kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Musim semi konversi bank daerah syariah


Kamis, 09 Agustus 2018 / 15:04 WIB
Musim semi konversi bank daerah syariah


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Balum lama berselang, sebuah berita mengejutkan datang dari ranah minang Provinsi Sumatra Barat. Pemegang saham utama Bank Nagari yaitu pemerintah Provinsi Sumatra Barat dan seluruh pemegang saham lain telah sepakat dan memerintahkan direksi Bank Nagari melaksanakan konversi bank daerah tersebut menjadi bank umum syariah sepenuhnya.

Langkah tersebut semakin memperjelas nasib dan arah pengembangan unit usaha syariah (UUS) bank daerah ini. Saat ini terdapat 15 UUS bank daerah yang telah mendapat izin operasional dari Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan (BI/OJK).

Dari 15 unit usaha syariah tersebut yang telah memilih jalur spin off atau konversi ada empat bank. Yaitu Bank BJB Syariah, Bank Aceh Syariah, Bank NTB Syariah serta Bank Nagari Syariah.

Aksi konversi bank daerah bank nagari itu membuat bank tersebut menjadi bank umum syariah (BUS) ketiga setelah Bank Aceh Syariah dan Bank NTB Syariah. Konversi Bank Aceh Syariah telah selesai dilaksanakan, sedangkan proses konversi Bank NTB Syariah sedang berlangsung dan dijadwalkan bisa terlaksana Agustus 2018.

Salah satu keunikan proses konversi bank NTB Syariah adalah proses konversi didukung oleh enam konsultan. Hal ini menunjukkan betapa serius bank NTB melaksanakan proses konversi. Saat ini konversi Bank NTB Syariah tengah menunggu persetujuan dari OJK dan sistem pembayaran dari BI.

Setelah Bank Aceh Syariah, Bank NTB Syariah, dan Bank Nagari Syariah, bakal masih ada lagi konversi unit usaha syariah bank daerah lain di industri perbankan daerah. Apalagi langkah ke arah sana bisa terwujud berkat adanya aturan pendukung.

Sesuai Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 68 dinyatakan bahwa Bank Umum Konvensional (BUK) yang memiliki unit usaha syariah yang telah mencapai paling sedikit 50% dari total aset bank induknya atau 15 tahun sejak tahun 2008, bank umum konvensional wajib melakukan pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah.

Dengan demikian berdasarkan Undang-Undang Perbankan Syariah, pada tahun 2023 nanti seluruh unit usaha syariah bank daerah harus sudah menyatakan arah dan metode yang dipilih. Apakah melakukan spin off atau melaksanakan konversi terhadap unit usaha syariah yang dimilikinya.

Sampai tahun ini, lebih kurang tiga bank daerah syariah telah memilih jalur konversi menjadi bank umum syariah. Mengapa opsi konversi merupakan pilihan yang paling realistis bagi unit usaha syariah bank daerah ? Pertama, minimnya modal. Kendala utama dalam melaksanakan spin off adalah minimnya modal. Tidak semua pemerintah daerah pemegang saham bank daerah memiliki kelonggaran anggaran untuk menyuntik dana.

Apalagi di era seret dana sebagaimana keadaan saat ini. Pengalaman juga menunjukkan bahwa penambahan modal bank daerah selama ini berasal dari deviden bank tahun lalu. Namun beberapa pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten/kotamadya ada juga yang melakukan setoran modal murni. Sesuatu yang sebetulnya amat ideal bagi pengembangan bank daerah.

Kedua, Kesamaan segmentasi dan positioning pasar. Realitanya, selama ini tidak banyak unit usaha syariah bank daerah yang berhasil menciptakan pasar baru bagi institusinya. Pasar bisnis dan posisi yang dipilih kebanyakan hampir sama atau mirip dengan bank daerah konvensional.

Dengan demikian yang terjadi selama ini \di banyak area terjadi perebutan pasar yang sama dari bank daerah konvensional dengan unit usaha syariah. Kondisi ini tentu tidak kondusif bagi pertumbuhan bisnis bank tersebut. Nah, lewat konversi, persoalan tersebut bisa teratasi.

Ketiga, minimnya insentif dari regulator untuk pengembangan industri syariah. Saat ini pangsa pasar industri perbankan syariah masih lebih kurang 5%. Pada saat yang sama Malaysia telah sampai pada angka 23%. Salah satu kekuatan Malaysia adalah besarnya insentif dari pemerintah serta dukungan yang kuat. Malaysia memberikan insentif pajak deposito lebih rendah untuk masyarakat yang menempatkan dananya di bank syariah sebagai faktor yang memperkuat.

Dari tiga alasan diatas maka dapat dipahami bahwa bagi unit usaha syariah bank daerah pilihan melakukan konversi menjadi bank umum syariah merupakan pilihan realistis apalagi bila mempertimbangkan tingkat kesehatan bank daerah sebagai induknya.

Agenda bank syariah

Statistik perbankan syariah terbaru menunjukkan bahwa laba industri perbankan syariah meningkat cukup signifikan karena ditopang oleh unit usaha syariah. Laba bank umum syariah selama ini nyaris stagnan. Tingginya pembiayaan bermasalah dan permasalahan kualitas sumber daya insani (SDI) menjadi penyebab stagnannya laba bank umum syariah. Tidak heran sebuah bank umum syariah telah menutup banyak kantor cabang untuk mengurangi biaya overhead. Kondisi ini tentu saja berpengaruh besar bagi industri perbankan syariah yang sampai dengan akhir 2017 kontribusi laba unit usaha syariah bagi industri perbankan syariah adalah 68%. Sedangkan bank umum syariah hanya 32%.

Dari uraian diatas, maka perlu upaya lebih kencang lagi untuk memperkuat dan memperbesar pasar industri perbankan syariah. Pertama, otoritas meningkatkan literasi keuangan syariah dengan melakukan edukasi perbankan syariah yang punya efek besar. Lantas menyempurnakan pemasaran keuangan syariah dan mengembangkan variasi produk dan layanan keuangan syariah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ini diperlukan supaya pasar semakin kondusif bagi pengembangan industri perbankan syariah.

Kedua, mempersiapkan insentif regulator yang kondusif bagi unit usaha syariah yang memilih melaksanakan konversi menjadi bank umum syariah.

Ketiga, penguatan industri perbankan lewat penguatan permodalan, penanganan aset bermasalah dan peningkatan kapasitas sumber daya insani industri perbankan syariah. Statistik Perbankan Syariah terbaru menunjukkan bahwa Posisi Pembiayaan Bermasalah bank umum syariah pada April 2018 pada posisi lampu merah yakni 4,83%. Tingginya angka pembiayaan bermasalah ini artinya menunjukkan ada yang perlu diperbaiki dalam tata kelola bank umum syariah di Indonesia. Semoga perbaikan tata kelola yang berkelanjutan senantiasa menjadi perhatian dalam pengembangan industri perbankan syariah.•

Bambang Rianto Rustam
Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×