kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengatasi blokade efek gempa Palu


Rabu, 03 Oktober 2018 / 15:29 WIB
Mengatasi blokade efek gempa Palu


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Bencana gempa bumi yang terjadi beruntun di tanah air membutuhkan sistem dan metode pertolongan yang cepat untuk evakuasi para korban. Gempa dan tsunami yang terjadi di Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebabkan kehancuran total berbagai infrastruktur dan perumahan. Kondisi pelabuhan dan bandara mengalami kerusakan serta terputusnya jalur transportasi darat akibat jembatan rusak berat hingga badan jalan amblas dan terbelah.

Gempa Sulteng menimbulkan gelombang tsunami hingga enam meter yang menerjang kawasan hunian di sekitar pantai. Sedang di daerah perbukitan kawasan perumahan terjadi fenomena retakan tanah yang disertai semburan lumpur yang deras dari dalam bumi. Akibatnya banyak perumahan rakyat yang amblas lalu tenggelam oleh lumpur.

Perlu penanganan yang cepat untuk mengatasi blokade bencana alam. Dalam kondisi pemerintah daerah yang tidak berdaya alias lumpuh peran totalitas Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengatasi blokade bencana sangat dibutuhkan. Terutama untuk mengatasi infrastruktur yang hancur lebur.

TNI harus mampu mewujudkan kesiapan menghadapi bencana secara nasional atau national disaster preparadness (NDP). Pengembangan personel dan alutsista TNI yang sedang dilakukan saat ini harus disertai dengan kemampuan operasi non perang untuk penanganan bencana alam.

Pengerahan secara besar-besaran personel TNI miliki peran penting untuk mempersingkat durasi penanganan bencana. Seperti pembuatan infrastruktur jalan, jembatan, bangunan air, kelistrikan dan perumahan korban bencana. Masalah tahapan rekonstruksi dan rehabilitasi korban bencana juga memerlukan solusi teknis yang optimal.

Manajemen penanganan kerusakan bangunan dan upaya evakuasi korban membutuhkan alat berat. Jumlah alat berat yang dibutuhkan sangat banyak, di lain sisi telah terjadi blokade bencana seperti jalan dan jembatan rusak. Sebagai solusi untuk mengatasi blokade bencana adalah lewat laut yang mengedepankan peran logistik KRI oleh Kolinlamil (Komando Lintas Laut Militer). Instansi ini memiliki kapal dengan tonase besar seperti KRI Arun yang mencapai 11.000 ton, KRI Makassar 7.000 ton dan KRI Surabaya 11.400 ton.

Bencana gempa bumi yang terjadi berulang kali di Tanah air mestinya semakin memperbaiki manajemen penanganan bencana. Perlu mengadopsi manajemen proyek modern sehingga bisa mereduksi durasi penanganan bencana alam.

Durasi lebih mengedepankan kerangka waktu dan biaya yang digunakan untuk memilih aktivitas mana yang akan crash. Ini sebuah istilah yang muncul di dalam kamus manajemen proyek infrastruktur modern untuk memperpendek atau mempersingkat durasi aktivitas atau proyek di luar waktu normal.

Harus jadi perhatian serius

Korps Zeni TNI memiliki kemampuan membuat jembatan darurat untuk menembus blokade bencana alam. Jenis jembatan yang cocok adalah jembatan bailey dan jembatan medium girder bridge (MGB). Jembatan bailey adalah jembatan rangka baja ringan berkualitas tinggi yang mudah dipindah-pindah.

Jembatan tersebut cocok untuk mengatasi bencana alam. Struktur jembatan yang bersifat temporary dan portabel inilah yang menjadikan jembatan panel bailey ini sangat dibutuhkan di daerah yang sulit dijangkau dan memerlukan penanganan cepat. Lantas ada jembatan medium girder bridge (MGB). Ini teknologi jembatan darurat untuk menyeberangkan material maupun dukungan logistik yang pemasangannya sangat praktis dan bisa menahan beban hingga 60 ton.

Untuk mengatasi blokade bencana alam dibutuhkan personel gerak cepat dan peralatan yang mampu mengarungi medan yang sulit. Perlu mekanisme yang efektif terkait peran optimal militer dalam penanganan bencana alam. Mekanisme itu antara lain mencakup tata kelola dan standardisasi sistem dan peralatan militer yang secepat mungkin bisa dioperasikan untuk menangani bencana alam.

Mekanisme diatas tidak hanya melakukan sinergi antar kelembagaan dalam negeri, tetapi juga dengan partisipasi negara lain yang mengerahkan aset militer menuju zona bencana. Penting untuk mengklarifikasi sistem dan peralatan militer supaya bisa cepat beroperasi.

Nah, optimasi tanggap darurat bencana yang melibatkan kekuatan militer memerlukan platform bersama. Hal itu untuk memudahkan operasi dan berbagi informasi. Terutama dalam melibatkan berbagai peralatan militer. Optimalisasi juga untuk mencari metode mempersingkat durasi penyelamatan korban bencana alam. Pengalaman penanganan bencana di negeri ini menunjukkan acapkali durasi atau waktu pengerjaan justru terkendala oleh banyaknya sukarelawan yang kurang atau tidak ber mengoperasikan peralatan dan mesin.

Gempa yang terjadi beruntun harus menjadi perhatian serius. Apalagi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) baru saja membuat skenario dan simulasi jika terjadi gempa besar di Indonesia. Skenario tersebut berupa dokumen rencana tanggap darurat. Menjelaskan kontingensi berdasarkan skenario terburuk atas terjadinya gempa besar di berbagai daerah di Tanah Air. Dalam simulasi terlihat peralatan telekomunikasi dan berbagai infrastruktur perhubungan, bangunan publik, sarana produksi mengalami kerusakan total.

Badan Pengurangan Risiko Bencana PBB menyatakan bahwa dengan skenario dan simulasi tersebut, diketahui bahwa bangsa Indonesia kini belum siap dengan risiko bencana. Oleh sebab itu diperlukan langkah untuk memperbaiki sistem mitigasi dan penegasan peraturan dan teknik pendirian bangunan. Karena dalam simulasi oleh PBB itu disebutkan bahwa keruntuhan bangunan banyak membunuh korban.

Skenario dan simulasi gempa oleh PBB perlu ditindaklanjuti dengan sosialisasi penerapan bangunan yang memiliki fleksibilitas jika terjadi gempa. Pemerintah daerah harus memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi untuk mereduksi risiko bencana. Khususnya untuk infrastruktur publik yang mestinya dibangun dengan memperhatikan aspek ketahanan dan fleksibilitas terhadap gempa.

Arah kebijakan pembangunan nasional bidang kebencanaan perlu diperbaiki sehingga bisa mengurangi risiko bencana. Ini juga bisa meningkatkan ketangguhan pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat. Terutama lewat strategi internalisasi pengurangan risiko bencana khususnya penurunan tingkat kerentanan dan peningkatan kapasitas dalam penanggulangan bencana.

Totok Siswantara
Pengkaji Transformasi Teknologi & Infrastruktur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×