kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menunggu April 2019


Senin, 17 September 2018 / 17:15 WIB
Menunggu April 2019


Reporter: Ardian Taufik Gesuri | Editor: Tri Adi

Kendati gerakan anti-hoax sudah digencarkan, tetap saja info-info palsu liar bertebaran. Apalagi di tahun politik ini. Belum lama ini pun beredar rumor: harga premium, pertalite, pertamax, bio solar, dexlite akan naik serentak. Kabar sesat itu jelas bikin bingung dan resah. Untunglah Pertamina segera merespons bahwa itu hoax.

Sebelumnya, media dari grup besar juga membuat berita salah: "Rupiah Anjlok, Akhirnya Jokowi Naikkan Harga BBM!" Info keliru itu telanjur meluas, sampai-sampai seorang ekonom terkemuka ikut nge-tweet: Jika benar ini langkah yang tepat dan berani, akan mengurangi CAD sektor migas. Harus diapresiasi, ditambah emoji dua jempol.

Tak beberapa lama, Kementerian Keuangan mengklarifikasi: berita itu tidak benar. Si jurnalis salah menginterpretasikan naskah pidato Menkeu, yang mengambil konteks kebijakan tahun 2013 silam.

Memang sering timbul reaksi ramai bila menyangkut isu kenaikan harga BBM. Di satu sisi menakutkan masyarakat bawah; tapi di sisi lain para pakar meminta pemerintah perlu segera menaikkan harga BBM agar tidak perlu lagi ada subsidi, baik subsidi pemerintah maupun tanggungan Pertamina.

Harga BBM yang ditetapkan di bawah harga pasar, padahal sebagian besar diimpor dan butuh subsidi besar untuk menutupinya, jelas tidak sehat. Selain salah sasaran, juga salah alokasi. Padahal di awal pemerintahan Jokowi, subsidi BBM ditekan, dan dananya dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, menggerakkan ekonomi rakyat, dan mengentaskan kemiskinan.

Tapi kini pemerintah pilih menaikkan subsidi solar dari Rp 500 jadi Rp 2.000 per liter. Dan ditaksir, pemerintah malah dapat windfall profit dari pelemahan rupiah. Penerimaan negara dari migas justru surplus. Sementara, harga premium pun tidak boleh naik. Sehingga yang menderita adalah Pertamina.

Pemerintah punya sederet alasan tidak menaikkan harga BBM. Mulai dari pelaksanaan amanah Pasal 33 UUD 1945, kekhawatiran inflasi melonjak, hingga kekhawatiran makin melemahnya daya beli masyarakat.

Toh orang sudah tahu, agenda sebenarnya adalah mengamankan posisi di Pemilu 2019. Padahal masih ada jalan lain agar tetap memenuhi asas pemanfaatan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu caranya pernah sukses dilakukan pemerintahan sebelumnya: menebar bantuan langsung untuk menjaga daya beli masyarakat bawah akibat laju inflasi yang didorong oleh kenaikan harga BBM.•

Ardian Taufik Gesuri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×