kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.204   62,76   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   11,08   1,01%
  • LQ45 878   11,31   1,31%
  • ISSI 221   1,16   0,53%
  • IDX30 449   6,13   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,20   0,97%
  • IDX80 127   1,37   1,09%
  • IDXV30 135   0,73   0,54%
  • IDXQ30 149   1,60   1,08%

Mendorong investasi hulu migas


Senin, 21 Januari 2019 / 11:09 WIB
 Mendorong investasi hulu migas


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Sektor hulu minyak dan gas (migas) masih berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Meskipun perannya terus menurun, pendapatan negara dari sektor hulu migas Indonesia masih cukup besar. Hingga akhir November 2018, pendapatan negara baik dari PNBP Migas maupun PPh Migas mencapai Rp 179,6 triliun, atau 10,8% dari total realisasi penerimaan pada periode yang sama.

Selain itu, energi yang berasal dari olahan hasil migas juga masih memegang peranan penting dalam penyediaan energi nasional. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia pada tahun 2018 mencapai 78 juta kiloliter (kl) atau setara dengan 1,34 juta barel per hari (bph). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, konsumsi BBM konsisten meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 1,7%.

Saat kebutuhan BBM meningkat dan peran sektor hulu migas dalam pendapatan negara masih cukup besar, kinerja produksi migas Indonesia cenderung berkebalikan. Produksi migas tahun 2018 hanya 1,92 juta bph atau terendah dalam periode 2000 2018. Penurunan angka produksi migas tersebut karena lapangan migas yang berproduksi di Indonesia semakin tua. Data SKK Migas menunjukkan, 36 wilayah kerja dari 89 blok eksploitasi saat ini sudah berumur 25–50 tahun. Bahkan, empat wilayah kerja berumur di atas 50 tahun.

Untuk meningkatkan produksi dan menggantikan produksi lapangan migas berumur tua, kegiatan eksplorasi harus ditingkatkan agar lapangan migas baru dapat ditemukan. Namun ironis, eksplorasi di Indonesia juga cenderung menurun.

Menurut data SKK Migas, pengeboran eksplorasi pada tahun 2018 hanya terealisasi 21 sumur atau catatan terendah dalam delapan tahun terakhir. Hal itu mengindikasikan menurunnya minat investasi jangka panjang dari investor di sektor hulu migas Indonesia.

Paling tidak ada tiga tantangan yang harus dipahami untuk mendorong kegiatan eksplorasi. Pertama, daya saing investasi hulu migas Indonesia saat ini tergolong rendah. Hal itu terlihat dari data dalam laporan Fraser Institute mengenai industri hulu migas global. Menurut laporan tersebut, Indonesia menempati posisi ke-10 negara yang paling tidak menarik untuk berinvestasi di sektor hulu migas.

Padahal dari sisi cadangan, Indonesia memiliki cadangan migas cukup besar. Indonesia masuk ke dalam 11 negara dengan cadangan terbesar bersama dengan Rusia, Mesir, Aljazair, Mozambik, Nigeria, Irak, Libia, Venezuela dan dua yurisdiksi yakni Texas dan Alberta. Dari 11 negara tersebut, Indonesia hanya lebih baik dari Irak, Libia dan Venezuela.

Kedua, saat ini daerah eksplorasi beralih ke wilayah timur Indonesia dengan karakteristik berada di laut lepas dan minim infrastruktur penunjang. Hal itu mengakibatkan biaya investasi di sektor hulu migas menjadi lebih tinggi.

Terakhir, ketiga, tren waktu yang diperlukan dari penemuan cadangan ke tahap produksi saat ini semakin panjang. Tentu hal tersebut juga dapat meningkatkan biaya investasi.

Untuk mengatasi ketiga tantangan tadi, pemerintah harus terus berupaya memberikan kepastian regulasi bagi investor di sektor hulu migas. Penyebab utama dari rendahnya ranking Indonesia dalam survei Fraser Institute adalah ketidapastian regulasi. Seharusnya RUU migas dapat segera disahkan menjadi UU agar dapat menjadi acuan bagi investor.

Selain itu, pemerintah dapat meningkatkan insentif bagi investor seperti pengurangan pajak atau pengurangan pungutan PNBP. Dalam artikel yang dikeluarkan Boston Consulting Group pada tahun 2015, pada periode 2009-2014, bagian pendapatan untuk pemerintah dari hasil produksi migas merupakan tertinggi kedua ditingkat global.

Lalu tak kalah penting, pemerintah dapat menyisihkan hasil pendapatan migas untuk membentuk endowment fund atau dana abadi yang dapat dipergunakan bagi kepentingan sektor hulu migas atau investasi di sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Tujuannya untuk mengantisipasi cadangan migas yang bisa habis di masa depan. Sebagai contoh, dana tersebut dapat digunakan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan eksplorasi awal supaya datadata mengenai blok migas untuk investor bisa tersaji secara lebih lengkap.•

Adjie Harisandi
Industry Analyst Bank Mandiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×