kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Musim luruh bunga yang tertunda


Senin, 27 Mei 2019 / 14:43 WIB
Musim luruh bunga yang tertunda


Reporter: Mesti Sinaga | Editor: Tri Adi

Musim luruh bunga yang lama dinanti-nantikan itu tak akan datang dalam waktu dekat. Pertandanya datang dari notulensi rapat Federal Open Market Comittee (FOMC) 30 April-1 Mei 2019 yang dipublikasikan Rabu, 22 Mei 2019. Dalam notulensi itu, FOMC mengindikasikan bahwa perang dagang AS-China bisa membuat bank sentral AS menahan suku bunganya di posisi 2,25%-2,50% untuk jangka waktu yang lebih lama. Dus, pemangkasan bunga acuan AS yang tadinya diperkirakan akan berlangsung September, diperkirakan baru akan terjadi Desember 2019.

Itu artinya, Indonesia pun harus bersiap suku bunga dalam negeri tetap berada di level yang relatif tinggi. Meski kita membutuhkan penurunan suku bunga acuan agar roda ekonomi berputar lebih kencang, tapi selama bunga acuan AS belum turun, sulit bagi Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan dari level 6% sekarang ini.

Ya, suka tak suka, faktanya kebijakan suku bunga AS sangat mempengaruhi, kalau tidak mau dikatakan menyetir, arah suku bunga negara lain, termasuk Indonesia. Bahkan belakangan, faktor eksternal yang berpusat pada perang dagang AS-China dan arah bunga AS menjadi penentu utama pergerakan kurs rupiah dan bursa saham.

Naik turunnya bunga acuan AS jadi patokan pemodal dunia dalam menempatkan dana. Saat suku bunga acuan AS naik, pemodal menempatkan dananya dalam denominasi dollar AS. Alhasil dollar pun menguat. Nah, kenaikan suku bunga The Fed yang terjadi secara berkala sejak akhir 2015 inilah yang membuat rupiah tertekan dari kisaran Rp 12.000 di akhir 2015 ke level Rp 14.500, bahkan sempat menembus US$ 15.000 per dollar AS akhir 2018 lalu.

Agar rupiah tak melemah lebih dalam, BI pun harus mengikuti langkah bank sentral AS. Bila bunga acuan AS naik, BI harus ikut menaikkan bunga acuan agar rupiah tetap memiliki daya tarik di mata investor. Begitu pula, saat AS tak jadi memangkas bunga acuan, maka bisa sangat berbahaya bagi rupiah jika BI tetap jadi memangkas bunga acuan. Pelemahan rupiah yang lebih dalam, tentu akan membahayakan perekonomian kita.

Bukan cuma nasabah KPR atau pengusaha yang kecewa jika suku bunga acuan tak jadi turun. Pemerintah pun harus bersiap membayar biaya lebih besar untuk bunga surat utang, baik surat utang yang sudah terbit dengan bunga mengambang, maupun surat utang yang akan diterbitkan untuk menutup defisit anggaran negara.♦

Mesti Sinaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×