Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Pemerintah mesti melindungi industri telekomunikasi nasional atau lokal dari gempuran asing. Salah satunya melalui aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Perlindungan tersebut diperlukan agar produk telekomunikasi lokal bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Hal ini ditekankan oleh Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel), Triana Mulyatsa, saat berlangsungnya Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta beberapa waktu lalu.
Apnatel siap menjadi mitra pemerintah untuk membantu melindungi industri telekomunikasi lokal. Bukan hanya dari serbuan produk asing, tapi juga pabrik asing yang hadir di Indonesia. Aspek yang juga tidak kalah penting adalah jangan sampai ada anggapan di tengah masyarakat bahwa produk lokal lebih mahal daripada produk impor. Dari sisi kualitas produk lokal sudah bisa bersaing dengan produk impor.
Industri telekomunikasi nasional kini kondisinya sangat menyedihkan terkait dengan terpuruknya industri strategis nasional sektor telekomunikasi.
Industri strategis yang merupakan wahana industrialisasi bangsa yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti) kini dalam kondisi oleng. Serikat Pekerja industri telekomunikasi ini melakukan aksi unjuk rasa karena beberapa hak mereka telat atau belum dibayarkan akibat perusahaan mengalami krisis keuangan.
Menurut Serikat Pekerja PT Inti (Sejati), krisis yang melanda Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu sudah sedemikian kronis selama lima tahun terakhir. Kondisi industri strategis yang dirintis oleh BJ Habibie tersebut saat ini merupakan paradoks bangsa yang menyedihkan.
Sungguh ironis pada era ekonomi digital dan datangnya Industri 4.0, mestinya industri strategis itu berperan sangat penting karena portofolio usahanya sangat relevan. Menteri BUMN Erick Thohir diharapkan segera menyehatkan PT Inti dan jangan membiarkan terpuruk terus tanpa solusi pasti.
Sementara itu, industri telekomunikasi dari luar negeri begitu leluasa mengeruk keuntungan lewat berbagai megaproyek infrastruktur, seperti telekomunikasi, transportasi, hingga infrastruktur pendidikan. Bahkan, banjir impor peralatan elektronika semakin menenggelamkan PT Inti.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto perlu mencari solusi dan mengarahkan kementerian bawahannya agar fokus, yakni Kementerian Perindustrian dan Kementerian BUMN untuk segera menyusun strategi dan langkah konkrit terkait pengembangan kluster industri elektronika nasional.
Strategi ini penting agar kondisi ketergantungan impor elektronika tidak semakin menenggelamkan industri nasional. Selama ini telah terjadi banjir impor elektronika, terutama dari China serta dominasi proyek infrastruktur telekomunikasi dan perhubungan oleh perusahaan asing
Publik menagih konsistensi Menteri Perindustrian yang katanya dulu mewajibkan seluruh importir ponsel untuk membangun pabrik atau fasilitas produksi di Indonesia. Bahkan, pemerintah pernah sesumbar jika ketentuan tersebut tidak dilaksanakan, maka izin importir terdaftar (IT) akan dicabut. Kewajiban ini penting mengingat nilai impor ponsel mencapai Rp 51 triliun per tahun, dengan memasok 91% barang yang diperdagangkan di dalam negeri.
Ironisnya, besarnya pangsa pasar ponsel di Indonesia ternyata pabriknya dibangun di negara lain. Selain itu, kondisi industri elektronika nasional kini dalam kondisi stagnan bahkan beberapa diantaranya hidup segan mati tak mau.
Benahi dua BUMN
Visi Kabinet Kerja yang lalu untuk mengembangkan kluster industri elektronika belum berhasil. Untuk itu, Kabinet Indonesia Maju sebaiknya fokus pada transformasi untuk industri yang pada saat ini sebagian besar produknya sekedar merakit atau assembling.
Kemudian, bagi industri yang sudah bersifat semi manufaktur, karena sebagian komponennya masih impor perlu diberi insentif sehingga bisa meningkatkan jumlah komponen lokalnya. Hal ini seperti produk kulkas karena komponen utama seperti kompresor hingga kini masih impor.
Selama ini kluster industri elektronika di dalam negeri kurang mendapat dukungan secara total oleh pemerintah. Beberapa kluster industri elektronika, seperti di kota Bandung dan sekitarnya telah mati suri.
Padahal, kluster tersebut menyimpan kebanggaan sebagai kluster industri elektronika nasional subsektor industri perangkat telekomunikasi dan subsektor industri komponen. Namun, kebanggaan ini semakin tipis karena perkembangan kluster tersebut kurang kondusif dan tidak berbanding lurus dengan apa yang berkembang di dunia.
Pengembangan industri elektronika nasional sebaiknya ditempuh dengan membenahi BUMN yang terkait, yakni PT Inti dan PT LEN Industri. Perlu dipikirkan alternatif merger untuk dua BUMN yang berlokasi di Kota Bandung ini. Untuk sinergi portofolio usaha, merger kedua BUMN bisa menghasilkan industri elektronika nasional yang tangguh dan mampu memproduksi komponen dasar bermacam produk elektronik.
Strategi dan orientasi pengembangan kluster industri elektronika pemerintahan Presiden Joko Widodo-dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebaiknya mengadopsi nilai dan transformasi bisnis perusahaan jaringan dan telekomunikasi terkemuka di dunia, yakni Cisco. Didirikan pada tahun 1984, jika ditilik usia Cisco lebih muda dibandingkan dengan usia LEN dan Inti.
Namun, skala usaha dan aktivitas inovasinya sangat jauh berbeda seperti bumi dan langit. Cisco didirikan oleh para ilmuwan dan teknolog dari Universitas Stanford, kini menjadi perusahan yang mampu mengubah cara dunia berkomunikasi dan berkolaborasi.
Perusahaan yang berkedudukan di Silicon Valley California ini sebetulnya praktisinya memiliki latar belakang yang mirip dengan LEN-INTI yang berlatar belakang ilmuwan dan teknolog dari LIPI dan ITB.
Kita bisa menyimak portofolio usaha Cisco yang kini terdiri dari 300 famili produk, yang merepresentasikan 23.500 produk, termasuk switch canggih dan produk jaringan kelas menengah, IP Phone, router equipment, hingga set-top box TV kabel.
Sementara itu, LEN Industri telah mengembangkan produk-produk dalam bidang elektronika untuk industri dan prasarana, yakni peralatan penyiaran, jaringan infrastruktur telekomunikasi, elektronika untuk pertahanan, sistem persinyalan kereta api, sistem elektronika daya untuk kereta api listrik, serta pembangkit listrik tenaga surya.
Sedangkan PT Inti fokus memberikan jasa teknis bidang informasi dan telekomunikasi. Terjadinya dominasi vendor asing dalam industri elektronik sektor telekomunikasi nasional saat ini merupakan tantangan Menteri Perindustrian yang baru. Hingga kini proyek infrastruktur telekomunikasi di Indonesia masih sedikit kandungan lokal. Mestinya industri elektronik nasional setidaknya bisa menyerap 25 % total belanja operator telekomunikasi.
Penulis : Totok Siswantoro
Pengkaji Transformasi Teknologi dan Industri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News