kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mengejar Migo


Selasa, 19 Februari 2019 / 14:28 WIB
Mengejar Migo


Reporter: Bagus Marsudi | Editor: Tri Adi

Migo tiba-tiba menjadi buah bibir. Kuning, mungil, dan terasa lucu jika ditunggangi. Itu yang membuat Migo digemari. Apalagi, tak perlu keluar jutaan rupiah untuk memiliki. Cukup dengan ribuah rupiah, Anda bisa mengendarai, meski hanya setengah jam. Sepeda listrik Migo memang cepat menarik minat, meski awalnya memenuhi rasa penasaran.

Kendaraan ini tak tampak seperti sepeda. Tampilannya seperti skuter mini dengan badan ramping. Cukup nyaman untuk satu orang, tapi kalau pun mengangkut seorang di belakang, juga bisa, meski mesin terasa lebih berat buat berjalan. Wajar saja, remaja dan ibu-ibu suka mengendarainya. Memang Migo sebenarnya bukan untuk jelajah jauh dengan kecepatan di atas 40 km/jam.

Meski tampilan skuter, tapi ada kayuh di bawah jok, tak ubahnya seperti sepeda. Tampilan skuter, tapi Migo sebenarnya adalah sepeda listrik. Mungkin gegara tampilan Migo ini, polisi melarangnya berkeliaran di jalanan lantaran dianggap belum berizin. Izin apa? Status mana yang mau diambil: sepeda skuter?

Fenomena kendaraan yang sudah lebih dulu berkeliaran di jalan, tetapi kurang jelas aturan (termasuk penindakannya) selalu jadi masalah. Ketika marak becak motor (bentor) di beberapa daerah, masalah serupa terjadi. Juga ketika muncul motor roda tiga yang diubah sebagai angkutan atau kios berjalan. Bahkan sekarang, semakin banyak motor membonceng gerobak usaha, entah untuk bakso, aneka minuman seduh, cimol, cilung, dst. Apa status resmi mereka?

Meski sebenarnya menyalahi peruntukan awalnya, toh semua kendaraan tersebut tetap bisa beroperasi tanpa hambatan. Tidak terdengar upaya penertiban, seperti saat ada gerakan pembersihan becak dari Jakarta. Padahal, aturan sudah cukup jelas. Modifikasi kendaraan harus ada izin, apalagi menyalahi peruntukan dan spesifikasi awal. Mungkin lantaran masalah ini termasuk kategori pelanggaran ringan (berlawanan dengan pelanggaran berat yang mendatangkan denda besar), semua dibiarkan.

Nah, kalau sekarang Migo jadi sasaran, apanya yang salah? Belum ada aturan kewajiban perizinan dan pendaftaran sepeda, termasuk sepeda listrik. Problemnya mungkin ada di aturan yang selalu berlari di belakang, tertinggal dari perkembangan zaman dan teknologi. Aturan main lebih banyak disusun sebagai tindakan reaktif, bahkan tak jarang menunggu ada korban, lantas jadi pusat perhatian. Jika tak mau lebih tertinggal, segera buat aturan.♦

Bagus Marsudi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×