kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,49   -13,02   -1.39%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mencetak Pebisnis Baru


Senin, 26 Oktober 2020 / 10:10 WIB
Mencetak Pebisnis Baru
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Namanya Johannes Baptista. Popularitasnya memang tak sementereng pengusaha ternama di Tanah Air. Namun perjalanan pria 60-an tahun membangun bisnis terbilang inspiratif.

Pria asli Bangka itu awalnya malang melintang menjadi kuli pelabuhan, tahun 1980-an. Berkat kerja keras dan keuletannya, ia berhasil membangun bisnis angkutan logistik. Kini Johannes memiliki ratusan truk, dan usahanya melebar ke sejumlah sektor lain.

Ada pula kisah Haryanto. Pria yang beken dengan nama Billy Beras itu awalnya nothing. Selepas lulus SMA, ia merantau ke Jakarta dan bekerja serabutan. Ia pernah menjadi penjaga masjid, berprofesi sebagai debt collector multifinance kendaraan, hingga buruh cuci mobil.

Tekad kuatnya untuk mengubah nasib dan ogah menjadi buruh terus, membuahkan hasil. Ia pun kini tercatat sebagai juragan beras yang diperhitungkan.

Pun halnya kisah para taipan di negeri ini. Mendiang Liem Sioe Liong, pemilik Grup Indofood, almarhum Eka Tjipta Widjaja konglomerat pendiri Grup Sinarmas, Prajogo Pangestu pendiri imperium bisnis Grup Barito Pacific, maupun hikayat Si Anak Singkong Chairul Tandjung membangun CT Corp. Bermodal kemauan keras, mereka bisa membangun kerajaan bisnisnya dari nol. Pendek kata, from zero to hero. Dari jelata lagi miskin papa, menjelma menjadi kaum berada.

Indonesia jelas membutuhkan lebih banyak lagi orang-orang seperti mereka agar ekonomi lebih kuat. Apalagi populasi pengusaha di negara ini terbilang minim, baru sekitar 9 juta atau 3,3% dari total penduduk Indonesia. Ibarat lokomotif, kehadiran satu pengusaha bakal menarik belasan hingga ribuan pekerja dan mengurangi pengangguran.

Sebagai perbandingan, Amerika Serikat memiliki sekitar 50 juta wirausahawan atau 15% dari populasi. China lebih besar lagi, jumlah pengusahanya nyaris 200 juta atau sekitar 10% dari penduduknya. Rasio populasi pebisnis di Singapura, Thailand bahkan Vietnam juga di atas negara kita.

Nah, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR baru-baru ini dan kontroversial itu, sebenarnya membuka lembaran baru. Sejumlah pasalnya membuka jalan lebar bagi siapa pun untuk merintis karier sebagai pebisnis.

Bahkan aturan yang tenar dengan sebutan omnibus law ini menawarkan proteksi ekstra bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Mulai dari penyederhanaan izin, jaminan akses pendanaan, hingga promosi dan pemasaran.

Tentu saja, harapan baru ini bisa terwujud jika diimbangi dengan tekad dan komitmen semua pemangku kepentingan di negeri ini agar omnibus law tidak semata-mata dinikmati pengusaha besar. Pemerintah, misalnya, harus bisa memformulasikan aturan pelaksana sebagai turunan dari omnibus law yang kredibel dan bukan malah melahirkan kontroversi baru.

Sementara kalangan yang kontra dengan omnibus law bisa menempuh jalur konstitusional untuk menyuarakan haknya. Ini adalah jalan tengah ketimbang terus menggelar aksi turun ke jalan yang bisa berujung ricuh.

Tekad dan komitmen bersama ini sungguh relevan dengan situasi sekarang. Thailand, Malaysia dan sejumlah negara kompetitor Indonesia sedang bergolak akibat konflik politik. Satu sisi problem internal di negara-negara itu, plus omnibus law di sisi lain, merupakan momentum positif bagi Indonesia.

Namun momentum itu sungguh sempit. Kita harus bisa memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan ini secara optimal atau akan kehilangan lagi kesempatan emas yang entah kapan bisa datang lagi.

Penulis : Barly Halim Noe

Managing Editor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×