kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Menakar keekonomian Gross Split


Selasa, 07 November 2017 / 18:20 WIB
Menakar keekonomian Gross Split


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - Penurunan investasi di hulu Minyak dan Gas (Migas) menjadi salah satu faktor yang mendorong bagi Pemerintah untuk mengganti contract regime dari skema Production Sharing Contract (PSC) menjadi skema Gross Split Contract GSC). Pemberlakukan skema Gross Split terhitung sejak 29 Agustus 2017, berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 52 Tahun 2017 atas perubahan Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil.

Gross Split  diberlakukan untuk kontrak wilayah kerja Migas yang baru, sedangkan kontrak wilayah kerja Migas yang sedangkan berjalan masih menggunakan PSC.

PSC adalah skema kontrak antara Pemerintah dengan Investor, yang memperhitungkan bagi hasil dari pendapatan bersih (net split), setelah dikurangi semua biaya termasuk pajak. Pembagian net split ditetapkan dengan proporsi Pemerintah 85% dan Investor 15% (85/15). Semua biaya dan resiko awalnya ditanggung oleh Investor, yang akan diganti oleh Pemerintah dalam bentuk Cost Recovery, jika ditemukan cadangan Migas yang bisa diproduksi dan dikomersialkan.
    
GSC adalah kontrak kerja sama antara Pemerintah dengan Investor, yang memperhitungkan bagi hasil berdasarkan produksi bruto. Gross Split merupakan modifikasi dari skema PSC, yang menghapuskan cost recovery. Imbalannya, bagian bagi hasil Investor diperbesar dari 85/15 menjadi 57/43 untuk minyak bumi dan 52/48 untuk gas bumi . Semua biaya dan resiko ditanggung oleh Investor tanpa penggantian dari Pemerintah.

Selain lebih mudah perhitungannya, penetapan proporsi bagi hasil dalam Gross Split juga lebih akurat, karena penetapan bagi hasil berdasarkan produksi bruto. Sedangkan penetapan bagi hasil dalam PSC dengan Cost Recovery lebih rumit dan tidak akurat. Pasalnya, penetapan bagi hasil 85/15 diperhitungkan dari net profit setelah dikurangi Cost Recovery dan pajak.

Akibatanya, penetapan bagi hasil jatuhnya tidak tepat 85/15, melainkan susut menjadi 71/29. Dengan menghapuskan penggantian biaya dalam skema Gross Split, Pemerintah dapat menghemat pengeluaran cost recovery yang selama ini dibebankan pada APBN dalam jumlah yang besar, mencapai US$ 10,4 miliiar pada APBN 2017. Pengajuan  cost recovery kepada Pemerintah sering kali digunakan juga oleh beberapa oknum sebagai modus penyelewengan yang merugikan negara.

Peningkatan Keekonomian Investasi

Penerapan Gross Split memang lebih menguntungan bagi negara dibanding penggunaan skema PSC. Pertanyaannya: “apakah penerapan Gross Split juga lebih meningkatkan keekonomian investasi bagi Investor?”. Sesuai Permen ESDM 52/2017, salah satu tujuan penerapan Gross Split adalah untuk meningkatkan investasi dan menciptakan iklim investasi hulu Migas yang lebih kondusif, sehingga lebih menarik bagi Investor untuk melakukan investasi di hulu Migas.

Berdasarkan tujuan itu, skema Gross Split ditetapkan lebih meningkatkan keekonomian investasi bagi Investor ketimbang menggunakan PSC. Peningkatan besaran split, bagi Investor hingga mencapai 43% untuk Minyak dan 48% untuk gas, merupakan salah satu indikator yang lebih ekonomis bagi Investor dalam penggunaan Gross Split.

Selain itu, investor masih akan mendapatkan tambahan atau pengurangan insentif split, yang perhitungannya berdasarkan atas beberapa variabel. Dari 10 variabel digunakan, hanya satu variabel, yakni status lapangan, yang memperhitungkan pengurangan split. Sedangkan 9 variabel memperhitungkan penambahan split bagi Investor.  

Kalau mengembangkan lapangan baru, Investor akan memperoleh insentif berupa tambahan split sebesar 5%. Namun, split Investor akan dikurangi 5%, jika mengembangkan lapangan lama, yang pernah dikembangkan sebelumnya.

Sedangkan variabel lokasi kedalaman laut, Investor akan memperoleh insentif berupa penambahan split, tanpa pengurangan split sama sekali. Kedalaman laut 0-1000 meter, Investor  akan memperoleh insentif berupa penambahan split antara 0-16%. Sedangkan lokasi di darat tidak ada pengurangan split sama sekali.

Selain kesepuluh variabel tersebut, masih ada 2 variabel progresif yang digunakan untuk memperhitungkan penambahan atau pengurangan besaran split yang diterima Investor. Variabel harga minyak ditetapkan < US$ 40 hingga > US$ 115/barrel, split +7,5% dan -7,5%. Artinya, kalau harga minyak di bawah US$ 40 per barrel, investor mendapat tambahan split 7,5%. Kalau harga minyak lebih besar US$115 per barrel, maka split investor dikurangi 7,5%. Dengan ketentuan itu, Investor mendapat kepastian pendapatan di tengah fluktuasi harga minyak dunia, yang bergejolak.  

Sedangkan variabel agresif akumulasi produksi tidak ada pengurangan split, justru ada insentif berupa penambahan split sebesar 0-5% untuk akumulasi produksi yang ditetapkan <1 hingga >150. Jika akumulasi produksi mencapai 1-150 MMBOE, Investor akan mendapat tambahan split hingga 5%. Insentif diberikan juga untuk penggunaan komponen dalam negeri (TKDN), yang ditetapan <30% hingga >70% dengan tambahan Split 0-4%. Artinya, kalau penggunaan TKDN antara 30% hingga 70%, Investor akan mendapat tambahan Split antara 0-4%.

Penggunaan skema Gross Split juga dapat mendorong Investor untuk melakukan penghematan biaya. Pasalnya, semua biaya yang dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh investor, sehingga Investor harus melakukan penghematan biaya. Selain itu, procurement yang dilakukan oleh investor menjadi lebih sederhana dan cepat, tanpa proses yang panjang dan berbelit. Tidak dibutuhkan lagi verifikasi dan persetujuan oleh SKK Migas, sehingga proses procurement semakin cepat.

Semakin cepatnya proses procurement akan mempercepat proses produksi perdana, dalam penggunaan Gross Split lebih cepat dibanding penggunaan PSC. Pada saat penggunaan PSC, produksi perdana baru dapat dicapai dalam waktu 10 hingga 15 tahun. Sedangkan, produksi perdana, yang menggunakan Gross Split, dapat dicapai hanya dalam waktu 5 tahun. Percepatan waktu produksi perdana tersebut akan semakin efisien, yang akan meningkatkan keekonomian investasi hulu Migas.

Penggunaan skema Gross Split akan menciptakan mutual benefit antara Pemerintah dan Investor, yang tidak hanya menguntungkan bagi negara, tetapi juga meningkatkan keekonomian investasi bagi Investor Migas. Pemberlakukan Gross Split ini diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi hulu Migas menjadi lebih kondusif, sehingga dapat meningkatkan investasi di hulu Migas, yang akan dapat meningkatkan lifting Migas di Indonesia. (Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×