kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mesin pengumpul data


Kamis, 22 Maret 2018 / 13:31 WIB
Mesin pengumpul data


| Editor: Tri Adi

Mark Zuckerberg, pendiri dan CEO Facebook, mendadak seperti buronan. #WheresZuck dan #deletefacebook menjadi tagar yang merajai sosial media di awal pekan ini. Orang mempertanyakan keberadaan Zuck yang 'menghilang' di saat dunia diguncang skandal penggunaan data pengguna Facebook secara ilegal oleh Cambridge Analytica (CA). CA adalah konsultan politik yang menggunakan analisis data digital untuk kepentingan pemilu. Salah satunya, untuk kampanye Donald Trump.

CA menggunakan data pengguna Facebook untuk mengetahui isu yang paling penting bagi setiap individu. Selanjutnya tiap individu dicekoki berita, bahkan hoax, yang disesuaikan pandangan dan isu yang dianggap penting tadi. Tujuannya agar orang memilih politisi tertentu, dan mendiskreditkan lawan politik. Catatan saja, CA juga pernah bekerja di negara lain, termasuk Indonesia.

Bukan membobol, CA memperoleh data 50 juta pengguna FB itu melalui kuis kepribadian melalui aplikasi thisisyourdigitallife yanghadir di FB secara resmi. Pengguna memberikan sendiri datanya. Namun, tak hanya mengambil data peserta kuis, mereka juga menyedot data orang-orang di jejaring pertemanan si peserta. Data itulah yang kemudian diberikan kepada CA.

Kasus ini akan terus bergulir. Facebook dan Zuckerberg harus menjelaskan kepada banyak pihak bagaimana insiden ini bisa terjadi.

Dus, kasus ini mengingatkan kita betapa sosial media dan aplikasi internet yang kian mendominasi hidup kita adalah mesin pengumpul data pribadi yang sangat dahsyat. Dia tahu apa yang kita rasakan, siapa yang kita suka dan benci, apa yang kita makan, apa yang kita beli, di mana kini, dan ke mana kita mau pergi.

Data itu bisa dipakai untuk mempengaruhi pilihan kita. Hasilnya bisa manfaat atau mudarat. Data di Facebook misalnya, membuat pengiklan bisa membidik target pembeli yang lebih spesifik. Tapi, di 'tangan yang salah' data-data itu bisa jadi petaka. Misal, dipakai menyebarkan hoax yang ujungnya bisa melahirkan masalah-masalah sosial yang serius.

Aplikasi dan media sosial setiap saat dan terus menerus mengumpulkan data. Seperti CA, pihak-pihak lain pun tentu mencari cara memanfaatkannya, entah untuk tujuan baik atau tidak. Melihat kian tergantungnya manusia pada aplikasi digital, rasanya sulit benar-benar menghindar dari masalah seperti ini. Maka, Vala Afshar, Chief Digital Evangelist Salesforce, mencuit, "Dear social media users, if the service is free, then you are the product".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×