kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mencermati bidikan Amerika Serikat


Senin, 17 Juni 2019 / 14:21 WIB
Mencermati bidikan Amerika Serikat


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi

Gebrakan-gebrakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mewujudkan janji Make American First bak dewa mabuk. Pemerintahan AS di bawah Trump satu-persatu mulai membidik negara-negara yang selama ini menjadi mitra dagang, tapi mereka nilai lebih diuntungkan dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat.

Negara-negara yang memiliki surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat perlu khawatir. Karena suka atau tidak suka akan mendapatkan giliran. Serangan pertama tentu saja kepada negara yang punya surplus neraca dagang terhadap hampir seluruh negara di penjuru bumi yakni China.

Pada tahap pertama Amerika Serikat mengerek tarif menjadi 25% atas produk dari China senilai US$ 200 miliar Hingga kini sengketa dagang dengan China sudah berubah menjadi perang tarif yang berkepanjangan. AS tengah menyiapkan serangan tambahan untuk mengerek tarif terhadap produk dari China senilai US$ 300 miliar. Produk yang disasar adalah barang-barang konsumen, termasuk ponsel, laptop, mainan, konsol video game, pesawat televisi, pakaian dan alas kaki.

Selain dengan China, Trump juga sempat menyerang Uni Eropa, meskipun serangan terhadap Uni Eropa ini tidak berlanjut pada perang dagang. Demikian juga dengan Meksiko, negeri ini pilih menunda kenaikan tarif sekitar 5% dari negeri itu, karena mematuhi perintah AS untuk mengerem masuknya migran ke negeri Paman Sam.

Amerika juga memulai babak baru perang dagang dengan India yang memiliki surplus dagang sekitar US$ 142,1 miliar tahun lalu. Mulai 5 Juni 2019 lalu, AS resmi mencabut fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada eksportir dari India. Pencabutan fasilitas ini membuat produk dari India akan dikenakan tarif sama dengan produk asal negara lain. Dampaknya, India berpotensi kehilangan ekspor sekitar US$ 5,5 miliar ke AS.

India membalas. Mereka membalas dengan menaikkan tarif seperti kacang almon, dan beberapa produk lain dari tarif semula 7,5%-40% menjadi kisaran 70%-120%.

Indonesia tak lepas dari bidikan AS karena mengalami surplus dagang dengan AS meskipun ada tren penurunan surplus. RI mengalami surplus sebesar US$ 8,26 miliar tahun lalu, dan US$ 2 miliar sepanjang kuartal I-2019. Kini AS tengah mengevaluasi 124 produk ekspor asal Indonesia yang juga menikmati GSP. Indonesia mengklaim telah memenuhi tuntutan AS, dan akhir bulan ini akan jadi saat-saat penentuan.♦

Syamsul Ashar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×