kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mendorong produk lokal di bisnis online


Senin, 05 Februari 2018 / 07:34 WIB
Mendorong produk lokal di bisnis online


| Editor: Tri Adi

 Dalam pembukaan rapat kerja Kementerian Perdagangan (Kemdag) 2018 pada 31 Januari 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Kemdag menelusuri produk yang dijual pada situs jual-beli daring (online). Jokowi meminta untuk mulai memeriksa barang yang dijual di toko daring, untuk mengetahui apakah mayoritas barang yang dijual itu produksi lokal atau justru impor. Pemerintah ingin agar pebisnis dagang elektronik (e-commerce) dalam negeri bisa mengutamakan produk lokal.

Sebelumnya, beberapa waktu lalu di kesempatan terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga pernah menyampaikan bahwa produk di perdagangan daring masih sangat didominasi produk impor. Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebut hanya 6%-7% yang merupakan kontribusi produk lokal. Sementara itu, seorang pejabat di Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga menyampaikan data kepada media massa bahwa hanya 10% produk makanan via dagang elektronik (dagang-el) merupakan buatan Indonesia.

Transaksi belanja daring saat ini sudah sampai mendekati angka Rp 100 triliun. Memang belum ada data pasti tentang angka tersebut, mengingat pendataannya saat ini baru akan dilakukan secara konkret oleh pemerintah. Namun, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo pernah menyampaikan bahwa selama setahun terakhir (2016 hingga 2017) transaksi belanja daring diproyeksikan telah mencapai Rp 75 triliun di Indonesia. Tingginya proyeksi angka ini juga membuat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bahkan berani memproyeksikan bahwa nilai transaksi dagang-el di Indonesia bisa melampaui US$ 130 miliar atau Rp 1.755 triliun (kurs Rp 13.500) di tahun 2020.

Dengan melihat potensi besar dari transaksi dagang-el di Indonesia, sebenarnya merupakan peluang besar untuk bisa mengangkat perekonomian masyarakat, khususnya lewat penjualan produk lokal. Yang menarik, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan representasi ekonomi rakyat, memberikan kontribusi sebesar 58% pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Mencermati alasan yang mengemuka terkait dominasi produk impor di dagang-el Indonesia saat ini, sejumlah faktor yang disebutkan menjadi pemicu dominasi tersebut. Antara lain, harga yang lebih murah dibanding produk lokal, lalu produsen dalam negeri belum bisa memenuhi keperluan semua barang seperti aksesoris dawai (gadget). Alasan lainnya, masih ada sejumlah kecil konsumen yang beranggapan menggunakan produk luar negeri jauh lebih bergengsi dibandingkan produk lokal.

Menariknya, nilai investasi asing berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ke sejumlah perusahaan dagang-el dalam negeri sepanjang tahun 2017 telah mencapai US$ 4,8 miliar atau setara dengan dengan Rp 64,32 triliun (kurs Rp 13.400 per dollar AS). Besarnya daya tarik pasar dagang-el di Indonesia juga salah satunya bisa dilihat dari belanja iklan para pemain bisnis dagang-el. Catatan riset iklan Adstensity, nilai belanja iklan industri ini di televisi saja mencapai Rp 1,54 triliun pada 2017 dan belum termasuk di media berita cetak, media berita daring dan media sosial.

Cintai produk lokal

Dengan melihat masih sangat minimnya penjualan produk lokal di dagang-el dalam negeri, maka perlu dilakukan beberapa hal untuk bisa mendukung produk lokal. Pertama, pemerintah bisa segera mengeluarkan peraturan yang mendorong penjualan produk lokal minimal sekitar 70%-80% di penjualan via dagang-el. Untuk sektor ritel modern, sudah ada ketentuan yang mewajibkan peritel menjual produk dalam negeri, yakni sebanyak 80% dari total produk yang ditawarkan. Ketentuan ini telah berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Kedua, pemerintah bisa segera mengeluarkan ketentuan pajak yang rendah untuk UMKM sebesar 0,5%. Khusus dalam hal dagang-el domestik, pemerintah berencana akan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final untuk pebisnis usaha kecil menengah (UKM) menjadi 0,5% dari omzet. Saat ini, PP Nomor 46 tahun 2013 menyebutkan bahwa pengusaha kecil dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun PPh-nya dikenakan dengan tarif 1%.

Ketiga, pemerintah perlu menggandeng pebisnis dagang-el lokal supaya gencar melakukan pembinaan sekaligus kemitraan dengan UMKM. Hal ini penting agar para pebisnis dagang-el tersebut tidak terkesan hanya sebagai perantara (trader) yang menjual produk dari luar negeri. Apalagi sejumlah pebisnis besar dagang-el lokal mendapatkan suntikan dana dari investor asing. Pemerintah dan pebisnis dagang-el lokal bisa menyampaikan produk lokal apa yang perlu ditingkatkan kualitasnya, maupun juga cara-cara untuk menekan harga sehingga bisa bersaing dengan produk impor.

Keempat, pemerintah dan pebisnis dagang-el lokal juga mesti gencar berkampanye untuk mencintai produk lokal dalam konteks kekinian. Tahun 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengusung kampanye "Cinta Indonesia" yang pada saat itu disertai peluncuran logo 100% Cinta Indonesia. Segala perusahaan, produk, dan merek dalam negeri bisa secara bebas untuk mencantumkan logo tersebut pada kemasan produk, iklan dan/atau materi promosi.

Kampanye mencintai produk dalam negeri mesti dilanjutkan. Apabila materi kampanye yang pernah ada ingin diubah oleh pemerintahan Presiden Jokowi saat ini, maka yang perlu tetap sama adalah esensinya, yakni mencintai dan bangga memakai produk dalam negeri. Kita tentu masih ingat iklan televisi dari produk milik seorang pengusaha lokal yang juga menjadi bintang iklan produknya itu, Alim Markus dengan kata-kata Cintailah produk-produk Indonesia yang dengan pelafalan yang khas dengan bunyi huruf R yang terdengar seperti huruf L. Iklan tersebut sangat kuat menempel di memori pemirsa televisi.

Akhirnya, mendorong produk lokal untuk semakin dominan di dagang-el bukan menjadi ancaman bagi masuknya investor atau pebisnis asing, atau memungkiri era globalisasi saat ini. Hal yang diharapkan dengan mendorong produk lokal untuk semakin dominan di dagang-el dalam negeri adalah untuk kesejahteraan rakyat dan juga pemerataan kesempatan bagi produk lokal untuk bisa maju.

Kita mesti ingat bahwa beberapa negara di Asia, seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan India menjadi negara yang berkembang maju adalah karena mereka terus mendukung kemajuan industri lokal di negaranya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×