kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengharap Bank Tanah


Rabu, 21 Oktober 2020 / 08:08 WIB
Mengharap Bank Tanah
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Perbincangan publik akhir-akhir ini dipenuhi dengan prokontra omnibus law. Seolah-olah isi UU Cipta Kerja yang belum lama disahkan DPR dan sangat gemuk itu didominasi soal pesangon, kontrak kerja, jam kerja, lembur, cuti panjang, dan ketenagakerjaan lainnya.

Padahal, kalau disibak, UU setebal 812 halaman yang terdiri dari 11 klaster, 15 bab, dan 186 pasal itu mengatur pula isu lain yang tak kalah penting. Sebutlah bank tanah dan lembaga lain di pertanahan.

Nah, ketika RUU Pertanahan maju mundur bak gergaji pembahasannya, sekonyong-konyong omnibus law ini mengamanatkan pendirian bank tanah. Kementerian ATR/BPN pun siap membereskan draf peraturan pemerintah. Sehingga, tak lama lagi badan bank tanah berdiri di beberapa kota dengan bidang-bidang tanah yang mereka kelola.

Keberadaan badan bank tanah amat penting dalam menyelesaikan berbagai masalah pertanahan di tanah air. Sebab, badan khusus ini mengelola tanah negara yang antara lain dihimpun dari tanah telantar untuk kemudian diredistribusi; baik itu untuk kepentingan umum, kepentingan ekonomi, maupun kepentingan reforma agraria.

Lembaga yang juga diamanatkan omnibus law untuk dibentuk segera adalah badan percepatan penyelenggaraan perumahan. Maklum, target pembangunan rumah murah buat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) selalu tak terkejar. Backlog, defisit pasokan rumah dibanding kebutuhan terus menganga di atas 7 juta unit. Nah, lembaga baru ini akan mengelola dana kompensasi dari pengembang yang tidak mampu memenuhi aturan rasio rumah dalam satu proyek permukiman. Lalu dananya untuk membangun rusun umum di perkotaan.

Jadi nanti ada badan yang menyiapkan tanah, ada badan yang mempercepat pembangunan rumah, ada lembaga yang menyelenggarakan tabungan perumahan (Tapera), dan sudah pula lembaga yang menyalurkan fasilitas likuiditas pembiayaan (FLPP); kurang apa lagi untuk mempercepat pengadaan papan rakyat?

Hanya, pemerintah perlu mendengar pula kritik dari aktivis dan pakar hukum agraria, agar jangan sampai bank tanah itu hanya melayani kepentingan investor, sementara reforma agraria terabaikan.

Untuk itu program sertifikasi tanah yang sudah dijalankan Jokowi sejak periode pertama harus digencarkan lagi. Alokasi 30% bank tanah untuk keperluan reforma agraria pun harus dijamin implementasinya, seiring sejalan dengan percepatan pembangunan rumah MBR.

Penulis : Ardian Taufik Gesuri

Pemimpin Redaksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×