kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menuju era suku bunga rendah


Rabu, 01 November 2017 / 16:23 WIB
Menuju era suku bunga rendah


| Editor: Tri Adi

Bank Indonesia (BI) tancap gas mendorong gairah ekonomi nasional dengan menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate masing-masing 25 basis poin (bps) pada medio Agustus dan September 2017 sehingga menjadi 4,25%. Apakah hal itu merupakan awal memasuki era suku bunga rendah?

Tidak hanya itu. BI juga menurunkan suku bunga deposit facility dan lending facility turun 25 bps masing-masing menjadi 3,50% dan 5%. Deposit facility merupakan fasilitas bagi bank untuk menempatkan kelebihan likuiditas di BI. Sebaliknya, lending facility merupakan fasilitas bank sentral untuk meminjamkan kepada bank yang membutuhkan.

Lantas, faktor kunci keberhasilan (key success factors) apa saja supaya bisa menuju era suku bunga rendah?

Pertama, pemerintah pernah mencanangkan suku bunga kredit satu digit (single digit) pada akhir 2016. Sayangnya, target itu belum teraih. Oleh karena itu, sudah semestinya bank mendukung target itu yang bertujuan untuk mengerek kredit perbankan nasional.

Kedua, sudah pasti  perlu waktu antara penurunan suku bunga acuan dan suku bunga deposito yang kemudian menyetrum suku bunga kredit. Dengan bahasa lebih bening, bank tidak bisa langsung turunkan suku bunga kredit segera setelah suku bunga acuan turun.

Jauh sebelumnya, bank wajib membahas profil risiko dan imbal hasil bank dalam rapat asset and liability committee (ALCO). ALCO terdiri dari berbagai unit bisnis strategis  atau strategic business units (SBU) seperti Divisi Tresuri, Internasional, Kredit, Operasional, Layanan, Jaringan, Perencanaan Strategis, Satuan Pengawasan Internal, Hukum dan Kepatuhan. Setelah itu, bank baru dapat memutuskan perubahan suku bunga deposito dan suku bunga kredit.

Menurut BI, suku bunga acuan sudah turun 175 bps (1,75%) dari Januari 2016 hingga Agustus 2017 dan suku bunga kredit sudah turun 115 bps. Artinya, ada ruang bagi bank untuk melakukan pelonggaran dan penurunan suku bunga kredit.

Ketiga, namun sesungguhnya diperlukan pula komitmen tinggi bank papan atas terutama bank pemerintah yang bertindak sebagai agen pembangunan (agent of development) untuk menurunkan suku bunga deposito mengingat biaya bunga (cost of fund) sudah menipis. Komitmen itu penting.

Karena ketika 10 bank papan atas sebagai pemimpin pasar (market leader) sekaligus penentu sikap pasar (trend setter) sudah menurunkan suku bunga deposito yang kemudian mendorong penurunan suku bunga kredit, maka bank lain suka tak suka akan mengikutinya. Jika tidak, bank lain justru akan tertindih persaingan.

Ada risiko aliran dana panas

Tatkala suku bunga deposito turun tetapi suku bunga kredit belum turun, maka bank justru akan meraih pendapatan lebih tinggi. Kok bisa? Karena pendapatan bunga bersih atau net interest margin (NIM) justru mendaki naik.

Tengok saja NIM menurut bank umum kelompok usaha (BUKU). Inilah rinciannya. Ternyata BUKU IV (dengan modal inti di atas Rp 30 triliun) yang terdiri dari tiga bank pemerintah Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA dan Bank CIMB Niaga mengantongi NIM paling tinggi meskipun sudah turun dari 6,48% per Juli 2016 menjadi 6,05% per Juli 2017.

Kemudian menyusul BUKU I (dengan modal inti kurang dari Rp 1 triliun) dengan NIM turun dari 6,19% menjadi 5,63%, BUKU II (dengan modal inti Rp 1 triliun sampai kurang dari Rp 5 triliun) dengan NIM naik dari 5% menjadi 5,04% dan BUKU III (dengan modal inti Rp 5 triliun sampai kurang dari Rp 30 triliun) dengan NIM turun 4,72% menjadi 4,45% pada periode yang sama.

Keempat, kini suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS Rate) tidak lagi selalu mengikuti perubahan BI 7 Day Repo Rate. Tetapi LPS menetapkan sendiri LPS Rate berdasarkan pada suku bunga rata-rata deposito. Perubahan itu terjadi segera setelah BI Rate berubah menjadi BI 7 Day Repo Rate pada 19 Agustus 2016.

Sejatinya, ketika LPS Rate tetap mengacu pada suku bunga rata-rata deposito, hal itu dapat dibaca pasar seolah-olah LPS tidak memberi angin segar pada target suku bunga kredit tunggal. Maka, LPS Rate sudah sepatutnya justru mampu mengendalikan pasar. Sikap itu akan mendorong bank untuk menurunkan suku bunga deposito lebih cepat ketika suku bunga acuan terus menurun. Apakah LPS Rate akan berubah lagi seturut penurunan suku bung acuan dari 4,50% menjadi 4,25%? Kita tunggu tanggal mainnya.

Kelima, sudah barang tentu BI pun tetap wajib mengendalikan tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah. Dengan demikian, suku bunga acuan tetap bergeming pada kisaran 4%.

Harap ingat ada potensi risiko berupa aliran dana panas (capital flight) keluar dari pasar modal ketika suku bunga acuan terlalu rendah. Akibatnya, investor asing melirik pasar lain yang menjanjikan margin lebih menawan. Lugasnya, jangan sampai BI 7 Day Repo Rate berada di bawah 4%. Bandingkan dengan suku bunga acuan ASEAN seperti Singapura 0,52%, Thailand 1,5%, Malaysia 3%, Filipina 3% dan Vietnam 6,25%.

Keenam, selain itu, pelaku usaha hendaknya jangan terlalu banyak menuntut. Intinya, pelaku usaha tidak perlu terlalu lama bersikap wait and see. Sungguh, tidak ada bisnis yang tidak mengandung risiko. Oleh karena itu, hal yang lebih penting adalah terus meningkatkan kewaspadaan akan aneka risiko seperti risiko pasar, kredit, operasional dan likuiditas.

Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan bahwa simpanan dana pihak ketiga dalam rupiah turun Rp 13,30 triliun atau 0,26% dari senilai Rp 5.045,99 triliun per Juni 2017 menjadi sekitar Rp 5.032,69 triliun pada bulan berikutnya Juli 2017. Bagi bank, data itu dianggap kurang positif.

Tetapi data itu mengandung arti masyarakat termasuk pelaku usaha mulai mengerem simpanan (deposito, tabungan dan giro) untuk keperluan lain. Keperluan lain itu bisa menambah konsumsi rumah tangga atau tambahan usaha. Keduanya akan berujung pada penyuburan pertumbuhan ekonomi. Jangan lupa konsumsi rumah tangga sudah memberi kontribusi paling tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) 55,6% mengungguli investasi 31,3% dan ekspor 19,1% per kuartal II-2017.

Nah, ketika aneka faktor kunci keberhasilan demikian dapat terpenuhi, maka terciptalah suku bunga rendah sehingga mendorong sektor riil lebih banyak menikmati kredit perbankan. Walhasil, ekonomi pun makin mekar untuk mencapai 5,17% pada akhir 2017.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×