kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45925,22   -10,30   -1.10%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mendorong Pembangunan Ekonomi Inklusif


Senin, 25 Januari 2021 / 12:56 WIB
Mendorong Pembangunan Ekonomi Inklusif
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Strategi pembangunan yang dijalankan oleh negara harus menjamin kesamaan dan keadilan yang respek terhadap serta memelihara keragaman masyarakat. Pelibatan dan pemihakan semua pihak harus menjadi konsensus tertinggi dalam setiap perumusan kebijakan yang diambil.

Itulah sesungguhnya esensi paling dasar sebuah pembangunan ekonomi inklusif. Konsensus untuk mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif itu setidaknya harus ditopang tiga pilar utama yakni, pertama maksimalnya kesempatan ekonomi, kedua adanya jaminan sosial, dan ketiga tersedianya akses yang sama terhadap kesempatan ekonomi.

Ketiga pilar ini ingin menegakkan sebuah konsensus bahwa pembangunan ekonomi yang digerakkan oleh negara harus didasarkan pada komitmen untuk mendorong pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, buta huruf, beban utang, mencegah penyebaran penyakit, kesetaraan gender, dan menjaga kerusakan lingkungan.

Karena itu, konsep pembangunan ekonomi inklusif akan mengupayakan adanya kebijakan afirmatif dalam setiap kebijakan yang diambil negara. Dalam konsep ini sebuah pertumbuhan harus merupakan pertumbuhan yang mampu menciptakan kesempatan ekonomi bagi penduduk miskin, serta memastikan bahwa semua kelompok masyarakat yang terpinggirkan bisa terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan.

Pendekatan inklusif dalam pembangunan dengan demikian merupakan basis pembangunan ekonomi yang diharapkan akan menghasilkan pola pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, mengurangi ketimpangan pendapatan antarkelompok pendapatan dan ketimpangan pembangunan antar wilayah, serta efektif mempercepat penanggulangan kemiskinan

Pembangunan ekonomi inklusif ini sesungguhnya merupakan kritik tajam atas model pembangunan ekonomi eksklusif yang hanya terkonsentrasi dan menguntungkan sebagian kecil kelompok tertentu. Pembangunan dengan rupa tersebut memang mampu menghasilkan pertumbuhan tinggi, tetapi tidak pernah menetes ke bawah. Model pembangunan ekonomi eksklusif tidak mampu mengajak seluruh lapisan masyarakat melakukan mobilitas vertikal untuk berbagi menikmati nisbah dan irisan-irisan kue pembangunan.

Mengacu pendapat Acemonglu dan Robinson (2014), pembangunan ekonomi inkusif penting karena model ini akan membantu sebuah negara terhindar dari kategori negara gagal.

Argumentasinya bahwa jika negara yang institusi politik-ekonominya bersifat inklusif berpotensi menjadi negara kaya. Sebaliknya, sebuah negara yang institusi politik-ekonominya bersifat eksklusif cenderung mengarah menjadi negara gagal, yang ditandai dengan kemiskinan yang besar, politik dan sosial yang tidak stabil, serta ekonomi yang stagnan.

Implementasi

Jika demikian, prasyarat apa yang harus dilakukan untuk menciptakan sebuah pembangunan sekaligus pertumbuhan ekonomi inklusif? Dari sisi kebijakan, upaya mencapai pembangunan ekonomi inklusif membutuhkan kolaborasi, kemitraan, jaringan kerja, serta keterpaduan kebijakan agar semua lapisan bisa berkontribusi. Mengutip Ignacy Sach (2004), strategi pembangunan ekonomi inklusif beserta seluruh kebijakan turunannya harus memiliki paling tidak tiga komponen penting sebagai fondasi utama.

Pertama, negara harus menjamin hak-hak politik, sosial, dan kewarganegaraan. Komponen ini sangat terkait erat dengan nilai fundamental demokrasi, yakni transparansi dan akuntabilitas, yang sangat diperlukan untuk bekerjanya proses pembangunan. Ketiga hak ini juga upaya pra-kondisi untuk tercapainya sebuah pembangunan yang inklusif.

Kedua, semua warga negara harus memiliki akses yang sama ke semua program kesejahteraan. Ketiga, semua populasi juga harus mendapatkan peluang-peluang yang sama terhadap akses pelayanan publik, seperti pendidikan, perlindungan/jaminan kesehatan dan perumahan.

Sementara dari sisi implementasi, ada empat pilar utama yang harus dikembangkan sebagai basis utama membangun pertumbuhan ekonomi yang inklusif, yakni penguatan infrastruktur ekonomi, penguatan sumber daya manusia, penguatan sistem keuangan yang inklusif, serta penguatan tata kelola pemerintahan.

Dalam paradigma itu, perluasan aksesibilitas dan kualitas infrastruktur harus lebih diutamakan dibandingkan dengan perbaikan infrastruktur itu sendiri. Karenanya, infrastruktur yang mampu berperan sebagai katalis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif adalah jenis infrastruktur yang mampu memberikan akses secara merata terhadap masyarakat untuk mendapatkan pelayanan air bersih, sanitasi, listrik, dan pendidikan. Akses terhadap semua itu akan mendorong masyarakat mengembangkan kehidupan sosial ekonomi mereka.

Di titik inilah pemerintah penting memiliki sebuah program yang komprehensif. Beberapa strategi bisa dilakukan antara lain: Pemerintah perlu menggunakan anggaran dengan baik, benar, efisien, dan efektif. Selain itu, di tengah kontraksi ekonomi global dan nasional, langkah reformasi serta tata kelola sektor pertanian yang terbukti tumbuh positif di saat pandemi ini harus segera dilakukan. Investasi langsung di sektor ini menjadi pilihan yang tak dapat dihindari karena terbukti mampu menjadi penopang ekonomi nasional saat krisis.

Di luar itu, program-program hilirisasi yang dilaksanakan dengan serius dan sistematis bisa menjadi strategi yang tepat menuju kondisi perekonomian inklusif.

Berbasis argumen bahwa pembangunan ekonomi inklusif merujuk pada sebuah nilai ideal bagi pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan kesempatan ekonomi yang sama bagi semua orang, maka seluruh kebijakan yang diambil harus ditujukan untuk mengharmoniskan dan membuat keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan. Strategi ini sekaligus sebagai upaya mengkoreksi terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang tidak mampu memberikan efek trickle-down, efek pembangunan yang menetes ke bawah yang dirasakan seluruh anggota masyarakat.

Mengutip Zhuang (2010), upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif setidaknya harus ditopang tiga pilar utama kebijakan. Pertama, setiap kebijakan yang dilahirkan harus mampu menciptakan kesempatan kerja dan peluang ekonomi yang produktif. Kedua, kebijakan juga harus menjamin akses yang sama pada peluang-peluang ekonomi. Ketiga, sebuah kebijakan pembangunan harus mampu mencegah orang-orang miskin jatuh pada situasi kemiskinan kronis dan memitigasi efek-efek dari guncangan-guncangan akibat krisis.

Di atas semuanya, hal yang harus kita sadari bahwa pembangunan, apa pun bentuknya selalu berada dalam konteks distribusi dan alokasi kekuasaan atas hasil-hasilnya. Karena itu negara harus terus diingatkan bahwa pembangunan bukan sekadar wahana transaksi kekuasaan para elite dan pemilik modal. Negara harus berperan melindungi, mengawasi, dan mencegah terjadinya perilaku ekonomi yang merugikan sebagian kelompok masyarakat.

Penulis : Achamd Maulani

Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR RI, Doktor Universitas Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×