Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi
Tahun 2019 penuh dengan fluktuasi di pasar keuangan yang mayoritas dipicu faktor ekonomi global, seperti ekspektasi perlambatan ekonomi, respons kebijakan suku bunga The Fed, perang dagang antara AS dan Tiongkok, serta masalah geopolitik.
Tak dapat dipungkiri, perkembangan faktor global memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap aktivitas ekonomi di setiap negara. Sebagai contoh, respons kebijakan moneter bank-bank sentral utama di dunia selalu menarik perhatian pelaku pasar finansial global. Dalam pertemuan The Fed akhir minggu lalu, The Fed menurunkan tingkat suku bunga acuannya sesuai ekspektasi analis di pasar keuangan.
Penurunan ini merupakan yang pertama kali dalam 10 tahun terakhir. Fed Funds rate diturunkan 25 basis poin ke level 2% - 2,25% untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi AS yang diperkirakan terjadi hingga setahun ke depan. Sejak awal 2019, arah kebijakan The Fed memang mulai berbalik menjadi dovish karena dipicu tendensi perlambatan ekonomi global dan meningkatnya tensi perang dagang dengan China.
Kebijakan dovish The Fed telah direspons dengan pembalikan aliran modal dan perubahan market rate. Aliran modal cenderung berpindah ke negara yang menawarkan suku bunga atau imbal hasil relatif lebih tinggi seperti negara berkembang termasuk Indonesia. Langkah penurunan Fed rate kali ini menjadi benchmark bagi bank sentral di negara lain dalam menetapkan arah suku bunga ke depan.
Semakin dovish-nya kebijakan yang ditempuh The Fed sejak awal 2019 telah mempengaruhi respons kebijakan moneter di sejumlah negara. Sebelum penurunan suku bunga The Fed di akhir Juli 2019, terdapat enam negara yang lebih dulu merealisasikan penurunan suku bunga sebagai langkah antisipasi terhadap risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
Malaysia, Filipina, Australia, India, Turki, dan Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan lebih dulu dengan rata-rata penurunan 25 basis poin. Sebagian besar bank sentral menyebutkan faktor melemahnya perekonomian domestik, rendahnya inflasi domestik, dan tingkat pengangguran yang masih tinggi sebagai faktor utama yang mendasari keputusan mereka.
Di pasar finansial global, respons pasar cenderung positif terhadap penurunan suku bunga. Pemangkasan suku bunga acuan diperkirakan dapat memberikan stimulus tambahan terhadap pasar modal (terutama pasar obligasi) dan sektor riil. Pada pasar domestik, turunnya bunga acuan dapat berimplikasi ke sektor perbankan. Suku bunga kredit diharapkan turun sehingga dapat mendorong kegiatan usaha untuk ekspansi bisnis.
Turunnya suku bunga acuan akan mendorong penurunan imbal hasil obligasi sehingga memperluas pilihan pembiayaan sektor swasta. Per akhir Juli 2019, imbal hasil sudah turun 66 basis poin dibanding posisi akhir tahun lalu. Diperkirakan dengan tren bunga acuan global dan domestik yang turun hingga tahun 2020, imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun bisa ke kisaran 7%-7,35% di akhir 2019.
Dengan pemangkasan suku bunga dan kebijakan makroprudensial (seperti pemangkasan GWM), tantangan likuiditas di sektor perbankan diharapkan mereda. Untuk memperkuat stabilitas eksternal perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, Bank Indonesia terus mencermati arah kebijakan bank sentral di negara utama dunia, pasar keuangan global dan stabilitas eksternal dalam melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif.
Kami optimistis stabilitas makro ekonomi dalam negeri akan tetap terjaga. Kebijakan moneter dan fiskal yang tepat, serta implementasi paket kebijakan ekonomi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kami memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di atas 5% pada tahun 2019 dan tahun 2020. Dari sisi moneter, kami melihat ruang penurunan suku bunga acuan masih terbuka seiring dengan terkendalinya inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, masuknya aliran dana asing, dan kebijakan The Fed yang semakin dovish ke depan.
Transmisi kebijakan moneter menggunakan suku bunga kebijakan Bank Indonesia untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian nasional butuh waktu dan proses. Kebijakan suku bunga harus disertai mekanisme interaksi antara bank sentral, sektor perbankan/finansial, dan sektor riil agar semakin baik transmisinya.
Reny Eka Putri
Senior Quantitative Analyst Office of Chief Economist Bank Mandiri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News