Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Beberapa anak usaha hulu PT Pertamina (Persero) akan melakukan Initial Public Offering (IPO) pada 2021, seperti dimuat dalam daftar nama BUMN yang dilansir Kementerian BUMN Jumat (30/4/2021).Rencana IPO menjadi angin segar dalam kegiatan hulu migas nasional.
Pada saat geliat industri hulu migas yang meredup, cadangan migas yang semakin menyusut akibat rendahnya kegiatan eksplorasi. Padahal potensi cadangan migas Indonesia cukup besar, dari 128 cekungan yang sudah terdata, baru 60 cekungan yang dieksplorasi dan 20 cekungan yang berproduksi.
Dalam lima tahun terakhir (2016-2020), lifting migas mengalami penurunan rata-rata 4,44% per tahun, dari 2.017 Milion Barrel Oil of Equivalent Per Day (MBOEPD) pada 2016, turun menjadi 1.682 MBOEPD pada 2020. Demikian pula dengan realisasi pengeluaran investasi yang turun 2,4% per tahun, dari US$ 11,58 miliar pada 2016 menjadi US$10,52 miliar pada 2020.
Di sisi lain konsumsi migas terus meningkat. Impor migas telah menyebabkan defisit neraca perdagangan semakin melebar yang membebani keuangan negara, dan memperlemah nilai tukar rupiah. Pada akhirnya menurunkan daya saing ekonomi nasional. Dalam pengelolaan sektor hulu migas, pemerintah bekerjasama dengan investor dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (KBH), meliputi KBH dengan mekanisme pengembalian biaya operasi (cost recovery), dan KBH Gross Split.
KBH Gross Split merupakan bentuk kerjasama generasi baru yang bertujuan mengefisienkan biaya operasional bagi kontraktor. Industri migas merupakan industri padat modal dan berisiko tinggi. Risiko usaha antara lain akibat ketidakpastian cadangan migas termasuk ketidakakuratan data cadangan; keterbatasan teknis untuk mendapatkan kembali cadangan; kemampuan untuk mengembangkan cadangan dan mengganti cadangan yang ada.Risiko harga minyak mentah yang sering fluktuatif dan cenderung rendah, dimana sebagai komoditas dunia yang sangat dipengaruhi pergerakan supply dan demand dunia.
Risiko lainnya seperti nilai tukar, suku bunga, risiko kredit dan likuiditas.Sebagai negara berpenduduk besar dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, ketersediaan energi menjadi sangat vital untuk mendukung pembangunan. Peranan PertaminaPertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara, bidang hulu migas, telah membentuk Subholding Hulu (Upstream) yang membawahi kegiatan eksplorasi, pengeboran, pengembangan dan produksi minyak, gas dan panas bumi, penyediaan jasa teknologi, serta jasa pemboran dan services baik dalam maupun luar negeri.
Subholding Upstream dipimpin PT Pertamina Hulu Energi dengan anak usaha Pertamina EP, Pertamina EP Cepu (PEPC), Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Pertamina Internasional EP, PEPC Alas Dara dan Kemuning (ADK), Pertamina Geothermal Energy (PGE), Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI), dan PT Elnusa Tbk.
Banyaknya anak usaha hulu Pertamina merupakan implikasi ketentuan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Migas, karena setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja (WK).Selain dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang diusahakan sejak awal perolehan kontrak bagi hasil, Pertamina mendapat kepercayaan dari Pemerintah untuk mengelola wilayah kerja yang berakhir masa kontraknya atau disebut dengan terminasi.
Pada 2018, PHI mendapat tiga WK terminasi yaitu WK Mahakam, WK Sanga-Sanga dan WK Attaka. Pada 2021 WK Rokan yang merupakan WK penghasil minyak terbesar kedua di Indonesia akan beralih pengelolaannya ke Pertamina pada 9 Agustus 2021.Pertamina telah menunjuk PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) sebagai pengelola WK Rokan selama 20 tahun (2021-2041).
PHR membutuhkan modal kerja dan modal investasi yang cukup besar untuk membayar bonus penandatanganan (signature bonus) US$ 783,98 juta, penyelesaian aset-aset yang belum di cost recovery ke kontraktor lama, dan pelaksanaan komitmen kerja pasti (firm committment). Untuk biaya produksi minyak, dengan mengunakan data biaya produksi 2016-2020 berkisar US$ 18,56 - US$ 22,71 per barel, sehingga untuk memproduksi minyak PHR membutuhkan dana operasional yang sangat tinggi dikarenakan kapasitas produksi yang tinggi.
PHR akan mendapatkan modal dari Pertamina. Anak perusahaan tidak diberikan otorisasi melakukan pinjaman, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selain dari modal sendiri, Pertamina melakukan penarikan pinjaman perbankan. Untuk pembiayaan jangka panjang, Pertamina menerbitkan obligasi dalam mata uang dollar Amerika Serikat, di Singapura. Hingga 2020 tercatat obligasi senilai US$ 13,1 miliar. Penggunaan dana obligasi untuk mendanai kebutuhan investasi akuisisi blok baru, pengembangan lapangan yang sudah ada, pembelian rig dan pembangunan tanker.
Penarikan Utang Luar Negeri (ULN) oleh Pertamina menambah ULN Indonesia. Selain itu meningkatkan transfer devisa keluar negeri akibat pembayaran bunga obligasi. Berdasarkan informasi keuangan auditan Pertamina per 31 Desember 2019, pendapatan segmen usaha hulu US$ 12,12 miliar dengan hasil US$ 5,11 miliar. Jumlah Aset US$ 27,16 miliar dan liabilitas US$ 9,79 miliar.
Sedangkan per 30 September 2020 (unaudited) pendapatan segmen usaha hulu US$ 5,68 miliar dengan hasil segmen US$ 1,62 miliar. Jumlah Aset US$ 23,34 miliar dan liabilitas US$ 8,72 miliar.Penurunan kinerja 2020, selain dampak pandemi Covid-19 terutama akibat penurunan harga minyak mentah dan penurunan lifting migas.
Secara finansial posisi keuangan dan kinerja segmen hulu Pertamina dapat dikategorikan sangat kuat dan sehat. Bercermin dari informasi ini, sepatutnya anak perusahaan yang akan IPO merupakan perusahaan yang sehat dan kuat agar disambut antusias oleh para Investor. Oleh karenanya rencana IPO patut diapresiasi dan didukung.
Dengan menjadikan sebagai perusahaan publik diharapkan manajemen dan karyawan bekerja semakin profesional, meningkatkan tata kelola yang baik, serta ketaatan dalam mematuhi regulasi pasar modal.Perolehan dana IPO, kemudahan akses sumber pendanaan jangka panjang, insentif pengurangan tarif PPh Badan sebesar 3%, akan mendorong perusahaan untuk leluasa menangkap peluang proyek-proyek migas baru serta proyek pengembangan demi peningkatan kapasitas perusahaan di masa depan.
Pada akhirnya mampu meningkatkan kontribusinya kepada Penerimaan Negara baik Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumber Daya Alam Migas dan Pajak Penghasilan (PPh) Migas.Last but not least, penyiapan proses IPO diharapkan semua persoalan yang berpotensi menjadi hambatan maupun dapat menganggu kegiatan usaha perusahaan di masa yang akan datang harus dapat diselesaikan termasuk pengungkapan secara full disclosure dalam dokumen Pernyataan Pendaftaran dan Prospektus.
Hellington
Analis Ahli Madya Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan
* Tulisan merupakan pendapat pribadi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News