak defisit US$ 1,16 miliar.

Berita neraca dagang Indonesia yang kembali surplus juga menjadi sentimen positif di pasar saham. Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,75% mencapai 6.461,18. Per pukul 19.25 WIB, kurs spot rupiah juga menguat tipis, sekitar 0,06%, menjadi Rp 14.259 per dollar Amerika Serikat (AS).

Meski begitu, jangan buru-buru senang. Surplus neraca dagang ini bukan berarti kinerja perdagangan Indonesia membaik. Pun, surplus neraca dagang kali ini tidak menjamin Indonesia lepas dari jerat defisit neraca berjalan alias current account deficit (CAD).

Apalagi, menurut catatan BPS, terjadi penurunan yang cukup besar pada impor bahan baku penolong dan barang modal. Masing-masing kelompok impor ini mencatatkan penurunan 21,11% dan 7,09%. Ini justru mengindikasikan produsen di dalam negeri sedang menahan produksi. Kemungkinan ini terjadi lantaran pelaku usaha masih dalam posisi wait and see.

Maklum, masih ada ketidakpastian yang membayangi dunia bisnis tahun ini. Pertama, masalah perang dagang antara AS dan China belum kelar, meski negosiasi belakangan ini tampak bergerak ke arah positif. Kedua, ada ancaman perlambatan ekonomi global.

Ketiga, dari dalam negeri ada pelaksanaan pemilihan umum (pemilu). Pelaku pasar cenderung berhati-hati menunggu hasil pemilu dan bersiap mengantisipasi bila terjadi pergantian kepemimpinan. Maklum, hasil pemilu tahun ini lebih sulit diprediksi daripada sebelumnya.

Pemerintah, siapa pun yang memenangi pemilu nantinya, bakal punya tugas cukup berat. Pemerintah harus bisa menjaga neraca dagang tetap konsisten dan menjaga ekonomi tetap tumbuh, di tengah ancaman perlambatan ekonomi global.♦

Harris Hadinata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×