| Editor: Tri Adi
Kementerian Tenaga Kerja membuat wacana menyediakan dana pengembangan keterampilan dan tunjangan pengangguran sebagai upaya mengatasi pengangguran. (Harian KONTAN, 17 November 2017). Menteri Keuangan juga menyebutkan akan menciptakan lapangan kerja masyarakat kelas menengah atas sebagai upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Ini langkah positif. Namun, bila harus merogoh dana APBN yang sudah ditambal sulam dengan susah payah, kan memberatkan. Apalagi tahun depan tahun politik dan APBN 2018 lebih besar dari tahun 2017.
Untuk alternatif pengembangan keterampilan itu pemerintah bisa membenahi pendidikan, agar generasi mendatang lebih siap menghadapi ketatnya persaingan mencari kerja. Pendidikan bukan hanya berorientasi pada nilai akademik tetapi juga pada keahlian lain sehingga komponen nilai akademik menjadi lebih banyak. Penguasaan teknologi, pendidikan wawasan teknologi, dan pengembangan kemampuan diri perlu dikembangkan dalam kurikulum pendidikan bukan hanya pada tingkat atas tetapi juga pada pendidikan tingkat tinggi atas agar kualitas SDM meningkat.
Upaya mendorong peningkatan kualitas SDM juga dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan dana pendidikan di APBN yang jumlahnya 20% dari dana APBN. Indonesia termasuk negara yang pengeluaran belanja untuk riset yang paling kecil bahkan dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Pengeluaran untuk riset masih dikisaran 0,2% sementara negara-negara lain sudah diatas 1%. Tidak heran jika Indonesia masih terbelakang dalam paten dan inovasi. Padahal dengan riset tersebut bisa menyerap tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi yang menurut data BPS per Agustus 2017 mengalami penurunan penyerapan dibanding tahun lalu.
Usulan pemberian tunjangan pengangguran merupakan salahsatu kebijakan yang sudah diterapkan oleh banyak negara seperti Amerika Serikat misalnya. Namun di Amerika sendiri pemberian dana tunjangan pengangguran ini memakan dana APBN, selain tunjangan sosial untuk penduduk usia tua. Perlu ada kematangan APBN untuk menyediakan dana ini. Selain itu perlu ada rincian klaim tunjangan pengangguran
Pemberian dana tunjangan pengangguran bukannya tanpa masalah. Hal ini selain perlu data yang akurat dibutuhkan juga data tentang tingkah laku untuk menghindari moral hazard. Mengetahui pola tingkah laku akan membantu mengetahui apakah tunjangan pengangguran ini akan membantu mendorong motivasi untuk bekerja atau sebaliknya. Tunjangan pengangguran ini bias. Dan membuat orang jadi tidak termotivasi untuk bekerja karena hidupnya sudah terpenuhi dari dana tunjangan pendidikan. Sehingga pemberian tunjangan pengangguran dalam waktu dekat akan membutuhkan dana dan tenaga yang tidak sedikit.
Pemberian tunjangan pengangguran terdengar solutif namun perlu dipertimbangkan lagi mengingat pemerintah juga sudah memiliki beberapa program bantuan dana langsung seperti Program Keluarga Harapan dan dana desa yang akan diarahkan untuk penyelengaraan program padat karya. Program Keluarga Harapan dapat mendorong daya beli dalam waktu yang relatif singkat. Sementara itu dana desa yang digunakan untuk program padat karya juga dapat lebih efektif untuk membantu penduduk desa yang biasanya bergantung pada pertanian, sehingga mereka masih bisa menjaga daya beli paska panen.
Upaya menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat menengah atas yang diusung Menteri Keuangan juga merupakan hal yang rasional. Berdasarkan data BPS, proporsi pengeluaran penduduk menengah ke atas jika dijumlahkan besarannya lebih dari 80%. Sehingga pembentuk pengeluaran konsumsi rumah tangga terbesar adalah penduduk menengah ke atas dengan tidak menafikan penduduk penghasilan rendah. Jadi, wajar jika menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat menengah atas. Hal ini juga berkaitan degan data BPS yang menunjukkan serapan tenaga kerja dari penduduk lulusan pendidikan tinggi menurun dibanding Agustus 2016.
Evaluasi stimulus fiskal
Upaya yang ditawarkan pemerintah memang baik namun perlu diperhatikan juga unsur penyerapan tenaga kerja yaitu iklim usaha yang baik dan menguntungkan sehingga penyerapan tenaga kerja bisa optimal. Perbaikan bukan hanya harus dilakukan dari penawaran tenaga kerja tetapi juga permintaan tenaga kerja.
Pemerintah perlu mengupayakan iklim bisnis yang mendukung. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada selama ini kurang terkoordinasi antara kementrian satu dengan yang lain. Selain itu usia regulasi yang relatif singkat membuat biaya yang ditanggung usaha menjadi lebih berat. Belum lagi aturan perpajakan yang terus menerus menghantui pengusaha dan badan usaha.
Selain perbaikan kualitas tenaga kerja dan dorongan terhadap iklim usaha hal yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja APBN. Kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan sepanjang 2017 ternyata tidak mampu meningkatkan permintaan agregat dan menciptakan perluasan lapangan kerja.
Peningkatan jumlah angka belanja infrastruktur fisik ternyata tidak membawa dampak yang masif terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi. Padahal pembangunan fisik dilakukan diseluruh nusantara. Seharusnya sektor konstruksi dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Upah riil buruh bangunan juga terus mengalami penurunan sejak 2016.
Selain belanja infrastruktur yang perlu di evaluasi juga adalah bantuan terhadap petani. Data yang dikeluarkan BPS menunjukkan bahwa terjadi penurunan serapan tenaga yang cukup tinggi di sektor pertanian. Hal ini juga diikuti oleh nilai riil upah buruh tani yang terus merosot dari tahun ke tahun dan tingkat NTP petani yang juga menurun. Kesejahteraan petani belum juga meningkat dengan baik.
Sektor industri manufaktur juga perlu mendapat perhatian. Industri manufaktur mengalami gejala deindustrialisasi dengan penurunan share terhadap PDB yang terus menurun beberapa tahun belakangan ini, padahal capaian industri manufaktur belum mencapai puncak yang optimal. Padahal sektor industri manufaktur punya potensi yang besar dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Upaya penyerapan tenaga kerja akan menjadi beban yang cukup berat jika pemerintah tidak mendorong dan memperkuat sektor industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja terutama di sektor tradable. Upaya ini juga perlu dibarengi dengan pembenahan kualitas pendidikan dengan peningkatan di interpersonal skill dan daya melek teknologi untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, dimana pekerjaan banyak digantikan mesin dan robot. Tidak lupa perlindungan terhadap tenaga kerja domestik terhadap serbuan tenaga kerja asing yang masuk juga perlu diupayakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News