kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Momentum di sisa tahun 2019


Senin, 20 Mei 2019 / 14:58 WIB
Momentum di sisa tahun 2019


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Kinerja ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan I-2019 cukup positif. Pertumbuhan ekonomi tercatat 5,07% year-on-year (yoy), tumbuh stabil dibandingkan pertumbuhan periode yang sama satu tahun sebelumnya 5,06% (yoy).

Komponen konsumsi rumah tangga tumbuh 5,01% (yoy), sedikit di atas triwulan I-2018 sebesar 4,95% (yoy). Inflasi stabil 2,48% (yoy) dengan inflasi inti 3,03% (yoy) pada akhir Maret 2019, mengindikasikan daya beli masyarakat yang terjaga.

Komponen konsumsi pemerintah meningkat signifikan dari 2,71% (yoy) pada triwulan I-2018 menjadi 5,21% (yoy) pada triwulan I-2019. Peningkatan didukung persiapan Pemilu 2019 serta realisasi bantuan sosial yang mencapai 36% dari yang dianggarkan pada APBN 2019.

Sementara itu, investasi tumbuh melemah dari 7,94% (yoy) pada triwulan I-2018 menjadi 5,03% (yoy) pada triwulan I-2019. Namun hal ini terkait dengan tahun politik yang menyebabkan realisasi penanaman modal menjadi lebih lambat. Pelemahan terjadi seiring aksi wait and see oleh investor asing sehingga bersifat sementara.

Kinerja komponen net ekspor juga masih di bawah harapan. Berbagai kebijakan pemerintah untuk membatasi impor berhasil menurunkan impor -7,75% (yoy) pada triwulan I-2019. Akan tetapi, penurunan impor dibarengi ekspor yang terkontraksi -2,08% (yoy) akibat melambatnya perekonomian dunia, menyebabkan permintaan turun signifikan.

Neraca pembayaran Indonesia triwulan I-2019 mencatatkan surplus US$ 2,4 miliar ditopang berlanjutnya surplus investasi portofolio di neraca finansial. Capaian itu meningkatkan cadangan devisa sebesar US$ 3,9 juta dari posisi akhir tahun lalu.

Defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) menurun menjadi 2,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari triwulan sebelumnya 3,59% terhadap PDB, didukung oleh neraca barang yang kembali surplus. Namun, CAD triwulan I-2019 masih lebih tinggi dibanding posisi triwulan I-2018 sebesar 2,01% terhadap PDB.

Di sisa tahun 2019, potensi ekonomi Indonesia untuk terus tumbuh masih cukup tinggi. Tetapi tantangan terutama yang berasal dari sisi eksternal kembali meningkat.

Tensi perang dagang AS dan Tiongkok yang sebelumnya mereda kembali meningkat. Pada 10 Mei 2019, Presiden Donald Trump menaikkan tarif impor produk asal Tiongkok senilai US$ 200 miliar menjadi 25%. Tiongkok pun melakukan aksi balasan dengan menjadwalkan kenaikan tarif impor barang asal AS senilai US$ 60 miliar sampai dengan 25% pada 1 Juni 2019. Kondisi ini ditambah perekonomian negara-negara besar yang tumbuh lebih lambat daripada perkiraan sebelumnya, semakin memberikan tekanan pada ekspor Indonesia.

CAD triwulan II-2019 juga diprediksi melebar. Akan tetapi, hal ini berkaitan dengan faktor musiman kebutuhan pembayaran dividen non-residen dan bunga utang luar negeri yang memuncak tiap triwulan II, serta meningkatnya impor seiring meningkatnya permintaan domestik pada Ramadan dan Idul Fitri yang dapat membuat neraca perdagangan kembali defisit.

Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, keberlanjutan koordinasi dan sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia memiliki peran krusial untuk mendorong pertumbuhan di sisa tahun 2019. Untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga, pemerintah dan BI perlu terus menjaga daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi sehingga momentum peningkatan konsumsi akibat Ramadan dan Idul Fitri, masa libur sekolah dan tahun ajaran baru dan pemberian tunjangan hari raya dan gaji ke-13 menjadi optimal.

Untuk meningkatkan aliran modal masuk yang diprediksi naik pada semester II-2019 seiring meredanya ketidakpastian tahun politik dan diumumkannya kabinet kerja baru, pemerintah perlu memberikan berbagai insentif pajak dan non-pajak, memperbaiki peraturan terkait ketenagakerjaan, meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dengan pemerintah daerah, dan menyederhanakan birokrasi perizinan.

Investasi juga perlu diarahkan ke sektor berorientasi ekspor dan substitusi impor berbasis industri pengolahan 4.0, seperti industri makanan-minuman, tekstil dan produk tekstil, industri elektronik, industri otomotif, dan industri kimia. Saat ini sektor industri pengolahan berkontribusi 20% terhadap PDB, 30% terhadap perpajakan, dan lebih dari 70% terhadap ekspor.

BI juga perlu memanfaatkan perubahan arah kebijakan the Fed yang lebih dovish melalui kebijakan moneter dan makroprudensial yang semakin akomodatif sehingga mampu menopang stabilitas sektor eksternal dan pasar keuangan.

Realisasi belanja pemerintah yang memuncak pada dua triwulan terakhir perlu difokuskan pada peningkatan daya beli masyarakat dan peningkatan investasi. Pengendalian impor perlu terus dilanjutkan, terutama terkait kegiatan impor bahan bakar sehingga dapat mengimbangi pelemahan ekspor.

Selain itu, pelemahan ekspor juga perlu diimbangi optimalisasi pemasukan devisa dari sektor pariwisata seiring memuncaknya kunjungan wisatawan mancanegara pada libur musim panas di Juli dan Agustus. Pemanfaatan kerjasama perdagangan regional dan bilateral, terutama dengan negara tujuan ekspor non-tradisional juga perlu ditingkatkan. Dalam jangka panjang, transformasi struktural ekonomi perlu dipercepat sehingga ketergantungan terhadap ekspor komoditas yang harganya berfluktuasi dan memiliki nilai tambah yang relatif rendah dapat berkurang.

Hanya dengan konsistensi kerjasama yang baik antara pemerintah, BI dan pelaku usaha, momentum pertumbuhan 2019 dapat diraih secara optimal.♦

Faisal Rachman
Ekonom, Office of Chief Economist Bank Mandiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×