kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,35   16,58   1.84%
  • EMAS1.325.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar Implementasi Omnibus Law


Rabu, 13 November 2019 / 09:17 WIB
Menakar Implementasi Omnibus Law


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Pada pidato perdana usai pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019 2024 yang lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya menyampaikan akan memangkas regulasi yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan menghambat pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Regulasi yang tumpang tindih tersebut akan disederhanakan melalui upaya penyederhanaan yakni omnibus law. Konsep omnibus law untuk mengatasi persoalan tumpang tindih sebenarnya telah dilontarkan pertama kali pada rapat kerja pemerintah pada 28 Maret 2018. Kala itu, paket kebijakan ekonomi pemerintah gagal mengoptimalkan potensi investasi karena terkendala regulasi dan perizinan yang tumpang tindih.

Saat ini sebenarnya tidak hanya terkait penciptaan lapangan kerja dan UMKM saja tetapi di luar itu banyak bidang strategis yang memerlukan implementasi omnibus law, seperti misalnya bidang investasi yang memerlukan aturan payung. Dalam hal ini dapat dipandang bahwa omnibus law digunakan sebagai upaya untuk mengatasi tumpang tindih regulasi. Tujuan sebenarnya adalah meniadakan konflik antar aturan hukum sehingga mewujudkan kepastian hukum.

Webster (2010), menguraikan bahwa omnibus law adalah produk hukum yang merevisi beberapa aturan hukum sekaligus melalui aturan payung, disebut sebagai aturan payung karena omnibus law secara hirarki perundangan akan lebih tinggi dibanding aturan yang disederhanakan. Dalam hal ini omnibus law berfungsi sebagai alat simplifikasi peraturan perundangan yang sudah mengalami komplikasi (tumpang tindih).

Perlu disadari bahwa pembentukan omnibus law memerlukan proses, karena pada esensinya aturan payung sebagai hasil dari omnibus law itu sendiri adalah bentuk penyelesaian konflik antar peraturan perundangan sehingga aturan yang ada menjadi lebih sederhana dan mengandung kepastian hukum. Persoalan yang ada saat ini sesuai data Kementerian Hukum dan HAM adalah lebih dari 4.2000 regulasi mengalami tumpang tindih sehingga kepastian hukum di Indonesia dipandang rendah.

Persoalan tersebut juga menimbulkan berbagai masalah. Meskipun pemerintahan di era Presiden Jokowi pada periode 2014-2019 telah menerbitkan belasan paket kebijakan ekonomi namun peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) tetap tercecer di peringkat 73, bahkan, posisi Indonesia saat ini berada di bawah Vietnam untuk level Asia Tenggara atau ASEAN.

Kepastian hukum

Stuhring (2006), dalam jurnal Yale Law Review menyebutkan bahwa upaya omnibus law tidak saja sekedar menyederhanakan maupun mengurangi peraturan perundangan melalui pembentukan aturan payung, tetapi juga harus disertai dengan penataan kewenangan. Konflik antar peraturan perundangan yang mengakibatkan tumpang tindih telah menghambat investasi dan pembangunan sejatinya bersumber pada konflik kewenangan.

Untuk itu sebelum membuat aturan payung dalam konsep omnibus law, pemerintah perlu menyelesaikan penataan kewenangan pusat dan daerah maupun penataan kewenangan antar instansi yang selama ini tumpang tindih. Perlu diluruskan bahwa esensi utama dari omnibus law bukan sekedar mengurangi jumlah peraturan tetapi fungsi utama konsep ini adalah mengurangi konflik antar peraturan perundangan sehingga tercipta kepastian hukum.

Nantinya kelak sekalipun terbentuk aturan payung dalam omnibus law, namun tetap perlu ditunjang dengan peraturan perundangan yang secara khusus akan melengkapi (lex spesialis). Saat ini yang perlu dilakukan oleh pemerintah jika ingin mewujudkan omnibus law dalam tata hukum di Indonesia adalah melakukan mitigasi konflik antar peraturan perundangan dan konflik antar kewenangan.

Tanpa mitigasi tersebut, maka omnibus law nantinya tetap tidak dapat mewujudkan kepastian hukum untuk menunjang investasi dan pembangunan karena secara esensi omnibus law itu sendiri adalah produk hukum untuk menyelesaikan konflik peraturan perundangan sehingga memudahkan pembangunan maupun menyederhanakan prosedur investasi bagi investor. Omnibus law memang mutlak diperlukan sebagai solusi, mengingat saat ini tumpang tindih peraturan perundangan menjadi kendala utama pembangunan dan investasi sehingga menghambat pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.

Mengacu pada laporan tahunan Bank Dunia tahun 2018 (World Bank, 2018), hambatan terbesar ekonomi di Indonesia adalah persoalan kepastian hukum yang bersumber dari tumpang tindih regulasi. Persoalan ino mengakibatkan birokrasi di Indonesia menjadi tidak efektif, khususnya terkait permasalahan perizinan yang juga bersumber dari tumpang tindih regulasi.

Meski demikian, pasca disahkannya Undang Undang Nomor 15 tahun 2019 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan (UUP3), salah satu amanat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 99A UUP3 tersebut adalah membentuk kementerian atau lembaga yang akan melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Makanya, UUP3 ini dapat dipandang sebagai momentum untuk mewujudkan omnibus law di Indonesia.

Tantangan kementerian atau lembaga yang mengurus legislasi dalam UUP3 tersebut nantinya adalah selain harus mampu memitigasi konflik peraturan perundangan dan konflik antar kewenangan, tapi juga memberikan solusi atas konflik tersebut. Solusi yang dapat diterima semua pihak, khususnya dalam hal konflik kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Solusi atas konflik tersebut akan menjadi dasar penyederhanaan peraturan perundangan yang akan dituangkan menjadi aturan payung. Persoalannya jika pemerintah, dalam hal ini kementerian/lembaga yang dibentuk berdasarkan UUP3 memaknai omnibus law hanya sekedar mengurangi dan menyederhanakan peraturan perundangan tanpa adanya solusi atas konflik hukum yang bersumber dari peraturan perundangan atau konflik antar kewenangan, maka omnibus law nantinya masih akan menyisakan persoalan hukum dan pada akhirnya tidak akan terwujud kepastian hukum.

Pemerintah harus meletakkan aspek kepastian hukum sebagai tujuan dari pembentukan aturan payung. Perlu penekanan pada aspek kepastian hukum mengingat pembangunan dan investasi membutuhkan pedoman peraturan perundangan. Artinya, ke depan perlu ada kontinuitas peraturan perundangan sebagai aspek kepastian hukum yang dibutuhkan untuk kesejahteraan bangsa.

Penulis : Rio Christiawan

Dosen Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×