Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Jantung investor pasar modal, terutama pemilik reksadana, sedang berdebar-debar. Mereka mulai bertanya-tanya akan kelangsungan nasib dana investasinya, seirama gejolak di industri reksadana akhir-akhir ini.
Ya, kecemasan para investor reksadana ini memang tak lepas dari aksi bersih-bersih yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Setelah menyemprit Narada Aset Manajemen, otoritas industri keuangan kita juga menutup enam produk reksadana dengan kelolaan sekitar Rp 5,7 triliun besutan Minna Padi Aset Manajemen. Perusahaan manajer investasi (MI) ini pun diwajibkan segera mengembalikan dana nasabah reksadana.
Persoalannya, langkah sang otoritas itu masih menyisakan distorsi informasi di kalangan publik. Misalnya, soal informasi mengenai mekanisme pengembalian dana, hingga lemahnya posisi tawar nasabah dalam penutupan produk reksadana. Situasi menjadi makin pelik manakala muncul spekulasi baru bahwa krisis Narada dan Minna Padi ditengarai hanyalah puncak gunung es atas persoalan di industri ini.
Nah, di tengah kekalutan seperti ini, otoritas dan para pemangku kepentingan haruslah bertindak sigap, tegas, bijaksana lagi transparan. Para pemangku kepentingan industri reksadana wajib bahu membahu menjelaskan apa sesungguhnya yang terjadi di industri ini. Jangan biarkan spekulasi muncul tanpa kendali akibat distorsi informasi.
Upaya meredam dan mendinginkan situasi pasar sungguh krusial, terutama demi melindungi MI dan reksadana yang tak berdosa. Sebab, dalam situasi keruh dan penuh ketidakpastian, apalagi yang berkaitan dengan pengelolaan dana, siapa pun bisa bereaksi berlebihan dan bertindak irasional.
Sesungguhnya, langkah OJK ini perlu didukung oleh segenap pemangku kepentingan industri finansial dalam negeri. Kita berhusnuzan atau berprasangka baik bahwa upaya OJK ini adalah bagian dari agenda membenahi industri reksadana agar lebih sehat, berkualitas dan berjalan di atas koridor yang benar.
Oleh karena itu, OJK tidak boleh setengah-setangah dalam berbenah. Tidak boleh pandang bulu, siapa pun yang melanggar harus ditindak sesuai aturan. Ketegasan otoritas itu jelas penting demi memberi kepastian bagi investor maupun pelaku industrinya. Juga agar industri reksadana kita semakin sehat.
Apalagi pasar reksadana kita masih dalam fase pertumbuhan dan aset kelolaannya semakin besar. Sampai Oktober 2019 lalu, total dana kelolaan reksadana mencapai Rp 553,21 triliun atau meningkat 2,27% dibandingkan September 2019 yang sebesar Rp 540,91 triliun.
Pencapaian industri reksadana sampai sejauh ini jelas bukan hasil kerja satu dua hari. Ini adalah buah upaya berkelanjutan mensosialisasikan reksadana dan edukasi. Maka dari itu, jangan sampai karena ulah segelintir oknum, rusaklah industri reksadana kita.
Tentu saja masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Misalnya, jika beberapa tahun lalu kita asyik mengedukasi calon konsumen, kini giliran kita menata para peracik dan penjaja reksadana.
Manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah selangkah lebih maju dengan memberikan notasi khusus kepada saham-saham yang dinilai memiliki potensi bermasalah di kemudian hari. Cara ini bisa ditiru dan diterapkan pada reksadana.
Penulis : Barly Haliem Noe
Managing Editor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News