kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Melawan korupsi


Senin, 17 September 2018 / 14:21 WIB
Melawan korupsi


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Tri Adi

Isu korupsi tak pernah padam dari negeri ini. Seperti sudah mendarah daging, praktik rasuah selalu muncul secara rutin. Hampir di setiap lapisan jabatan publik terpapar penyakit korupsi. Mulai dari kepala desa, kepala dinas, bupati/walikota, gubernur, anggota parlemen hingga menteri, terseret kasus korupsi.

Belum lama ini, anggota DPRD Kota Malang memecahkan rekor jumlah tersangka korupsi. KPK menetapkan 41 anggota DPRD Kota Malang sebagai tesangka kasus dugaan suap dari Wali Kota nonaktif Moch Anton. Tanpa rasa malu, anggota parlemen di daerah mempertontonkan praktik korupsi massal.

Boleh jadi, para tersangka korupsi di daerah meniru perilaku seniornya di ibukota. Kasus korupsi di tingkat pusat memang semakin masif. Bahkan yang paling menyedihkan, proyek infrastruktur yang menjadi kebanggaan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi bancakan para koruptor.

ICW mencatat, pada tahun lalu sebanyak 27,4% korupsi terjadi pada sektor infrastruktur. Itulah sebabnya korupsi di sektor infrastruktur menempati posisi teratas dalam ranking pengembangan kasus terbesar tahun 2017.

Kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Riau 1, yang menyeret mantan Menteri Sosial Idrus Marham, menambah panjang daftar proyek infrastruktur yang menjadi sasaran koruptor.

Memberantas korupsi memang bukan perkara mudah. Perlu kerja keras dan kerja cerdas aparat penegak hukum. Elemen masyarakat sipil antikorupsi juga perlu serius mendorong dan mengawasi upaya pemberantasan korupsi.

Tak mudah mengurai benang kusut pemberantasan korupsi. Sebab, praktik jahat ini mengalir sedari hulu ke hilir, sejak perencanaan anggaran hingga eksekusi di lapangan. Bahkan lebih jauh dari itu, korupsi bisa marak lantaran sistem politik kita berbiaya mahal.

Untuk menjadi pejabat publik, entah itu sebagai anggota parlemen, gubernur hingga presiden, sang kandidat membutuhkan dana cukup besar. Setelah menjabat, bukan tak mungkin ada peran si pejabat untuk mengembalikan modal politik.

Oleh karena itu, untuk memberantas korupsi, perlu kepemimpinan nasional dan daerah yang kuat. Kita butuh pemimpin yang tidak memiliki dosa masa lalu dan utang politik yang membelenggu. Dengan pemimpin yang kuat, niscaya pemberantasan korupsi akan efektif. Selama tak ada kriteria itu, jangan berharap Indonesia bebas korupsi.•

Sandy Baskoro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×