kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengetat


Senin, 05 November 2018 / 13:25 WIB
Mengetat


Reporter: Mesti Sinaga | Editor: Tri Adi

Senyum yang terkembang di bibir para bankir akibat kinerja kuartal III yang mencorong, tak bisa bertahan lama. Sebab, kini likuiditas perbankan mulai ketat.

Hal ini bisa kita lihat dari dua indikator. Pertama, rasio kredit terhadap dana simpanan masyarakat alias loan to deposit ratio (LDR) yang per Oktober sudah 94%. Ini melebihi  patokan LDR yang prudensial versi Bank Indonesia, yakni di 78%-92%.

Indikator kedua, naiknya suku bunga pasar uang antar bank (PUAB).  Seperti  tercantum  di situs resmi BI, IndONIA (suku bunga rata-rata tertimbang transaksi PUAB overnight) mengalami kenaikan signifikan. IndONIA yang di awal Juni berada di level 4,255% merangkak naik menjadi 5,37% di awal September, dan naik lagi menjadi 5,58% pada awal November lalu.  

Agar likuiditas tak kian seret, perbankan pun mulai menaikkan bunga simpanan. Bahkan, sejumlah bank mulai jor-joran menawarkan bunga khusus (special rate). Ambil contoh bank BUKU III yang menurut pantauan LPS kini memberikan bunga kusus 7,71%. Ini lebih tinggi dibandingkan dengan bunga penjaminan LPS yang baru saja dinaikkan menjadi 6,75% pada awal pekan ini.

Untuk mengencerkan likuiditasnya, bank memang bisa menjual surat utang. Namun masalahnya, bank harus bersaing dengan pemerintah yang belakangan juga begitu gencar menjual surat utang dengan bunga tinggi. Saat ini misalnya, pemerintah sedang menawarkan Sukuk Tabungan seri ST002 dengan bunga 8,3%. Itu artinya, bank harus menawarkan kupon lebih tinggi jika ingin meraup dana publik di pasar obligasi.

Mahalnya biaya obligasi atau kenaikan suku bunga simpanan, mau tak mau membuat bank harus menaikkan bunga kredit jika tak mau marginnya tergerus. Hal ini bisa memicu naiknya rasio kredit bermasalah. Dus, perbankan yang merupakan urat nadi perekonomian bisa kembali dalam tekanan berat.

Banyak pihak yakin, kondisi perbankankan kini jauh lebih kuat dibandingkan krisis 1998 atau 2008. Namun, pengetatan likuditas ini tak bisa digampangkan begitu saja.  Semua pihak tak boleh lengah, sebab ketidakpastian masih begitu pekat.   

Dari eskternal, faktor perang dagang, geopolitik dan kebijakan suku bunga The Fed bisa menarik keluar dana-dana panas yang masih banyak bercokol di pasar keuangan kita.  Dari internal, faktor politik yang kian memanas memasuki tahun Pemilu dan Pilpres 2019 bisa menyulut hal-hal yang tak diinginkan. Maka, semua pihak, baik otoritas, perbankan dan nasabah harus waspada.•                   

Mesti Sinaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×