Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Ekonomi dunia saat ini memiliki situasi dan kondisi yang berbeda dibandingkan 10 tahun lalu. Situasi dan kondisi ini dikenal dengan istilah VUCA yaitu, volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity. Tepatnya sejak krisis finansial di Amerika Serikat tahun 2007-2008, menyusul krisis ekonomi global tahun 2008 sampai 2012, ekonomi global telah mengalami perubahan mendasar. Sehingga lebih berfluktuasi, penuh dengan ketidakpastian, semakin kompleks dan rumit, dan sering membingungkan.
Namun, para pelaku ekonomi termasuk pemerintah diberbagai belahan dunia dituntut untuk bisa beradaptasi di dalam situasi dan keadaan VUCA tersebut. Saat ini, VUCA dianggap sebagai bagian kehidupan sehari-hari, sehingga pelaku ekonomi seharusnya bisa menerima dan beradaptasi dalam situasi dan kondisi seperti ini.
Hal ini dikenal dengan istilah new normal economy. Berarti sebelumnya dianggap sesuatu abnormal, tapi sekarang dianggap sesuatu yang normal.
Gejolak mata uang dalam beberapa pekan terakhir menyerang berbagai negara termasuk juga menyerang mata uang rupiah adalah contoh terakhir VUCA. Beberapa negara terutama emerging market, terlihat tidak siap dan panik dalam menghadapi situasi seperti ini.
Misalnya, Bank Sentral Argentina sampai Mei 2018 telah menaikan suku bunga acuan mencapai 40%, sebagai respons menghadapi rencana kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat. Kebijakan moneter yang super ketat ini tentu akan memukul dunia usaha karena beban bunganya pasti akan meroket dan likuiditas menjadi sangat ketat.
Memang hari-hari ke depan tidak akan mudah bagi kita semua baik pemerintah, pelaku usaha swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun konsumen. Kita dituntut bisa beradaptasi dan terbiasa hidup dengan situasi ekonomi yang mudah bergejolak, penuh dengan ketidakpastian, rumit, dan kadang membingungkan. Apalagi Indonesia adalah negara emerging market yang posisinya selalu dipengaruhi oleh dan tergantung pada situasi ekonomi global.
Secara umum, strategi yang harus diambil oleh negara-negara emerging markets adalah konservatif mengelola ekonomi dan keuangan, baik untuk pemerintah, perusahaan maupun rumah tangga. Artinya, pengambilan keputusan dalam mengelola ekonomi dan keuangan harus betul-betul memperhitungkan risiko situasi terburuk dan mungkin menyebabkan tidak terlalu ekspansif. Selain itu, strategi lain bagi pemerintah, perusahaan dan rumah tangga adalah memperkuat fundamental ekonomi dan keuangan, sehingga lebih kokoh dan selalu siap menghadapi situasi terburuk.
Bagi pemerintah, agenda terpenting adalah menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengurangi permintaan pembiayaan defisit terutama dari utang. Agenda terpenting lain adalah meningkatkan penerimaan pajak. Sampai sekarang tax ratio Indonesia masih di bawah 11%, sangat rendah dibandingkan dengan low middle income countries yang rata-rata memiliki tax ratio mencapai 16,5%.
Agenda lain untuk memperkuat ekonomi Indonesia adalah meningkatkan kinerja ekspor. Sampai saat ini, ekonomi Indonesia masih tergantung kinerja ekspor komoditas yang rentan terhadap gejolak harga. Dalam jangka menengah, ekspor manufaktur harus didorong dengan memperluas basis produk ekspor dan melakukan diversifikasi negara tujuan pasar ekspor produk Indonesia.
Bagi perusahaan, agenda terpenting adalah memperkuat struktur keuangan sehingga tahan terhadap gejolak kurs dan suku bunga. Terutama bagi perusahaan yang banyak menggunakan bahan baku impor, tapi berorientasi pasar domestik, harus sangat hati-hati dalam mengelola kebutuhan dollar.
Hedging adalah keharusan untuk mengurangi resiko fluktuasi rupiah. Begitu pula untuk menghadapi resiko kenaikan suku bunga, perusahaan dituntut lebih berhati-hati dalam melakukan pembiayaan investasi dan modal kerja melalui utang.
Hal yang mirip bagi rumah tangga, pengelolaan keuangan harus dilandasi prinsip kehati-hatian yang ekstra lebih. Tidak terlalu konsumtif dan memperbanyak tabungan dan investasi yang tidak spekulatif, sembari menekan utang.
Dendi Ramdani
Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News