kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Nasib industri susu nasional


Senin, 01 Oktober 2018 / 11:25 WIB
Nasib industri susu nasional


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 33/2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu yang ditetapkan 30 Juli 2018 masih menyisakan polemik publik. Regulasi ini merupakan perubahan atas Permentan No. 26/2017 sekaligus Permentan No. 30/2018 yang baru diundangkan pada 18 Juli 2018.

Permentan No. 33/2018 secara jelas menghapuskan kewajiban pelaku usaha industri pengolahan susu untuk menjalin kemitraan dengan peternak, gabungan kelompok peternak, dan/atau koperasi melalui pemanfaatan susu segar dalam negeri (SSDN) sebagai pemenuhan bahan baku tanpa sanksi apapun.

Aturan itu membuat peternak, gabungan kelompok peternak dan koperasi sapi perah sebagai pemasok SSDN merasa tak mempunyai kepastian buyer yang akan menyerap susu segar hasil produksinya. Ini bisa mengancam keberlangsungan nasib peternak sapi perah lokal dan industri pengolahan susu nasional ke depan.

Di sisi lain, Kementerian Pertanian berusaha memberikan pemahaman pada semua pihak bahwa langkah itu untuk mensinergikan regulasi Indonesia terhadap aturan WTO. Sebagai apresiasi, pemerintah menyiapkan insentif bagi industri pengolahan susu yang tetap bermitra dengan peternak, gabungan kelompok peternak dan koperasi sapi perah. Pemerintah juga menyusun rancangan Peraturan Kementerian Perindustrian tentang pengembangan industri susu nasional yang ditargetkan selesai akhir 2018.

Kami melihat kecemasan para peternak, gabungan kelompok peternak dan koperasi sapi perah sebagai hal wajar. Ini mengingat pola kemitraan tak hanya terbatas pada penyerapan SSDN ke industri pengolahan susu, namun dapat berupa promosi, penyediaan sarana produksi, produksi dan permodalan atau pembiayaan. Namun kami juga memahami pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit. Sebagai anggota organisasi perdagangan dunia, Indonesia dituntut dapat memenuhi peraturan WTO. Sebagai informasi, Indonesia berkewajiban melonggarkan restriksi perdagangan pada produk hortikultura dan peternakan setelah AS menggungat Indonesia ke WTO atas kebijakan pembatasan impor produk hortikultura, hewan dan produk hewan.

Kami memandang, implementasi Permentan No. 33/2018 tidak serta merta mengubah kemitraan yang sudah terjalin antara industri pengolahan susu dan para peternak, gabungan kelompok peternak dan koperasi sapi perah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal itu. Pertama, kemitraan antara industri pengolahan susu dan peternak, gabungan kelompok peternak atau koperasi sapi perah umumnya sudah berlangsung lama. Hubungan baik dan kepercayaan merupakan hal penting untuk memelihara bisnis jangka panjang.

Kedua, pasokan susu segar lokal saat ini masih terbatas. Akibatnya, persaingan antarindustri pengolahan susu untuk mendapatkan bahan baku susu segar cukup ketat. Terlebih, para peternak sapi perah sensitif terhadap selisih harga. Dengan demikian, mereka cenderung memilih menjual susu segarnya ke industri pengolahan susu yang menawarkan harga lebih tinggi. Sebagai informasi, kebutuhan bahan baku susu industri pengolahan susu nasional mencapai 3,7 juta ton per tahun. Sementara itu, pasokan SSDN sebesar 0,85 juta ton atau hanya mampu mencukupi 23% kebutuhan bahan baku. Ketiga, kecenderungan depresiasi rupiah masih cukup besar. Ini akan membuat impor bahan baku susu lebih mahal.

Kami mendukung upaya pemerintah menerbitkan regulasi lebih lanjut guna mendorong kemitraan di industri pengolahan susu dan meningkatkan penyerapan SSDN peternak lokal. Beberapa instrumen kebijakan yang sedang dikaji di antaranya pemberian insentif fiskal berupa bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk impor bahan baku industri pengolahan susu yang membangun kemitraan dan pengenaan tarif bea masuk tambahan (surcharge) bagi industri pengolahan susu yang mengimpor namun tak bermitra dengan peternak lokal.

Terkait kemitraan, kami melihat masih banyak hal yang perlu ditingkatkan, terutama terkait pelatihan/pembinaan cara beternak yang baik, perbaikan mutu benih/bibit, pasokan pakan hijau, perbaikan kualitas susu, penanganan produk pascaperah (distribusi) dan upaya peningkatan skala kepemilikan ke skala ekonomis.

Akhirnya, kita berharap kebijakan pemerintah selanjutnya tentang pengembangan industri susu nasional yang ditargetkan selesai akhir 2018 memberikan win-win solution bagi semua pihak serta mendorong penyerapan SSDN sesuai dengan roadmap industri susu nasional.•

Nadia Kusuma Dewi
Analis Industri Bank Mandiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×