kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Membentengi Diri dari Investasi RisikoTinggi


Senin, 20 Januari 2020 / 11:53 WIB
Membentengi Diri dari Investasi RisikoTinggi
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Memasuki tahun 2020 dan juga menengok yang terjadi tahun lalu, rasanya banyak orang akan sepakat satu tahun lebih belakangan ini adalah masa muram dunia investasi Indonesia. Pasalnya, ada sejumlah kasus penipuan (fraud) investasi dalam berbagai skala, yakni dari kecil hingga kelas kakap.Untuk menyebut dua kasus fenomenal adalah kasus penipuan perumahan syariah di Tangerang Selatan yang berhasil menipu 3.680 orang dengan total kerugian sementara Rp 40 miliar. Satu lagi yang berskala nasional bahkan internasional karena korbannya ada yang berasal dari Korea Selatan, yakni kasus produk bancassurance Asuransi Jiwasraya. Tidak tanggung-tanggung, jumlah kerugian kasus Jiwasraya hampir Rp 13 triliun.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah melansir ada kerugian negara di sana dan Kejaksaan Agung (Kejagung) pun telah menetapkan beberapa tersangka. Belum lagi yang terbaru, kasus investasi Memiles di Surabaya yang menipu ratusan investor hingga miliaran rupiah dan juga menjerat sejumlah selebritas sebagai endorser.Indonesia dan masyarakatnya seakan tak pernah belajar dari kasus-kasus finansial yang sudah ada. Padahal, program-program investasi berisiko yang bisa memiskinkan para nasabah dan investornya banyak bertebaran. Seperti diberitakan KONTAN pada 2014 misalnya, ada arisan Dua Belas Suku (DBS) di Jawa Timur yang menjamin investor mendapatkan pokok investasi plus imbal hasil 19% hanya dalam waktu tujuh hari setelah mereka mentransfer dana investasi. Ada juga investasi di peternakan bebek PT QSAR. Juga, kasus investasi emas PT Gold Bullion Indonesia (GBI) yang kemudian dinyatakan pailit dan pemiliknya berhasil melarikan diri.Tak urung, calon investor perlu waspada terhadap tawaran investasi yang beredar, apalagi di tengah kondisi dunia perekonomian global dan nasional yang masih muram saat ini. Nasabah bisa silau dan khilaf jika mendapatkan tawaran investasi dengan imbal hasil muluk. Padahal, alih-alih laba, investor justru mendapatkan kerugian yang akan membuat ludes tabungan masa depan mereka.Prinsip-prinsip investasi.Untuk itu, calon investor harus membekali diri dengan peranti memadai untuk menghindari perangkap investasi berisiko. Setidaknya ada empat prinsip bagi calon investor untuk membentengi diri mereka dari produk investasi berisiko. Pertama, jika suatu skema investasi terlalu muluk, memang demikianlah adanya. Tentu indah bisa memetik keuntungan berpuluh-puluh persen dari investasi. Apalagi, jika membandingkan dengan produk semisal deposito atau reksadana yang imbal hasilnya hanya 5%25% per tahun. Hanya saja, mengharapkan itu bagai mimpi di siang bolong.

Menurut konglomerat George S. Clason dalam The Richest Man in Babylon (Plume, 1959), emas akan lari dari orang yang memaksanya untuk memberi penghasilan yang mustahil atau yang mengikuti bujukan mulut manis para penipu maupun pemimpi di siang bolong, atau yang tidak berpengalaman dan muluk-muluk dalam berinvestasi.Kedua, no pain, no gain. Tidak ada keuntungan berlipat ganda tanpa bekerja keras. Produk di luar deposito sekalipun pasti memiliki risiko. Produk yang diklaim aman seperti obligasi negara misalnya, apalagi obligasi swasta punya risiko gagal bayar (default). Sebagai contoh, pemerintah Yunani pernah gagal bayar kepada pemegang obligasi negaranya karena mengalami kebangkrutan. Apalagi produk reksadana berembel-embel terproteksi, potensi gagal bayarnya tentu jauh di atas obligasi. Patut diingat bahwa keuntungan hanya datang lewat mentalitas kerja keras, sikap hemat, dan kemauan belajar untuk memantau pergerakan investasi. Jadi, jika satu produk investasi menjanjikan imbal hasil besar tanpa memaksa investor bekerja keras, produk itu dijamin berisiko tinggi atau malah abal-abal. Ketiga, hindari investasi bermodel gali lubang tutup lubang.

Menurut A Prasetyantoko dalam Ponzi Ekonomi (Penerbit Kompas, 2010), ada tiga tipe pengutang, yakni pengutang berhati-hati (hedge), pengutang spekulatif (speculative), dan pengutang yang tak bisa membayar (ponzi) cicilan dan bunga dari aliran kas yang dihasilkan investasinya. Khusus pengutang ponzi, pada suatu waktu hasil investasi aliran uang yang berhasil dihimpun produk investasi ponzi tidak akan mampu memenuhi kewajiban mereka kepada investor. Sebab, tingkat imbal hasil pasti yang mereka tawarkan jelas tak akan bisa terbayarkan lewat investasi pada produk legal apapun. Guna menunda kebangkrutan, pengutang ponzi biasanya akan meminta investor mencari investor tambahan supaya uangnya dapat diputar guna mencicil kewajiban kepada investor lain. Keempat, terkait investasi emas, waspadai produk seperti Exchange-traded Funds (ETF) dan kontrak berjangka emas. Menurut Michael Maloney dalam Guide to Investing in Gold (Gramedia, 2013), ETF emas adalah sekuritas yang ditransaksikan layaknya saham, tapi bertujuan memantau harga suatu komoditas seperti minyak atau emas. Jadi, kita umumnya tidak memegang emas secara fisik, melainkan hanya kertas. Singkat kata, ETF lebih bersifat produk sekuritas ketimbang investasi emas. Tanpa pengetahuan investasi memadai, investor bisa buntung ketimbang untung.

Akhirulkalam, dalam berinvestasi camkanlah moto there is no such thing as free lunch alias "tidak ada makan siang gratis". Kita harus berusaha keras untuk mencapai kesuksesan dan bukan berharap pada investasi dengan tawaran imbal hasil fantastis.Resep umum menghindari produk investasi berisiko tinggi sejatinya cukup sederhana. Sisihkan penghasilan yang tidak mengganggu uang kebutuhan hidup atau istilahnya uang menganggur atau idle funds guna berinvestasi. Lalu tempatkan dana dalam investasi yang rasional dan menguntungkan, taruh investasi pada manajer dana (fund manager) kompeten dengan reputasi baik. Selain itu bekali diri Anda dengan pengetahuan minimal tentang produk tempat investor menempatkan uang. Tak kalah penting hindari menempatkan semua uang investasi dalam satu produk (dont put all your eggs in one basket). Lalu jangan bermental serakah lagi instan sehingga mudah tergiur janji muluk-muluk dari penjaja produk investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi.Dengan begitu, semoga kasus kerugian nasabah akibat investasi berisiko tidak lagi menghantui investor kita!

Penulis : Satro Wahono

Sosiolog dan Master Filsafat Universitas Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×